David merasa gelisah. Semua crew sudah bersiap di belakang panggung termasuk juga Karla. Tapi, Amelia tidak juga bisa dihubungi. Bahkan,yang membuat David kaget setengah mati saat melihat kamar Amelia dibersihkan dan room service mengatakan penghuni kamar sudah cek out . Ponsel Amelia sendiri tak bisa dihubungi sementara band pembuka sudah hampir selesai dan giliran Karla hampir tiba sementara Amelia entah berada di mana. David berjalan mondar mandir sambil sesekali meremas rambutnya sendiri dengan gemas, 'Arrgh, Amelia, kau di mana?" batin David.'
Namun tepat lima menit sebelum Karla tampil Amelia muncul dengan wajah yang tampak pucat. Tidak ada yang bertanya kenapa wajahnya pucat atau dari mana saja dirinya hingga terlambat. David memang berlari menyongsongnya namun bukan untuk bertanya tapi langsung menyerahkan mic kepada Amelia.
"Karla sudah hampir naik. Lagu pertama sama seperti kemarin," kata David. Amelia tak menjawab, ia hanya meraih mic dari tangan David dan langsung mengikuti langkah pria tinggi itu ke tempat yang khusus tersedia untuknya.
Selama tiga tahun ini, Amelia lah yang bernyanyi sementara Karla yang mendapatkan pujian dan penghargaan. Dan yang lebih menyedihkan Karla adalah kakak kandungnya sendiri. Miris sekali memang dan rasanya sangat menyakitkan bagi Amelia.
Lagu demi lagu Amelia nyanyikan dengan penuh perasaan dan penghayatan.Sampai pada saat lagu terakhir Amelia bawakan dengan begitu baik. Suaranya yang melengking tinggi membuat semua penonton bertepuk tangan dengan meriah. Bahkan sampai memberikan standing applaus. Amelia menyambar botol air mineral yang ada di dekatnya dan langsung meneguknya sampai habis.
"Kau dari mana tadi, hah?!"
Amelia menoleh dan melihat Karla sudah berdiri di dekatnya sambil memicingkan mata.
"Hanya menenangkan diri," jawab Amelia singkat.
"Dan kau pindah hotel tanpa mengabari kami, hah?! Kau pikir kau ini siapa?!" hardik Karla.
Amelia bangkit dan menatap kakaknya itu dengan tajam.
"Aku hanya pindah kamar, bukan pindah hotel. Kalian saja yang tidak menanyakan kepada resepsionis. Coba kau ulangi, kak, perkataanmu tadi. Kau bilang aku ini siapa? Kalau begitu mulai saat ini, kau bernyanyi saja sendiri!" seru Amelia dengan berani. Ia pun langsung menyambar tas nya dan langsung beranjak pergi. Sementara Karla hanya bisa melongo mendengar Amelia berani membentaknya.
Namun saat Amelia akan meninggalkan gedung ia kembali berpapasan dengan David yang langsung menarik tangannya dan menyeretnya masuk ke dalam mobil.
"Kau ini apa-apaan?! Kau sengaja ingin membuat konser ini berantakan?!" hardik David. Amelia tak menjawab dan membuang pandangannya ke arah lain.
"Amelia, apa kau mendengarkan apa yang aku katakan?" tanya David.
Amelia mendengus, "Jadi, aku masih cukup berharga untuk di nanti?" sarkas Amelia.
"Kau jangan macam-macam, Amelia. Jika tidak ada kau, bagaimana karir Karla?"
"Kau hanya peduli dengan karir Karla, peduli dengan uang. Apa kalian pernah peduli dengan aku? Perasaanku? Bagaimana dengan aku?!" pekik Amelia.
"Aku sudah mengatakan kepadamu bahwa kita akan menyelesaikan semuanya di Jakarta nanti. Tapi, kau malah berulah dan mencari gara-gara. Maumu apa sebenarnya?!"
"Cari gara-gara? Berulah? Apa konser tadi hancur berantakan? Apa tadi kau mendapatkan malu dan merugi? Tidak, kan! Aku tetap melakukan tugasku dengan baik, kan."
David terdiam, ia membenarkan perkataan Amelia.
"Aku minta maaf, Amelia. Tapi, kau seharusnya tidak berbuat seperti tadi. Bukan hanya aku yang panik. Tapi, semua orang ikut panik. Aku antar kau sampai ke kamarmu. Besok kita pulang ke Jakarta dengan pesawat pagi. Lusa kita akan bicara berdua dan akan kita selesaikan baik-baik semuanya yang sudah terjadi," kata David dengan nada suara yang sedikit melunak.
