Share

Lamaran yang Tiba-Tiba

Arya datang tepat waktu sesuai yang dia janjikan di pesan chat. Entah kenapa jantungku berdebar dengan sangat cepat ketika melihat teman SMPku itu. Secara fisik Arya memang menarik, dia tinggi, atletis, kulitnya putih kecoklatan dan berkaca mata, fisiknya itu mengingatkanku pada karakter kesukaanku, Akechi Kengo di komik Detektif Kindaichi. Aku yakin tidak akan ada gadis yang menolak menjadi kekasihnya dengan penampilan menarik seperti itu. Aku mencoba untuk tidak memperlihatkan kegugupanku di hadapannya dan berusaha bersikap santai layaknya pada teman lama. Orangtuaku tiba-tiba saja menjadi ramah saat melihat ada tamu laki-laki menemuiku, bahkan ayahku tidak beranjak dari kursi dan hendak menanyakan beberapa pertanyaan pada Arya. Aku semakin tidak nyaman dengan kondisi ini, kenapa jadi begini? Kan dia datang untuk bersilaturahmi saja. Ketika aku mengambil minuman dan beberapa cemilan untuk dihidangkan pada tamu, tiba-tiba ayahku mengucap alhamdulilah dengan suara agak keras, aku dan ibu yang mendengarnya tiba-tiba segera berjalan cepat menuju ruang tamu. 

"Ada apa yah?" tanyaku pada ayah, kulihat ayahku beriak kebahagiaan, di pelupuk matanya juga ada sedikit genangan air mata.

"Gadis, akhirnya nak, kamu ketemu juga sama jodohmu." jawab ayah sambil mengusap air matanya di sudut mata, aku dan ibu sontak saling menatap karena tidak mengerti maksud ayah.

 "Saya datang kemari, hendak melamar Gadis bu." ucap Arya secara tiba-tiba, aku langsung shock mendengar hal itu, sedangkan ibuku malah bersujud syukur. Aku tidak bisa berkata-kata dengan apa yang kudengar dan kulihat saat ini, aku merasa ini adalah mimpi. Dan aku harus segera meminta penjelasan pada Arya dengan apa yang dia katakan pada orangtuaku dan bagaimana dia harus mempertanggung jawabkan semua ini. 

"Arya, apa maksudmu? ini bukan hal yang main-main Arya, kamu tahu bagaimana respon kedua orangtuaku tentang hal ini? kamu ke sini untuk bersilaturahmikan? kenapa malah jadi begini?" tanyaku pada Arya saat aku menariknya ke luar rumah. 

"Aku tidak becanda, aku kemari memang bertujuan untuk melamarmu." jawabnya kalem. Aku benar-benar kesal padanya.

"Bagaimana mungkin kamu melamarku? bukankah kita baru bertemu kembali setelah belasan tahun tak bertemu, dan kenapa tiba-tiba?"

"Aku sudah memikirkan hal ini setelah acara reuni akbar itu, aku benar-benar serius ingin menikahimu."

"Pasti kamu memiliki maksud lain di balik semua inikan? apa itu? katakan saja!"

"Aku sama sepertimu, keluargaku memintaku untuk segera menikah, lagipula aku juga memiliki seorang putri yang berusia delapan tahun, dia tinggal bersama dengan neneknya di Yogya, aku merindukannya, aku ingin putriku tinggal bersamaku lagi. Tapi syaratnya aku harus menikah, agar putriku ada yang mengurus dan dia tidak terbengkalai dengan kesibukanku."

"Ini sama sekali tidak masuk akal, apa orangtuaku tahu kalau kamu adalah single parent?"

"Mereka tahu, dan mereka tidak keberatan."

"Bagaimana mungkin mereka tidak keberatan? sebenarnya siapa yang akan menikah? aku atau mereka?"

"Maafkan aku Gadis, tolonglah, aku ingin putriku tinggal bersamaku lagi."

"Kenapa kamu memilihku? kenapa tidak menikah dengan perempuan pilihan orangtuamu atau mantan mertuamu? pasti mereka memiliki banyak kandidat yang lebih baik dibanding denganku."

"Aku tidak mengenal mereka, tapi aku sangat mengenalmu, maka dari itu aku memilihmu, aku juga bertanya pada sahabatmu Nuri, bagaimana karakter dan sifatmu, aku merasa kamu adalah orang yang tepat untuk membantuku. Lagipula kamu juga sedang dalam kondisi terdesak bukan?"

"Nuri? Sejak kapan kamu akrab dengannya? dan apa maksud pertanyaanmu itu, terdesak?"

"Itu bukan hal penting bagaimana aku bisa akrab dengan sahabatmu, itu adalah bagian dari perjuanganku. Lihatlah kedua orangtuamu begitu bahagia mendengar aku melamarmu, kamu akan terbebas dari belenggu pertanyaan kapan nikah yang sakral itu, aku yakin pasti kamu sudah muak ditanya seperti itu teruskan? lagipula, kudengar dari Nuri, kamu tidak memiliki kekasih atau calon suami, berulang kali gagal membina hubungan percintaan bahkan yang terakhir teman chatmu itu tidak menemuimu saat kalian hendak ketemuankan. Pasti keadaan ini membuatmu lelah Gadis, aku sangat yakin itu, jadi solusinya adalah kita harus segera menikah." 

"Dari mana kamu tahu kalau teman chatku tidak datang? apa dari Nuri?"

"Iya, Nuri bercerita padaku, dia merasa malu padamu karena telah mengenalkanmu pada saudara suaminya yang bersikap kekanak-kanakkan itu."

"Dasar Nuri sialan, kenapa dia malah cerita begitu padamu? aku masih shock dengan kejadian ini Arya, aku tidak bisa berpikir, kamu tahu pernikahan itu bukanlah ajang main-main, niatnya juga harus lurus."

"Begini saja, bagaimana kalau kita bertemu dan membicarakan hal ini besok di kedai kopi Sakko, aku melihat kedai kopi yang bagus di daerah sini, nanti kita cerita semuanya, sekarang aku akan menemui orangtuamu dulu." Arya masuk lagi ke dalam rumah, sedangkan aku masih di teras rumah, memikirkan pernikahan macam apa yang akan aku hadapi nanti. 

Arya berpamitan setelah mengobrol banyak dengan ayah dan ibuku, sedangkan aku hanya diam mematung bak patung lilin di maddam tussaud, aku masih mencerna kata demi kata yang disampaikan oleh Arya yang ternyata di balik sikap dinginnya itu masih tersimpan keramahan seperti waktu SMP dulu, namun yang berbeda adalah keramahannya itu seperti palsu, aku merasa kalau Arya sedang memakai topeng kepalsuan agar tujuannya berhasil. Aku menatap ke arah jendela dan menatap langit dan bergumam, Ya Alloh, kenapa skenarionya seperti ini?

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status