Share

Wedding Day

Author: Tutur K. S
last update Last Updated: 2025-07-23 00:16:24

Ayara berdiri di balik pintu kamar hotel yang disulap jadi ruang rias. Gaun putih minimalisnya menjuntai anggun, rambut disanggul rapi, make-up flawless tanpa terlalu berat. Tapi tangannya dingin. Bukan karena gugup seperti pengantin lain, tapi… karena ini terlalu aneh. Tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Hari ini, ia akan menikahi Raymond.

Teman masa kecilnya. Partner “ide gila” setahun ke depan.

Bukan cintanya.

Bukan soulmatenya.

Hanya… karena kesepakatan dan solusi jangka pendek agar keluarga berhenti berisik soal ia akan jadi perawan tua.

“Ra, tarik napas,” kata Mita, make-up artist yang sudah seperti kakak sendiri. “Kamu cantik banget. Calon suami kamu pasti bengong nanti.”

Ayara terkekeh singkat. Gak mungkin sih… dia udah banyak dikelilingi cewek cantik. Tapi sedikit bagian dirinya—yang ia benci akui—ingin tahu ekspresi Raymond nanti.

Dari luar, terdengar tawa, musik string quartet, bunyi kamera. Lobi hotel bintang lima dipenuhi tamu bersetelan mahal. Ayah Ayara menyapa setiap tamu dengan senyum rendah hati. Bundanya, seperti biasa, mengatur seluruh flow acara tanpa butuh wedding organizer.

Pintu rias diketuk. “Sepuluh menit lagi ya, Mbak Ayara,” ujar seorang panitia.

Mita menepuk bahunya. “Ready?”

Di sisi lain, Raymond berdiri di depan cermin. Jas abu-abu slim-fit jatuh sempurna di bahunya. Papa-nya membetulkan dasi kupu-kupu yang sebenarnya sudah lurus.

“Jangan banyak bercanda di pelaminan,” kata Mama Raymond, setengah bercanda setengah serius.

Raymond menyeringai. “Kalau diem aja nanti malah tegang, Ma.”

Papa menepuk pundaknya. “Nggak usah tegang, nggak usah over santai. Just enjoy.”

Dalam hati, Raymond memang santai—tapi ada sedikit getaran asing. Dia penasaran seperti apa Ayara nanti di gaun pengantin. Mendadak, semua ini terasa lebih serius dari yang ia rencanakan.

Lampu ballroom meredup. Spotlight menyorot pintu masuk. Musik Have You Really Loved a Woman versi saxophone mengalun.

Pintu terbuka.

Ayara masuk, diapit kedua orang tuanya.

Raymond terdiam. Dia tidak pernah melihat Ayara seperti ini—bukan cuma cantik, tapi anggun, teguh, berwibawa. Tatapan mereka bertemu di tengah lorong. Ayara menaikkan alis, seolah berkata: Lihat? Gue nggak kabur.

Raymond menahan senyum. Oke. Gue juga nggak.

Ijab kabul berjalan lancar, cepat, tanpa drama.

MC lalu bersuara lantang, “Baik, hadirin… saat yang ditunggu-tunggu. Kita sambut the first kiss pengantin baru kita!”

Ayara melirik Raymond: tatapan jangan macam-macam lo. Tapi tamu-tamu sudah bersorak, “CIUM! CIUM!”

 Raymond menunduk sedikit, berbisik, “Sorry…kita nggak bisa kabur dari ini, Ra…”

Ayara menghela napas. “Cepet. Yang sopan aja.”

Raymond tersenyum kecil. Tangan kirinya menangkup leher Ayara, tangan kanan melingkari pinggangnya. Ayara refleks menahan napas.

Bibir mereka bersentuhan—ringan, singkat—tapi cukup untuk membuat jantungnya berdetak kacau. Bukan sekadar formalitas, bukan cuma demi foto. Ada hangat yang merambat dari bibir, turun ke dada, dan pecah jadi sesuatu yang tak bisa dijelaskan.

Sorak-sorai tamu terdengar seperti jauh di belakang. Saat mereka berpisah, Raymond tetap menatapnya. Ayara cepat-cepat berpaling ke kamera, tersenyum… tapi napasnya belum stabil.

Di tengah sesi makan, Ayara menjauh sebentar, berdiri di dekat jendela besar menatap lampu kota. Raymond datang membawa dua gelas mocktail.

“Lari dari fans?” godanya.

“Cuma butuh nafas sebentar,” jawab Ayara.

