Friend With Benefit

Friend With Benefit

last updateHuling Na-update : 2024-08-01
By:  Sean AbrahamOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 Rating. 1 Rebyu
10Mga Kabanata
537views
Basahin
Idagdag sa library

Share:  

Iulat
Buod
katalogo
I-scan ang code para mabasa sa App

Synopsis

Mecca akan dinikahkan oleh seorang rentenir karena perjanjian hutang yang dilakukan oleh ibu dan ayah sambungnya. Kerja kerasnya untuk menghidupi keluarganya sama sekali tidak dihargai. Ditambah lagi, ia harus menelan pil pahit bahwa dirinya selama ini hanya dijadikan bahan taruhan oleh sang kekasih yang hanya menginginkan tubuhnya. Tak ingin dijadikan tumbal hutang, Mecca nekat mencari pekerjaan tambahan di sebuah club malam. Ia lebih baik melakukan hal 'kotor' demi uang daripada demi cinta bersama kekasihnya. Namun, rencananya digagalkan oleh Gyan, teman kerjanya. Gyan berjanji akan membayar berapapun tarif yang akan Mecca berikan asalkan ia mau bekerja untuknya. Lalu, pekerjaan apa yang akan berikan kepada Mecca? Akankah Mecca mampu membayar hutang-hutang keluarganya tersebut?

view more

Kabanata 1

Chapter 1

“Ibu tidak mau tau, kamu harus menikah dengan Pak Adrian. Kalau tidak….”

“Kalau tidak apa, Bu? Mecca sudah tidak peduli lagi dengan semua yang ibu ucapkan. Apa perjuangan Mecca selama ini masih belum cukup?” Gadis dengan rambut panjang yang tergerai indah itu pun membanting sendoknya di meja makan. Ia beranjak tanpa memedulikan tatapan kemarahan dari sang ibu.

“Kak….”

Suara itu berhasil menghentikan langkah Mecca. Namun, bukan bararti Mecca ingin kembali duduk di meja makan dan melanjutkan sarapan. “Kakak akan berangkat bekerja. Kalian segera lah berangkat ke kampus setelah sarapan nanti. Sampai jumpa.” Gadis itu melanjutkan langkah kakinya keluar dari rumah seraya menahan air mata agar tidak menetes membasahi pipinya. Perjuangannya untuk membantu menghidupi keluarganya ternyata tidak membuat ibunya puas.

“Dasar anak tidak tahu diuntung!” Wanita paruh baya menggebrak meja setelah kepergian Mecca, membuat putra kembarnya terkejut dengan ulahnya. Namun, mereka tak berani bersuara dan memilih untuk menghabiskan makanan masing-masing.

Setelah selesai sarapan, si kembar pun menuruti ucapan sang kakak untuk segera berangkat menuju kampus. “Matthew, apa kamu tidak kasihan dengan kakak?” tanyanya saat mereka dalam mobil.

Matthew mengedikkan bahunya, “Apa yang bisa kita lakukan? Aku rasa ibu sudah keterlaluan, Matteo?” tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari jalan dan tetap fokus mengemudi.

Sementara itu, Mecca yang baru saja memarkirkan mobilnya masih berdiam diri di dalam. Rasanya ia enggan sekali untuk turun dan beraktifitas, lagipula tak ada yang menghargai kerja kerasnya. Tiba-tiba, kaca mobilnya diketuk dari luar, “Mecca, ayo keluar!” titah seorang gadis sebaya dengannya.

Mecca menghela nafas dan keluar dari mobil dengan wajah masamnya, membuat gadis yang menunggu dirinya pun terheran-heran. “Kamu kenapa?” tanyanya.

“Hilya, apa kau tidak ada info tentang pekerjaan tambahan? Aku sangat membutuhkannya.” Mecca menyandarkan diri pada mobilnya, lesu, seakan tak memiliki kekuatan lagi untuk berjalan.

Tak menjawab, Hilya justru mengerutkan keningnya hingga kedua alisnya hampir saja menyatu. Ia berusaha untuk mengerti keadaan temannya tersebut, tapi sangat sulit dicerna olehnya. “Bukankah gajimu bahkan lebih banyak dariku? Kenapa kamu masih menginginkan pekerjaan tambahan?” Ia memberanikan diri untuk bertanya.

Mecca menundukkan kepalanya hingga sebagian wajahnya tertutup oleh rambutnya. “Hilya, hutang yang seharusnya dibayar oleh lelaki brengsek itu, sekarang harus ditanggung oleh ibuku dan….” 

Belum selesai dengan kalimatnya, bulir bening lolos dari pelupuk mata Mecca. Hilya yang tahu pun segera membawa Mecca kedalam pelukannya seraya mengusap-usap punggung temannya tersebut. “Aku tahu apa yang akan kau ucapkan, Mecca. Sekarang lebih baik kau buang jauh-jauh semua hal tentang keluargamu. Kita pikirkan solusinya nanti,”

Seperti yang Hilya katakan, Mecca berusaha untuk membuang jauh-jauh pikiran tentang ucapan sang ibu yang menyuruhnya untuk menikah dengan rentenir. Akan ada saatnya Mecca memikirkan bagaimana caranya terbebas dari segala macam masalah yang menimpa dirinya. Ia lebih baik melewati tebing curam daripada jalan pintas yang pada akhirnya akan membuatnya kembali menderita.

“Teman-teman semua, Tuan Ivan meminta kita untuk berkumpul di ruang meeting sekarang juga,” ujar seorang wanita dengan setelan formal berwarna abu-abu. 

