Matahari telah tenggelam. Perlahan, udara dingin mulai terasa di Shelter. Setelah selesainya proses pemakaman. Hampir semua murid masuk ke dalam kelas masing-masing ditemani wali kelas mereka. Setelah berita kematian pemuda yang telah diselamatkan itu tersebar. Ketakutan, kehilangan, dan kesedihan meliputi setiap orang di Shelter. Meski tidak saling mengenal, para penghuni Shelter ini tetap merasa kehilangan.
Pada langit malam yang cerah hari ini. Bintang terlihat gemerlapan, sinar bulan yang hampir mencapai fase purnama tampak menerangi langit malam. Disaat langit sedang dalam kondisi yang baik ini, seorang perempuan justru terlihat sedih. Dibawah kilauan sinar rembulan, Luna berlari ke arah gerbang utama
Dengan raut wajah yang tampak mengkhawatirkan sesuatu. Luna tampak tergesa-gesa untuk keluar dari Shelter. Di balik keheningan malam hari, suara pintu gerbang utama yang terbuat dari besi, berderit ketika terbuka. Suara itu terdengar cukup keras hingga dapat memancin
Luna yang tiba-tiba berteriak histeris membuatku panik. Aku tidak tahu apa yang membuatnya berteriak. Tetapi yang jelas aku perlu menenangkannya terlebih dahulu. Secara perlahan, aku menekan bahunya, kemudian mengguncangkannya dengan harapan itu membuatnya tersadar. Sekilas, terpikir untuk menyumpal mulutnya dengan kain agar dia diam. Tapi rasanya itu terlalu kejam untuk dilakukan.Sambil memikirkan cara lain untuk membuatnya sadar. Aku mengamati kedua matanya yang melotot. Tetapi ketika aku mengedipkan mata…***Ketika Nossal membuka mata. Pandangan yang tampak berbeda dengan sebelumnya muncul dalam penglihatannya. Pandangannya mengarah pada langit-langit ruangan yang tidak dia kenal. Sebuah ruangan yang dicat dengan warna biru muda, pernak-pernik dan foto yang menempel di dinding, serta berbagai barang-barang seperti meja, kursi, lemari, dan lain-lain juga terlihat menghiasi ruangan ini“Di mana ini? Kenapa aku ada di sini?”Di
Beberapa jam telah berlalu sejak anggota keluarga Luna berangkat. Waktu sudah menunjukan pukul 10 lebih. Bibi Ani yang katanya akan segera kembali masih belum datang juga. Luna yang sedang menjalani libur panjang setelah melewati ujian nasional jenjang sekolah dasar merasa cukup bosan. Dia hanya bisa melihat acara televisi sejak selesai mencuci piring tadi, sambil sesekali chattingan dengan teman-teman sekelasnya. Sejak waktu telah menunjukan pukul setengah sepuluh, rentetan acara kartun yang disiarkan sejak pagi telah selesai, digantikan oleh acara berita. Luna yang sedang terduduk di sofa, di depan televisi merasa bosan. “Bibi Ani kok lama banget sih” keluhnya Luna yang sedikit cemberut merebahkan badannya. Dalam posisi telungkup, Luna menempelkan wajahnya ke bantal berbentuk persegi yang berwarna merah muda sambil mengayunkan kakinya maju mundur di udara. “Ya sudahlah, langsung ke rumah Vanessa sajalah” Merasa sudah terlalu bosan menunggu kedatangan Bibi Ani. Luna bangun dari s
Seorang wanita yang terlihat sudah cukup berumur terlihat sedang duduk di kursi penumpang sebuah bis. Pandangannya mengarah pada hitungan mundur pada lampu persimpangan yang masih berwarna merah. Dengan menggenggam erat plastik berisikan beberapa macam sayuran. Dia terlihat sedang mengkhawatirkan sesuatu.“Aduh bagaimana nih. Gara-gara ketinggalan bis sebelumnya, aku jadi terlambat kembali. Neng Luna sudah makan apa belum ya?”Wanita itu adalah Bibi Ani, pembantu keluarga Luna. Sudah sekitar 4 tahun dia bekerja sebagai pembantu. Kebetulan karena adanya suatu masalah, dia mengambil cuti lalu kembali ke kampung halamannya selama beberapa hari belakangan. Karena sekarang masalahnya telah selesai, dia dapat kembali ke rumah Luna. Dia tahu bahwa hari ini Luna sedang berada dirumah sendirian karena sedang libur setelah menjalani ujian nasional.Satu demi satu persimpangan dilewati oleh bis yang ditumpanginya. Hingga akhirnya dia turun tepat di mulut gang. Dengan cepat dia berlari kecil menu
Setelah menceritakan semua yang aku alami pada Pak kepala yang merupakan Ayah Luna. Beliau mengatakan bahwa kejadian itu memang benar terjadi. Itu terjadi sekitar satu setengah tahun yang lalu. Mendengar secara detail kebenaran mengenai kejadian itu membuat beliau terlihat sedih. Luna tidak pernah bersedia untuk bercerita pada siapapun bahkan pada keluarganya sendiri mengenai insiden itu. Setelah mendapatkan pesan dari tetangga tentang insiden yang dialami putri dan pembantunya di rumah. Mereka berdua meninggalkan pekerjaan mereka dan langsung pulang ke rumah. Luna yang menolak untuk memberikan kesaksian karena masih trauma, membuat kedua orang tuanya hanya mengetahui sebagian cerita dibalik insiden itu dari kesaksian tetangga.Akibat dari peristiwa itu. Luna kehilangan keceriaannya dan menjadi sering melamun. Dia juga menjadi pribadi yang cukup tertutup, serta memiliki ketakutan yang berlebih ketika berduaan dengan laki-laki. Dengan tujuan agar dapat mengawasinya lebih ketat, kedua o
