Home / Romansa / GELORA HASRAT SANG MAFIA / 4 | Pertemuan pertama, kesan pertama

Share

4 | Pertemuan pertama, kesan pertama

Author: Vieneze
last update Last Updated: 2023-09-07 17:18:29

“Ma-mati?” Sunny akhirnya berbicara setelah susah payah mendapatkan suaranya yang hampir tenggelam oleh kengerian.

Marco hanya memberikan senyum simpul, sekejap berubah menjadi senyum manis nan mengerikan.

“Benar— mati! Maka mintalah wanita ini untuk melunasinya segera,” sahut Marco.

Sunny menoleh bibi Joyce dan memberikan sorot kecewa. “Teganya bibi ... ”

Lagi-lagi Bibi Joyce hanya memberikan alasan yang menyakitkan. “Aku tidak punya pilihan. Sudah terjadi dan tidak perlu menyesal.”

Bibi Joyce segera meninggalkan ruangan itu setelah mendapat izin dari Marco. Kali ini dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan. Bodoh sekali dia jika harus mengkhawatirkan Sunny. Itu sudah menjadi rencananya, bibi Joyce memang sengaja menjebak Sunny dan dia punya kesempatan untuk kabur selagi Marco mempercayainya.

Marco bodoh, gumam bibi Joyce.

Sunny berusaha membuat tubuhnya tetap tenang, walau sebenarnya dia cemas dengan ancaman Marco. Bulu-bulu di tubuhnya merinding ketika dia membayangkan dirinya berada dalam peti mati dan yang lebih buruk, dia tidak dapat melihat keluarganya untuk selamanya.

“Kau tidak takut?” tanya Marco tiba-tiba. Dia menunjuk sofa kosong di sisi kanannya.

Seolah mengerti, Sunny duduk ragu-ragu di sofa itu. Kini dia dapat melihat wajah Marco lebih dekat. Sangat dekat, sampai-sampai Sunny dapat mencium aroma tembakau dan alkohol yang menguar dari tubuh Marco.

Sunny berujar dengan percaya diri, “aku tidak.”

Sekali lagi, Marco tersenyum. “Tapi, gestur tubuhmu mengatakan sebaliknya. Bohong.”

“Aku tidak takut padamu. Kau hanya pria yang beruntung dengan uang dan kuasa. Selain itu, tidak ada yang menarik darimu.” Sunny melirik Marco dengan segala kebencian di sorot matanya.

Marco terbahak-bahak.

“Hebat sekali. Kau satu-satunya orang pertama yang kurang ajar padaku.” Marco mendekatkan bibirnya ke telinga Sunny dan berkata, “dengar, jika bibimu itu tidak kembali, kau yang akan menanggung semuanya.”

Sunny meremas tangan dengan segala amarah yang dia pendam. Kali ini dia bak tikus dalam perangkap. Dia tidak bisa kabur dari Marco. Hampir di setiap sisi rumah ada penjaga. Sunny sempat berpikir untuk apa semua orang itu berjaga di sana, sementara Marco sudah begitu menakutkan mana mungkin ada yang mau sukarela membiarkan dirinya masuk ke dalam rumah mengerikan ini.

Tepat setelah dia memikirkan itu, sebuah keributan dari bawah tangga mengusik ketegangan di antara mereka.

“Marco!” suara berat berteriak. “Jangan bersembunyi dan keluarlah.”

“Kumohon jangan ke atas. Tuan Marco sedang ada tamu,” ujar Don sembari menghalangi pria itu naik lebih jauh lagi.

Namun, usaha Don sia-sia. Tiga pria tiba-tiba muncul dan Don melihat Marco dengan penyesalan.

“Aku sudah menahan mereka, tuan. Tapi—”

Marco hanya memberikan isyarat tangan untuk membuat Don pergi.

Dia adalah Ryuse Adam dan pengikutnya Gordon dengan Marvin. Penampilan Ryuse begitu menarik perhatian, seperti biasanya. Dia memakai setelan jas berwarna burgundi yang tidak terkancing, sehingga menampakkan kulitnya yang tidak memakai kemeja atau kaus apapun. Dia membiarkan orang-orang melihat bentuk tubuhnya yang menggoda.

“Ryuse Adam!” seru Marco. “Apa yang membawamu kemari?”

“Astaga, kau ternyata sedang bersenang-senang. Kebiasaan buruk yang menjijikkan,” cemooh Ryuse. Dia berjalan menuju sofa sembari menatap Sunny yang tertunduk di sebelah Marco.