Karena berbeda divisi dengan Hilya, Mecca harus mandiri kali ini. Ia melakukan latihan nafas beberapa kali untuk menenangkan pikiran dan membuatnya fokus dengan pekerjaan. “Come on, Mecca. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya,”

Mecca masuk ke ruang meeting bersama lima orang temannya. Mereka duduk di bangku masing-masing dan menunggu sang atasan dengan segala kemungkinan yang akan terjadi. Beberapa dari mereka sibuk menerka-nerka apa yang akan disampaikan oleh sang atasan, sedangkan sebagian yang lain lebih memilih untuk diam, termasuk Mecca.

“Selamat pagi. Apa kabar semuanya?” Sapaan hangat dari pria matang dengan setelan jas berwarna navy membuat Mecca tersenyum sumringah, setidaknya masih ada yang menanyakan kabar walau hanya untuk basa-basi. Pandangan Mecca tertuju pada seorang pria tampan yang berdiri di belakang Ivan, wajahnya tampak tak asing baginya.

“Baiklah, semuanya, saya akan memperkenalkan teman baru kalian, Gyanamurthy. Dia akan membantu kalian dengan photography,” ujar Ivan dengan penuh kesenangan.

“Panggil saja Gyan. Salam kenal, semuanya,” sahut pria dengan wajah blasteran tersebut.

Setelah sesi perkenalan antar teman, mereka kembali ke meja masing-masing untuk melanjutkan pekerjaan. Kali ini, Mecca memiliki tugas khusus menjadi pemandu ‘office tour’ untuk Gyan yang notabene adalah karyawan baru. Berkeliling bersama Gyan membuat Mecca bisa melepas semua beban pikirannya. Dengan wajah cueknya, ternyata Gyan orang yang asyik diajak bercanda. Itulah sebabnya ada pepatah yang mengatakan ‘Don’t judge a book by this cover’.

Pantry adalah tempat terakhir yang mereka datangi. Karena Gyan tak pernah membuat kopi sendiri sebelumnya, ia pun meminta Mecca untuk mengajarinya. “Kalau kau masih belum yakin, aku bisa sekalian membuatkanmu setiap hari,” tawar Mecca melihat Gyan yang sibuk melihat-lihat tombol yang ada di mesin pembuat kopi.

“Lebih baik aku ikut denganmu saat membuat kopi, supaya aku juga bisa belajar,” jawab Gyan. Lalu, Mereka berdua pun kembali ke meja kerja masing-masing.

Mecca begitu sibuk dengan pekerjaan yang sudah mendekati waktu deadline hingga melewatkan makan siang. Karena terlalu fokus dengan pekerjaannya tersebut, tak terasa sudah saatnya bagi Mecca untuk pulang.

“Mecca!”

Suara nyaring tersebut berhasil membuat Mecca mengalihkan pandangannya dari layar komputer. “Kau sudah selesai?” tanyanya dengan wajah yang begitu lesu.

Hilya berdiri tepat di belakang Mecca dan melihat layar komputer yang menyibukkan sahabatnya tersebut. Memastikan bahwa pekerjaan Mecca selesai, Hilya segera mengajak sang sahabat untuk pulang. Hilya tentu tahu kebiasaan buruk Mecca yang selalu melewatkan makan siang ketika sibuk dikejar deadline. “Kau bisa menginap di apartemenku malam ini,” tawarnya. Tak pikir panjang, Mecca pun mengiyakan tawaran Hilya.

Sementara itu, Mariam sibuk berjalan mondar-mandir di ruang tamu dengan berkacak pinggang. Wajahnya gusar seolah memikirkan sesuatu yang penting. “Selamat malam, ibu,” ujar si kembar yang baru saja kembali dari kampus. Tak mendapat jawaban dari sang ibu, Matthew pun berdiri tepat di hadapan Mariam. “Astaga, kau membuat ibu terkejut!” seru Marian yang hampir saja menabrak putranya. Sedangkan Matteo hanya memperhatikan dari jauh.

“Apa yang ibu pikirkan? Bagaimana keadaan ayah?” tanya Matteo to the point. Mendengar pertanyaan tersebut, Mariam berhenti mondar mandir dan memilih duduk di sofa, diikuti oleh si kembar. “Ayah kalian sudah jauh lebih baik sekarang. Tapi, ibu sedang memikirkan bagaimana caranya agar Mecca mau menikah dengan Pak Adrian.” Mariam menatap putra kembarnya secara bergantian, seolah meminta saran kepada mereka.

Matteo beranjak dari duduknya, “Matt, sudah saatnya untuk tidur. Besok kita ada kelas pagi,” ajaknya. Matthew yang tahu maksud dari saudara kembarnya pun menurut saja. 

“Hei, kalian mau kemana? Tidakkah kalian akan membantu ibu membujuk Mecca?” teriak Mariam melihat putra kembarnya meninggalkan dirinya sendiri di ruang tamu. “Ibu pikirkan sendiri saja, kami sudah terlalu lelah memikirkan pelajaran,” jawab Matthew. Mariam mendengus kesal mendengar jawaban Matthew.

Malam yang gelap dan suasana yang tenang di apartemen Hilya membuat Mecca bisa istirahat dengan nyaman. Rasa lelah yang melanda, membuat Mecca tertidur lebih cepat dari biasanya. 

“Jangan!”

“Tolong, lepaskan aku!”

“Jangan lakukan itu, aku mohon,”

Palawakin
Susunod na Kabanata
I-download

Pinakabagong kabanata

Higit pang Kabanata

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Mga Comments

user avatar
Sean Abraham
Ceritanya sangat bagus dan alurnya jelas, mudah dicerna. latar tempat dan suasana juga digambarkan dengan jelas
2024-02-13 11:08:59
0
10 Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status