Sampai di hotel, Amelia langsung turun dari mobil dan melangkah tanpa menunggu David sehingga lelaki itu berjalan dengan cepat menyusul langkah Amelia. Ternyata, Amelia hanya pindah ke lantai 3 hotel itu. David memang tidak bertanya pada resepsionis .Ia hanya bertanya pada room boy yang membersihkan kamar bekas Amelia tidur.
Tiba di depan pintu kamarnya Amelia benar-benar tidak memberikan David kesempatan untuk bicara. Ia segera masuk dan menutup pintu kamarnya membuat David hanya bisa menatap pintu yang tertutup seperti orang bodoh.
***
Rombongan David dan Karla tiba dari Menado pukul 10 pagi. Supir pribadi David yang menjemput. Para crew seperti biasa menggunakan mini bus khusus milik perusahaan sementara Amelia dan Karla ikut bersama David.
David langsung mengantarkan Karla dan Amelia ke apartemen mereka. Keduanya tinggal di gedung apartemen yang sama hanya saja berbeda lantai. Tadinya Amelia tinggal bersama Karla. Namun semenjak David dan Karla berhubungan Amelia pindah satu lantai atas permintaan David. Amelia tidak pernah menolak apapun keinginan David. Karena cinta,semua atas nama cinta. Dan kejadian di hotel kemarin sudah sangat membuat Amelia sakit hati.
Amelia langsung menuju ke lantai 5 di mana ia tinggal dan segera masuk ke dalam apartemennya. Gadis itu meletakkan koper berisi pakaiannya begitu saja di sudut ruangan. Sementara dirinya sendiri langsung berbaring di sofa. Amelia paling suka bersantai di sofa sambil menonton televisi. Gadis itu menarik napas panjang berulang kali. Ia sedang berusaha untuk melupakan apa yang telah terjadi. Ia memang menjaga kesucian dan kehormatannya untuk David tapi ia ingin mempersembahkannya dengan cara yang benar. Bukan dengan cara seperti yang kemari sudah terjadi di antara mereka berdua.
Tengah asik dalam lamunannya bel pintu tiba-tiba saja berbunyi. Dengansedikit enggan Amelia pun bangkit dan membuka pintu. Ternyata David sudah berdiri di depan pintu.
"Aku boleh masuk?" tanyanya. Amelia mengendikkan bahunya.
"Aku mengatakan tidak boleh pun kau akan tetap masuk,kan? Jadi untuk apa kau bertanya lagi," jawabnya dengan nada suara yang datar.
Amelia pun langsung melangkah kembali ke sofa diikuti oleh David. Mereka duduk saling berhadapan.
"Mel,aku tau apa yang sudah terjadi kemarin adalah kesalahanku. Aku minta maaf. Aku tau seribu kata maaf tidak akan cukup untuk meyebuhkan luka dan sakit hatimu.Tapi aku tidak bisa jika aku harus menikahimu. Kau sendiri tau kalau aku dan Karla akan menikah dan kami saling mencintai."
"Jadi? Bagaimana caramu untuk bertanggung jawab?"
David menarik napas panjang lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Amelia hanya bisa menarik napas panjang saat melihat apa yang dikeluarkan oleh David. Ah, ternyata tidak ada artinya sama sekali dia di mata David. Lelaki itu memang benar-benar menghargai semua dengan uang. Bagi David semua bisa dibeli dengan mudah.
"Mel, aku tau bahwa keperawananmu tidak bisa dibeli. Tapi sungguh malam itu aku mabuk dan tidak ingat. Cek ini nilainya tiga ratus juta. Kau bisa pergi ke luar negeri untuk melakukan operasi selaput dara. Hanya kita berdua saja yang tau kejadian ini. Kita lupakan dan anggap saja kejadian malam itu tidak pernah terjadi."