Kemudian Ryuse membuat dirinya nyaman duduk di sofa, tangan terentang, kaki terangkat satu dengan lagak pongahnya yang khas. Sementara, Gordon dan Marvin mengikuti Ryuse dan berdiri di belakang Ryuse. Mereka berdua serempak dalam posisi bersidekap yang gagah.

Melihat hal itu, Marco terkekeh. “Tukang pamer.”

“Kau tahu aku,” celetuk Ryuse. Lagi-lagi dia memperhatikan Sunny. “Dia terlalu muda untukmu. Ah, bajingan yang beruntung.”

Sunny membalas tatapan Ryuse. Pandangan mereka bersirobok. Sunny bisa melihat sinar di mata Ryuse berbeda dengan mata Marco. Tatapannya terlihat usil, namun entah mengapa itu membuat Sunny lebih nyaman seolah pria yang di hadapannya itu bukan ancaman.

Rambutnya hitam berantakan menjuntai sampai dahi, alis tebal terlihat sempurna dengan hidungnya yang tinggi. Wajah itu bukanlah wajah yang bisa dilupakan begitu saja. Entah bagaimana Ryuse begitu memikat dengan bibir tipisnya yang sedang tersenyum menggoda pada Sunny.

Alih-alih risih, Sunny justru menurunkan pandangannya ke dada terbuka pria itu. Sekejap saja rona kemerahan muncul di wajah Sunny. Pipinya terasa panas. Dulu Sunny pernah berharap dapat melihat pemandangan seperti itu. Bukan tanpa alasan, itu semua karena cerita teman-temannya yang terlalu vulgar saat membicarakan pria seksi. Dan rasa penasaran itu membuatnya malu. Konsekuensi yang menggelikan.

“Ah, dia hanya jaminan dari Joyce. Mana mungkin aku tergoda dengan yang lebih muda. Aku punya selera unik dalam pasangan. Dia terlalu polos,” ujar Marco. Dia mengambil sebatang rokok dan membakarnya. Kemudian dia menyandarkan tubuh di sofa dengan rileks. “Jadi apa maumu? Tidak mungkin kau jauh-jauh kemari hanya untuk menyapa.”

Ryuse terkekeh. “Seseorang menitipkan pesan padaku. Kelihatannya dia begitu membencimu.”

Marco terkekeh lagi.

“Dan dia membayar banyak untuk membuatmu babak belur,” sambung Ryuse antusias.

Marco tersenyum mencemooh. “Kau tidak akan bisa melakukan itu. Kalian hanya bertiga, aku jauh lebih unggul.”

“Bung, kau mengenalku. Hanya aku sendiri pun bisa menamatkan kalian. Tidak perlu membawa banyak orang hanya untuk membuatmu mampus. Kekuatan pengikutku tidak sebanding denganmu.”

“Kau terlalu meremehkan aku. Kali ini kau tidak bisa keluar hidup-hidup,” geram Marco.

Ryuse hanya memberikan seringai misterius. Dia tidak berbicara lagi, seolah menunggu momen yang tepat. Ryuse dan Marco saling pandang, tatapan cemooh, kesal, juga amarah bertemu dalam sorot mata mereka.

Tiga puluh detik berlalu dan Ryuse tiba-tiba mendorong meja dengan kakinya, cukup keras ketika mengenai kaki Marco. Ryuse segera melompat melayangkan tendangannya pada Marco, tetapi Marco menghindari tendangan yang hampir mendarat di kepalanya itu dengan gesit.

Keributan yang tiba-tiba itu membuat Sunny terkejut setengah mati. Dia segera menyingkir ke sisi yang lain, menyelamatkan nyawanya dari perkelahian Ryuse dan Marco. Seluruh rona wajahnya telah pergi, jantungnya berdetak panik.

Keributan itu memancing anak buah Marco datang. Gordon dan Marvin segera berdiri di ujung tangga, berusaha menghalangi mereka untuk naik. Gordon dan Marvin tertawa bahagia ketika melakukan pertarungan itu, seolah ini adalah hal yang mereka nantikan seumur hidup.

Di tengah ruangan, Marco memberikan tinju balasan. Pukulan itu ditangkis oleh Ryuse. Marco menjadi tidak sabaran, dia marah karena tidak bisa mengenai tubuh Ryuse. Marco melihat stik golf tepat di sebelah Sunny berada, buru-buru dia mengambil stik itu dan mengibaskannya kepada Ryuse. Untungnya Ryuse petarung yang lihai, dia berlari di tembok dan mendaratkan tendangan di kepala Marco.

