Share

5 BETCHA: AKU BERTARUH PADAMU

Ya! Draco sudah membuat Brianna tak menggenakan sehelai apapun di tubuhnya saat ini. Tubuh mulusnya terekspos jelas dihadapan Draco.

"Apalagi yang akan kau lakukan?" tanya Brianna dengan suara bergetar.

Draco mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi. "Ck! Kau pikir, apa yang akan dilakukan oleh sepasang pria dan wanita dewasa jika sudah seperti ini?" Draco mengajukan pertanyaanya pada Brianna. "Jangan berlagak polos!" sentaknya kemudian.

Brianna yang masih berada di atas tempat tidur, dengan cepat meringkukkan tubuhnya sebelum Draco kembali menindihnya kuat. Namun, bukannya kewalahan dan memaksanya kembali untuk terlentang, Draco hanya mendekati Brianna dan membelai bagian inti milik Brianna menggunakan jemarinya.

Terang saja! Draco sudah melepas semuanya, dan jika saat ini Brianna meringkuk melindungi bagian depan miliknya, Draco masih bisa membelai bagian bawah paling inti milik Brianna.

"Aku hanya akan memeriksa apakah kau benar-benar masih perawan atau tidak," bisik Draco sembari terus menerus membelai dan mengusap inti Brianna.

'Salah besar Brianna!' batinnya. Kali ini ia ingin merutuki kebodohannya berkali-kali. Buat apa melindungi kedua gundukan kenyalnya sembari meringkuk yang jelas-jelas akan mengekpos bagian paling bawah dan paling inti miliknya.

"Kau tak merasa terangsang?" Draco kembali berbisik dengan suara desahan yang mendominasi dari mulutnya. Brianna tak bersuara, hanya terdengar suara isak tangisnya saja. Namun, Draco tak peduli. Ia sudah sangat terangsang, dan kini tubuhya tak bisa lagi menahan hasratnya yang semakin menggebu.

Tanpa aba-aba ia memasukan jari tengahnya pada inti milik Brianna. Menggerakan dan memainkannya, seakan ia sedang memasukan kepunyaannya.

"Tu-tuan, Tuan Draco ..."

"Mengapa kau ribut sekali!" Draco kembali berteriak. 

"Maaf, tapi sepertinya kau harus segera keluar."

Tak lama setelah itu ia dapat mendengar suara yang tak asing lagi bagi dirinya. Ya, suara Arabella.

"Mereka semua sungguh menyebalkan!" Draco menarik lengannya lalu menjilat jarinya tanpa ada rasa jijik sedikit pun. "Kau memang masih perawan, dan aku bertaruh bahwa aku akan mendapatkan keperawananmu," tandas Draco sembari memakai kembali semua pakaiannya dan merapikan diri.

"Sayangku? Kau dimana?" suara itu kembali terdengar. Suara yang sangat Draco benci.

Arabella Holmes, seorang wanita keturunan kelas elite yang dipaksa menikahi Draco Felton karena kedua orangtuanya melakukan merger perusahaan dengan perusahaan milik Draco. Meski saat itu Draco tak meminta agar Arabella menikah dengannya, karena baginya terikat dengan satu wanita merupakan hal yang sangat memberatkan baginya. Terlebih lagi jika mengingat, bahwa ia dan Harry merupakan saudara tiri.

Apapun yang Harry lakukan akan dikaitkan dengan apa yang tengah Draco lakukan juga.

"Pernikahan kita sudah usai, perusahanku dan juga perusahaan ayahmu sudah sama-sama stabil. Dan, kontrak pernikahan kita sudah tak berlaku bukan?" seloroh Draco saat ia menemui Arabella yang berdiri menunggunya di ruang tengah keluarga.

Arabella tak mengindahkan perkataan Draco, ia membelai rahang tegas Draco dengan lembut. "Sayangku, sekeras apapun kau menolak kehadiranku, aku tetaplah istrimu." Ucapnya.

"Jangan berani-beraninya menyentuhku!" sergah Draco. "Kita berdua tak pernah saling mencintai, kau lupa? Bahkan aku tak pernah meminta apalagi memaksu agar menikah denganku,"

"Ya, awalnya memang seperti itu. Tapi kini berbeda," tukas Arabella.

"Pergilah! Aku tak ingin ada yang menggangguku. Lagipula untuk apa kau pulang? Kau sudah kehabisan uang untuk berfoya-foya?" tanya Draco dengan nada mengejeknya yang sangat khas.

"Aku harus pulang, karena sebentar lagi ritual-ritual perjodohan di Inggris akan segera di selenggarakan, bukan?" sahut Arabella santai. Kemudian ia mengenyakan tubuhnya di sofa besar yang ada di sana. "Aku harus melihat siapa saja gadis yang terpilih untuk menikahi adikmu yang sangat tampan, Duke of Edgar." 

"Hanya untuk itu? Kau kemari hanya untuk itu?"

"Bukan, sebenarnya ada hal yang lebih penting yang harus aku kerjakan di Inggris. Maka, dimana kamarku? Apakah masih di tempat yang sama?" Arabella bertanya dengan wajah manis yang tentunya dibuat-buat agar sedemikian rupa menarik. Meski menurut Draco sangat memuakan dan tak terlihat manis sama sekali. "Dimana?" tanyanya lagi.

Draco hanya memalingkan wajahnya, enggan berlama-lama melihat Arabella yang sudah dipastikan akan membuat hidupnya kembali terikat status pernikahan.

Arabella beranjak dari duduknya. "Mungkin malam ini aku bisa tidur di dalam kamarmu, dan kita bisa melakukan sesuatu yang—"

"Jangan harap! Aku tak akan pernah mau melakukannya denganmu!" potong Draco cepat.

Selama 3 tahun lamanya pernikahan dirinya dengan Arabella. Draco tak pernah mau melakukan hubungan layaknya suami istri. Entah itu melakukan permainan di atas ranjang, yang akan membuat mereka berdua saling bergairah satu sama lain, ataupun hal lainnya.

Bahkan, Draco menyiapkan kamar terpisah untuk Arabella agar mereka berdua tidur di kamar terpisah dan tak akan sering bertemu satu sama lain. Itu pulalah yang akhirnya menyebabkan Arabella lebih memilih pergi dari kediaman Draco dan menetap di Paris, Perancis.

Sayangnya, Arabella mulai menyadari sesuatu saat ia memutuskan untuk pergi. Ia mulai merasakan bahwa ia mencintai Draco, dan ketamakan yang sudah mendarah daging dari keluarganya mulai menurun pada dirinya yang sekarang mulai ingin mengakuisisi seluruh saham milik perusahaan Draco.

"Baiklah, jika kau tak mau. Aku akan tidur di kamarku saja," Arabella melangkahkan kakinya melewati Draco menuju kamarnya yang berada tak jauh dari kamar milik Brianna.

"Tunggu!" Draco menarik cepat lengan Arabella.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status