'Siapa ayah bayi itu,' batin David sambil melihat Karla yang sibuk dengan membongkar barang-barang milik Amelia. Tidak ada yang tersisa satupun selain meninggalkan tanda tanya besar."Dia tidak meninggalkan pesan sama sekali, David. Bagaimana ini?" tanya Karla."Apanya yang bagaimana? Jangan kau kira aku tidak pusing. Minggu depan kau harus mengadakan show dan pihak penyelenggara tidak pernah mau penyanyi lipsing. Satu-satunya cara kau harus berlatih selama seminggu ini dengan keras!""Suaraku tidak cukup tinggi, bagaimana bisa aku menyaingi suara Amelia?!" pekik Karla putus asa."Lalu, kau mau aku bagaimana? Mencari pengganti Amelia? Belum ada yang memikili karakter suara yang seperti Amelia," sahut David kesal. Lelaki itu pun segera meninggalkan Karla keluar dari kamar Amelia. Dia harus mengecek keberadaan Amelia. Gadis itu tidak bisa pergi begitu saja, bagaimanapun Amelia adalah asset berharga miliknya. David tau betul itu, dan saat ini ia benar-benar kalut. Semua gara-gara alk
Amelia sudah benar- benar bertekad bulat dan pergi untuk memulai semuanya dari awal. Yang paling penting baginya sekarang adalah menata hati dan kehidupannya. Ia memilih kota Seoul, Korea selatan sebagai tempatnya untuk melarikan diri dan pergi dari semuanya. Beruntung bagi Amelia salah seorang sahabar terbaiknya yang dulu bekerja sebagai penyanyi latar untuk Karla juga sekarang berada di kota itu. Amelia sudah menelepon dan menceritakan segalanya. Tasya, sahabatnya tentu saja tidak keberatan Amelia datang,bahkan ia berjanji akan membantu Amelia mendapatkan pekerjaan juga di Korea nanti. Semua barang-barang milik Amelia sudah siap, ia menatap kamar apartemennya sekali lagi,ah bukan miliknya, apartemen ini milik David yang diberikan kepadanya sebagai fasilitas bekerja. Amelia tidak memiliki apa-apa lagi. Satu-satunya keluarga yang ia miliki hanyalah Karla. Akan tetapi, bagi Karla sendiri mungkin dirinya tiada arti sama sekali. Apalah Amelia di mata Karla, hanya adik yang merepotkan
"Anggap saja kejadian malam itu tidak pernah terjadi," kata David sambil meletakkan cek itu di atas meja. Ia menatap Amelia, ia melihat air mata mulai menetes di kedua netra indah Amelia. Tapi,gadis itu tampak sangat tenang,berbeda dengan reaksi yang ia berikan saat pertama kali.Amelia hanya menatap David yang duduk di hadapannya dengan perasaan campur aduk. Ia menyadari satu hal, dalam hati David tidak ada cinta sama sekali. Semua yang terjadi hanyalah kesalahan. Takdir yang sudah mempermainkan mereka.Perlahan, Amelia menghapus air matanya. Ia menarik napas panjang dan kemudian mengembuskannya perlahan."Pulanglah."David menautkan alis matanya sambil menatap Amelia dengan bingung."Maksudmu?""Apa perkataanku kurang jelas? Kau sendiri yang mengatakan tadi. Anggap saja kejadian malam itu tidak pernah terjadi. Baiklah, aku akan menurutimu, anggap saja tidak pernah terjadi apa-apa di antara kita berdua. Sekarang ,pulanglah," kata Amelia dengan nada datar. David kembali merasa serba s
David merasa gelisah. Semua crew sudah bersiap di belakang panggung termasuk juga Karla. Tapi, Amelia tidak juga bisa dihubungi. Bahkan,yang membuat David kaget setengah mati saat melihat kamar Amelia dibersihkan dan room service mengatakan penghuni kamar sudah cek out . Ponsel Amelia sendiri tak bisa dihubungi sementara band pembuka sudah hampir selesai dan giliran Karla hampir tiba sementara Amelia entah berada di mana. David berjalan mondar mandir sambil sesekali meremas rambutnya sendiri dengan gemas, 'Arrgh, Amelia, kau di mana?" batin David.' Namun tepat lima menit sebelum Karla tampil Amelia muncul dengan wajah yang tampak pucat. Tidak ada yang bertanya kenapa wajahnya pucat atau dari mana saja dirinya hingga terlambat. David memang berlari menyongsongnya namun bukan untuk bertanya tapi langsung menyerahkan mic kepada Amelia."Karla sudah hampir naik. Lagu pertama sama seperti kemarin," kata David. Amelia tak menjawab, ia hanya meraih mic dari tangan David dan langsung
"Kenapa kau bisa tidur di kamar ini?!" seru David saat melihat seorang gadis bertubuh gemuk tidur di sampingnya. Sementara gadis yang sedang tertidur itupun langsung terbangun saat mendengar teriakan David. Sama dengan reaksi David ,gadis itupun berteriak histeris. Apa lagi saat ia menarik selimut ternyata tubuhnya dalam kondisi polos tanpa sehelai benangpun. Lebih kaget lagi saat ia melihat ada noda darah di sprei hotel yang berwarna putih itu. "Kau sudah tidak wras Amelia?!"hardik David sambil buru-buru mengenakan pakaiannya yang berserakan di lantai."Kenapa jadi aku?!Ini kamarku,David!" seru Amelia. David mengerutkan dahinya,namun ia segera melangkah untuk memastikan. Dan saat ia melihat nomor kamar itu,Amelia benar. Dialah yang salah masuk kamar."Kau kan yang salah!" seru Amelia saat David kembali ke hadapannya. Gadis itu tergugu,ia tak kuasa menahan sesak di dadanya saat ini. Bagaimana bisa keperawanan yang selama ini ia jaga bisa hilang begitu saja.Bahkan ia sendiri