Seketika Marco terjerambab di lantai. Tendangan kuat itu membuat kepalanya nyeri, telinganya berdengung, dan darah keluar dari hidungnya.

Ryuse menyeringai puas. “Paket diterima dengan aman,” cemoohnya.

“Si-siapa?” tanya Marco terbata. “Siapa orang itu?”

Marco berusaha bangkit, tapi nyeri yang menggerogotinya terlalu menyakitkan. Dia membiarkan tubuhnya terbaring di lantai.

Ryuse mendekati Marco dan berjongkok. “Ah, aku tidak bisa memberikan identitasnya. Rahasia perusahaan. Kami melindungi privasi klien.” Kemudian Ryuse mencengkram dagu Marco dan wajahnya berubah serius.

“Untuk itulah kau tidak boleh mempermainkan wanita,” sambung Ryuse lagi.

“Wanita?” Marco akhirnya paham, pelakunya pasti dari salah satu wanita-wanitanya. “Bedebah!”

Marvin mendekati Ryuse sembari menyeka darah di sudut bibir. “Kakak Ryu, kita harus pergi.”

Sementara Gordon segera mengambil gambar Marco yang babak belur.

Ryuse mendesah dan berujar dengan hati yang berat. “Sayang sekali dia hanya meminta untuk menakutimu. Kalau begitu, sampai jumpa lain kali.”

“Tunggu!” seru Sunny. “Kumohon, bawa aku bersamamu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA     33 | Kecupan terakhir

    Sunny menatap Ryuse dengan mata terbelalak ketika tangan lelaki itu mendekapnya erat. Raut wajah Sunny menggambarkan kebingungan dan ketidakpercayaan. Detak jantungnya berdegup kencang dan Sunny bersumpah bahwa napasnya seolah berhenti—memikirkan apakah yang terjadi benar-benar nyata. “Ryu, apa yang kau lakukan?” Sunny berusaha menyusun kata-kata, namun suaranya terdengar seperti bisikan lembut. “Tetaplah seperti ini sebentar,” sahut Ryuse berbisik. Tangan Ryuse mengusap lembut punggung Sunny. Ryuse tidak tahu mengapa dia harus melakukan hal konyol dan tidak tahu malu seperti ini. Tindakannya yang tiba-tiba ini bukan menunjukkan dirinya yang sebenarnya. Perbuatan romansa dan hubungan intim antara lelaki dan wanita, Ryuse tidak peduli dengan semua itu sebelumnya. Namun kehadiran Sunny merubah segalanya. Ryuse pun tidak menyadari perasaan itu. Dia hanya tahu itu adalah perasaan empatinya terhadap kisah Sunny. “Jangan salah paham,” imbuh Ryuse. “Aku melakukan ini sebagai ucapan perp

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    32 | Ryuse tidak ingin Sunny pergi

    “Namun, itu hanyalah sebuah benda,” ujar Ryuse. “Aku masih bisa membelinya. Melihatmu yang bertanggung jawab, aku akan membiarkanmu.” “Maafkan aku, Paman. Aku tidak akan mengulanginya lagi.” Ryuse memijat keningnya dan mendengus. “Jangan panggil aku paman. Aku tidak setua itu. Panggil saja aku sesukamu asal jangan sebutan yang tua.” Rury mengangguk dan tersenyum ceria. “Baik, Kakak keren.” “Kakak keren?” Ryuse menaikkan satu alis. “Tentu saja. Aku melihatmu bertarung waktu itu dan itu sangat keren,” ungkap Rury gembira. Ryuse tersenyum tipis dan menimpali dengan wajah tenang, “Itu tidak buruk. Aku suka.” Sementara Marvin tersenyum puas melihat sikap Ryuse terhadap Rury. Dia menang taruhan. Makan malam sepuasnya di Cozy resto akan menjadi hal yang paling menyenangkan untuk Marvin. Setidaknya dia terbebas dari makan roti lapis setiap harinya. Pekerjaannya yang sering menghabiskan waktu di malam hari, membuat Marvin sering mengabaikan makan malam. “Hei, aku menang. Jangan lupakan