Raymond meneguk minuman. “Lo tahu nggak… kita gila banget ya. Tapi entah kenapa gue seneng lo ada di sebelah gue hari ini. Dan lo… cantik banget.”

Ayara tertawa kecil. “Awas lo jatuh cinta sama gue beneran, Mond.”

“Gimana kalau gitu Ra? Gimana kalau kita malah jadi jatuh cinta?”

Bunda memanggil dari kejauhan. Ayara tersenyum, “Lo juga ganteng, Mond… nggak salah gue pilih suami.”

Di dalam lift menuju kamar yang disiapkan, hening terasa nyaman.

Raymond menyandarkan punggung ke dinding, menatapnya sebentar. “Ra… kalau mau lo mundur, mundur sekarang.”

Dia memberi jeda, lalu dengan senyum nakal menambahkan, “Soalnya gue nggak tahu bakal tahan apa nggak… pingin makan lo di rumah nanti.”

Ayara tersenyum tipis.

“Terlambat, Mond. Kita udah sah.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • GAIRAH LIAR PASANGAN MUDA   Freya dan Erik

    Sore di Reykjavik mulai redup. Cahaya matahari musim dingin hanya tersisa sedikit, membuat langit berwarna oranye pucat. Di sebuah bar kecil dekat pelabuhan, Erik duduk santai di kursi tinggi, satu tangan memutar gelas whiskey, sementara matanya sibuk menatap layar ponsel. Senyum tipisnya muncul sesekali—senyum khas Erik yang entah untuk siapa, tapi selalu berhasil menyalakan rasa penasaran orang di sekitarnya.Freya masuk. Rambut pirangnya diikat setengah, mantel panjang wolnya menutupi tubuh mungil tapi anggun. Begitu melihat Erik, ia langsung menegang. Ada banyak pria di kota ini, tapi hanya Erik yang bisa membuat jantungnya berdebar tidak karuan.“Hey,” sapa Freya, mencoba tenang, meski senyumannya agak ragu.Erik menoleh, lalu tersenyum lebar seolah benar-benar baru sadar ada dunia selain ponselnya. “Freya! Duduk sini. Pas banget waktunya.”Freya duduk, jantungnya berdetak makin kencang. “Kamu selalu sibuk, ya?” tanyanya.Erik tertawa kecil. “Bukan sibuk. Hanya… banyak yang butuh

  • GAIRAH LIAR PASANGAN MUDA   Kamu Butuh Dibantu?

    Pagi itu Reykjavik diselimuti kabut tipis. Dari jendela apartemen, terlihat burung-burung beterbangan rendah, mencari santapan ikan di danau. Raymond sudah duduk di meja kerja, laptop terbuka dengan tiga jendela zoom meeting sekaligus. Rambutnya agak acak-acakan, matanya fokus penuh.“Gue harus rapat sampai jam makan siang, sayang. Lo mau ngapain hari ini?” tanya Raymond tanpa mengalihkan pandangan dari layar.Ayara mengikat syal di lehernya, tersenyum kecil. “Gue harus ke pasar. Mau beli bahan makanan. Biar lo gak kerja sambil ngeluh lapar terus.”Raymond mengangkat alis sekilas, lalu tersenyum hangat. “Hati-hati ya honey. Jangan nyasar. Pake google maps.”“Siap, boss.” Ayara mencium cepat pipi Raymond sebelum mengambil tote bag kanvas besar.Pasar Reykjavik bukan seperti pasar di Jakarta yang bising dan penuh teriakan. Di sini, deretan kios kayu berwarna pastel menjual ikan segar, sayur organik, dan roti hangat. Bau laut bercampur dengan aroma kopi hitam dari gerobak kecil di ujung

  • GAIRAH LIAR PASANGAN MUDA   Rumah di Puncak Bukit Nafsu Menggelora

    Pagi itu Ayara terbangun di pelukan Raymond dengan telanjang bulat. Ia tersenyum melihat wajah tampan suaminya yang sangat seksi itu. Ayara berencana untuk menjauhkan diri dari dada bidang dan berorot Raymond. Tapi gerakannya malah justru membangunkan suaminya."Morning sayang..." kata Raymond sambil mengecup bahu dan leher istrinya."Ih geli sayang...""Ra, liat pemandangannya indah banget ya..." Raymond menatap jendela kamar mereka yang langsung dapat melihat bagaimana sinar matahari pagi menerangi hamparan padang rumput yang beberapa bagian tertutupi salju dan danau yang cukup besar di depan mereka dengan tenang. "Gue mau lo bangun tiap hari kaya gini Ra...""Tenang, kita tinggal di sini sebulan sayang...kenyang-kenyangin deh liat pemandangan ini...mau dua bulan juga bisa...apa mau pindah juga bisa...", jawab Ayara tengil.“Ra...” Raymond berbisik. “Ini pertama kalinya setelah semua drama akhir-akhir ini, gue ngerasa... ringan.”Ayara menggeser tubuhnya, kepalanya bersandar di bahu