“Cukup sampai disini dulu, kita lanjutkan besok”Nossal yang sedang menciptakan sebuah benda yang diinginkan mentornya merasa heran dengan ucapan mentornya itu.“Eh!? Bukannya bel makan siang belum berbunyi?” TanyanyaSambil meminum air dari sebuah botol plastik diatas meja. Pak Husein menunjuk ke arah belakang Nossal.“Tampaknya teman-temanmu ingin mengajakmu makan bersama”Melihat ke arah telunjuk mentornya menunjuk, dia melihat Leon, Ryan, dan Rudy sedang mengintip dari balik jendela. Ketika Pak Husein Menyadari keberadaan mereka. Mereka segera menundukkan kepalanya seakan untuk bersembunyi dari pandangannya.“Waktu makan siang juga sebentar lagi tiba. Kita tidak sedang ada dalam pelajaran yang memaku murid untuk terus belajar sampai waktu yang telah ditentukan. Dan juga aku perlu membawa ini ke lab untuk mengeceknya”Sambil membawa beberapa bubuk yang telah aku ciptakan ke sebuah cawan kecil, Pak Husein segera berdiri dari tempat duduknya, lalu segera pergi ke laboratorium. Ketika
“Fiuhh~ akhirnya kita mendapatkan makanan kita…” Dengan membawa menu makanan yang seperti kemarin. Mangkuk kecil yang berisikan sup dengan beberapa sayuran berbeda, piring dengan 3 butir donat dari ubi, dan segelas teh hangat. Kami segera pergi dari kantin dan bergegas menuju ruang UKS yang dipilih sebagai tempat makan. Masing-masing dari kami membawa makanannya sendiri yang diletakkan di atas nampan plastik. Sedangkan Leon dengan tangannya yang masih patah, dia hanya membawa segelas teh ditangannya, dan meminta tolong pada Ryan unuk membawakan sisanya “… Parah, banyak banget adik kelas yang mengantri. Aku pikir kalau kita antri di barisan yang dilayani Venda bakal lebih cepat. Ternyata malah sebaliknya” “Tentu sajalah. Ryan, kamu terlalu naif kalau berharap Venda akan mendahulukan kita. Kamu tahu sendiri sifat dia gimana kan? dia akan menyuruh kita yang lebih tua mengalah dan mendahulukan yang muda.” Ketika sampai di lapangan, kami melihat lapangan yang dalam kondisi basah meski t
Aku tidak dapat menyangkal perkataan Adit yang menganggap kami bodoh karena terlalu terpaku untuk menghilangkan dinding batu yang dibuat Luna, tanpa memikirkan alternatif lain. Entah kami, memang sedang kalang kabut karena Luna yang tiba-tiba meninggalkan Shelter, atau kami memang tidak ingin melihat dari sisi lain saja.Tetapi berkatnya, kami mendapat alternatif lain. Dengan tidak terbuangnya waktu kami hanya untuk mengurusi sebuah dinding, kami dapat mengejar Luna dengan lebih cepat. Hanya saja, setidaknya kami perlu menjelaskan situasinya pada Adit, sebagai orang yang dekat dengan Pak kepala sekolah. Kami yang dari tadi berdiri di dekat gerbang utama, berjalan mendekati Adit dan yang lain.“Pfft... Indra, Faiz, Deni; kalian juga tidak terpikirkan cara lain untuk keluar kah?”“Tia hentikan, Jangan mengolok-olok anggota kelompokmu sendiri—”Tia yang kesulitan menahan tawa, mengejek ketiga laki-laki yang sedang berjalan bersama kami. Tetapi Adit langsung menegurnya lalu mengalihkan pa
Siang itu, di bawah rindangnya pohon besar di depan lobby, di dekat gerbang utama. Kami semua yang mendengar ucapan Pak kepala sungguh terkejut. Mendengar beliau ingin menyerahkan posisi pemimpin Shelter pada Adit begitu saja terkesan bercanda. Tetapi sebenarnya tidak begitu, Pak kepala sudah memikirkan hal ini baik-baik. Menurut pemikirannya, Adit lebih cocok memimpin dalam posisi dunia yang seperti ini. Banyak hal yang dia ketahui dari pada yang diketahui Pak kepala. Selain itu, menurut Pak kepala, kaum tua atau para guru hanya menjadi beban bagi kaum muda yang mendapatkan kekuatan. Meski disebut pemimpin, Pak kepala hampir tidak melakukan apapun semenjak dunia ini berubah, berbeda dengan Adit, Tia dan Luna yang mencoba mencari cara agar kami tetap hidup dengan mencari bahan makanan di luar Shelter.Meski tidak sadar bahwa dirinya sudah cukup pantas menjadi pemimpin. Adit hanya memiliki pengalaman sebagai ketua OSIS. Bahkan dia baru saja resmi menjabat beberapa minggu lalu. Dia buka