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    31 | Mari bertaruh

    Ketika Rury pertama kali memasuki rumah mewah milik Ryuse, matanya terbuka lebar. Dia terdiam sejenak di pintu masuk, menelan ludah dengan pemandangan yang begitu mewah di hadapannya. Langit-langit tinggi, lukisan-lukisan mahal, perabotan klasik, dan hiasan-hiasan yang tersebar di seluruh ruangan. Rury bisa merasakan jawaban di ujung lidahnya, bibirnya bergerak tanpa suara saat dia mencoba untuk menggambarkan betapa takjubnya dia pada kekayaan dan keindahan rumah Ryuse. "Wow, ini... ini luar biasa," gumamnya gemetar. Rumah ini jauh lebih baik dari rumah mereka, jauh lebih nyaman. Tidak ada nyamuk yang akan mengganggu tidur mereka, atau angin laut yang merebak masuk melalui lubang dari jendela mereka. Tatapan Rury berkeliling dengan takjub, membenamkan diri dalam keelokan dan berharap dalam hatinya bahwa dia ingin mempunyai rumah sebesar ini. Itu adalah Rury di hari pertama. Namun yang terjadi sekarang di hadapannya bukanlah hal baik. Setelah tiga hari terlewati dengan bersenang-b

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    30 | Diam-diam memperhatikanmu

    Ryuse terkekeh dan memberikan tatapan pengertian. “Sansan, setiap hal yang kuberikan padamu adalah tulus. Kau jangan berpikir yang aneh-aneh,” ujar Ryuse dengan santai tanpa menyadari bahwa Sunny mungkin saja menyukainya. Sunny bergumam dalam hati saat menatap Ryuse, “Aku hanya takut berharap terlalu banyak dan aku takut melakukan kesalahan dalam membaca perasaan ini.” Dalam momen itu, dokter tiba-tiba datang dan membuat Sunny melompat dari kasur dengan tergesa-gesa. Dokter tersebut, dengan sorot penuh perhatian menilik wadah infus yang hampir habis dan berbicara dengan senyum lebar. “Selamat pagi, pak Ryuse. Bagaimana perasaanmu hari ini?” “Halo dokter. Rasanya lebih baik dari kemarin.” Dokter melakukan beberapa pemeriksaan dan melihat catatan medis, kemudian dia mengangguk puas. “Hasil pemeriksaan menunjukkan peningkatan yang baik. Saya pikir anda sudah cukup pulih untuk pulang ke rumah. Tapi tetaplah menjaga kesehatan dan lakukan kontrol rutin di rum

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    29 | Pelukan pagi yang tak terduga

    Sunny merasa malu dengan kecerobohannya sendiri yang dengan tidak sengaja mengungkapkan bahwa dia menyukai seseorang. Matanya yang bercahaya dan senyumnya yang manis kini terasa begitu berat, dihiasi oleh rasa gugup dan keraguan. Dia berlari ke kamar mandi, berdiri lama menatap wajahnya di depan cermin. Tangan Sunny menyentuh pipinya yang telah memerah, seketika dia menjadi malu dan Sunny membasuh wajahnya untuk menghilangkan rona itu dari wajahnya. Ryuse merasakan ada sesuatu tidak biasa yang terjadi pada Sunny dan pertanyaan-pertanyaan pun mulai mendominasi pikirannya. “Mengapa dia terlihat begitu tergesa? Apa aku salah bicara?” pikirnya sambil mencoba mencari jawaban. Hatinya berdebar, tak bisa menolak rasa ingin tahu yang muncul begitu saja. Tanpa dia sadari, Ryuse pun mulai penasaran dengan pria yang dikagumi oleh Sunny. Pikirannya mencoba membayangkan siapa sosok pria yang dapat membuat Sunny begitu terpana dan membuatnya ingin tahu lebih banyak tentang siapa pria itu, apa y

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    28 | Kau yang bersinar

    Luigi Kasto, seorang pimpinan dari Red Dragon, sebuah organisasi kriminal yang menyelundupkan senjata dan mengoperasikan rumah perjudian. Dia lelaki yang paling ditakuti di seluruh Rosentown. Tindakannya selalu lebih sulit dipahami, liar, dan keji. Tak seorang pun berani menentangnya. Namun, pria yang di hadapannya itu tidak pernah menunjukkan rasa takut padanya. Pria yang dulu pernah dia 'pelihara' dan dia besarkan untuk menjadi sama dengannya. Ya, pria itu selalu membangkang terhadap perkataan Luigi. Satu-satunya orang yang berani melawan Luigi, Ryuse Adam. Ryuse bukan tidak ingin membalas kebaikan Luigi terhadapnya, apa pun akan dia lakukan—tapi tidak untuk Camila. Hanya Camila. Ryuse tidak pernah memiliki perasaan romantis terhadap Camila. Dia selalu memandang Camila seperti saudara perempuan. Ryuse pernah mencoba memaksa dirinya untuk mencintai Camila, namun dia tidak berhasil melakukan itu. Demi membalas jasa Luigi, Ryuse berkali-kali mencoba membuat dirinya jatuh cinta pa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status