  • GAIRAH LIAR PASANGAN MUDA   Ranjang yang Panas di Kota Es

    Raymond tersenyum nakal, lalu menindihnya di atas kasur dengan bulu-bulu lembut yang memberikan sensasi berbeda, siap membuktikan bahwa bahkan di Reykjavik yang dingin, mereka bisa bikin panas dunia mereka sendiri. Kepalanya dengan sekejap sudah diselusupkan di ceruk leher Ayara dan membuat bulu roma Ayara berdiri karena kenikmatan.Ayara tersenyum menikmati setiap sentuhan yang diberikan Raymond. Jemarinya mengelus leher Fajar, seolah menyampaikan pesan bahwa Ayara sangat menginginkannya malam itu."Ahh...Raymond...suami gue...", suara Ayara manja dan mendesah di telinga Fajar yang sedang asik menikmati lehernya. Ia bisa merasakan tangan Raymond sudah mulai bermain ke dadanya."Gue ijin perk*sa lo ya Ra...""Please lakuin Mond...Suami seksi gue...""Lo bakal gue nikmatin malem ini sayang...desah aja sekuat lo karena di bukit dan danau ini cuma ada kita...gak punya tetangga..." desah Raymond."Mau dong digerayangin Raymond Maharadja..." ucap Ayara genit.Raymond saling menatap Ayara i

  • GAIRAH LIAR PASANGAN MUDA   Welcome to Reykjavik Iceland

    Pesawat mendarat mulus di bandara Keflavík. Udara dingin langsung menyergap wajah Ayara begitu ia keluar dari pintu pesawat, membuat pipinya memerah. Di kejauhan, hamparan salju luas berkilau memantulkan cahaya pucat matahari musim dingin. Angin asin dari laut utara menusuk, tapi juga memberi sensasi segar yang tak bisa ia temukan di Jakarta.Raymond menarik koper mereka sambil melirik istrinya yang masih terpaku menatap langit kelabu. “Lo nggak salah pilih, Ra. Reykjavik emang pas banget buat kita kabur. Jauh dari mana-mana...sepi...”Ayara menoleh, tersenyum kecil. “Iya, gue sengaja pilih sini. Paling jauh, paling dingin, dan nggak ada keluarga atau tetangga yang bisa tiba-tiba ngetok pintu cuma buat nanya ‘udah isi apa belum’.”Mereka memilih Reykjavik bukan tanpa alasan. Ayara menemukan artikel tentang kota ini: tenang, kecil, tapi modern. Cocok untuk mereka yang ingin “menghilang” tanpa benar-benar hilang. Dari sini, mereka bisa bekerja secara remote—Ayara dengan laptop editing n

  • GAIRAH LIAR PASANGAN MUDA   Maya, Lo Gue End

    Ayara dan Raymond memasuki sebuah ruangan VIP resto kelas atas. Belakangan mereka tahu kalau restoran ini adalah milik Davin. Ia adalah pewaris tunggal usaha restoran orang tuanya yang punya bisnis dimana-mana. Dindingnya berlapis kayu panel yang diukir cantik dan klasik seperti dinding istana-istana kecil di Eropa. Pelayan resto berpenampilan rapih menarik kursi mereka, sambil mempersilahkan mereka berdua untuk duduk."Makasih mas, kami berdiri aja..." ucap Ayara sambil tersenyum ke pelayan itu. "Kita gak kan lama ko mas..."Kedua tangan Raymond dan Ayara berpegangan erat. Ia tidak menyangka ternyata hidup mereka akan cukup rumit. Semua ini gara-gara Maya sialan pikir Ayara.Tidak lama Davin datang. Davin memberikan sinyal untuk pelayan keluar ruangan dan menutup pintu setelah selesai mengisi gelas-gelas mereka dengan wine mahal yang ia pisan. Sepertinya Davin berkeinginan untuk meninggalkan kesan bahwa dia seseorang yang berpengaruh, tapi itu sama sekali tidak menggetarkan hati Ayar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status