"sementara kamu tinggal disini dulu aja, sampe mama kamu udah nggak marah lagi" ujar Nayra
"tapi inget, kamu harus kasih tau mamamu biar nggak makin salah paham. Kemanapun kamu pergi, bagaimanapun sikap mamamu dia tetap harus dikasih tau kabarmu walau dia cuek" Ibu Nayra menasehatiDini mengangguk sambil menyeruput teh yang dihidangkan.*****Pulang sekolah Dini tak ke rumah Nayra, Ilma maupun Mei. Dia menghilang dari pengawasan teman-temannya."ayah, butuh uang Din" ucap seorang lelaki paruh baya"ayah butuh uang buat apalagi sih? ayah udah punya keluarga lagi harusnya ayah kerja dong buat keluarga ayah. Masa iya Dini terua yang ngasih uang buat ayah" jawab Dini"Din, cari kerja itu susah Din. Nggak segampang yang kamu pikir" sangkal sang ayah"itu salah ayah, kalo aja ayah nggak selingkuh. Usaha ayah nggak bakal bangkrut" Dini mulai geram"kamu sekarang jadi kurang ajar ya""kan anak me"kamu ngapain ngelamun di teras malem-malem Din?" tanya sang mertua mengagetkan Dini"foto siapa itu?" tanya ibu RaditDiambilnya sebuah ponsel yang sedang dipegang Dini. Foto lawas masa remaja Dini bersama teman-temannya. Wanita itu menghela nafas."kamu rindu sama mereka ya? kamu pasti ngrasa salah, ngrasa pengin akrab lagi tapi itu sangat sulit"Dini tak menjawab, tangannya mengelap pipinya yang sudah basah berlinang air mata. Ia tak berfikir jika sikap irinya dimasa lalu dia tuai saat ini."yang sudah ya sudah, sekarang kamu hanya perlu perbaiki diri. Dan mama harap maklum jika sikap Radit akhir-akhir ini sangat kasar"Dini mengangguk.******Dini masuk kamar dengan Radit yang sibuk menatap laptopnya. Sepertinya banyak pekerjaan yang harus diselesaikan malam ini. Maklum saja, semenjak Dini ketahuan hamil ia memilih keluar dari tempatnya bekerja jadi pekerjaan yang seharusnya ia lakukan dilimpahkan ke karyawan lai
"tolong yang tidak berkepentingan untuk keluar dulu" ucap seorang perawatMas Deni memundurkan badannya yang semula ada di pintu masuk ruang rawat Tiara. horden ruangan segera ditutup, nyaris tak ada celah untuk mengintip."ada apa mas?" tanyaku yang baru saja sampai"tadi badan Tiara tiba-tiba panas, terus aku panggil perawat, tapi ..." aku mengusap pundaknya, aku tau dia tak bisa menjelaskan apa yang sedang terjadi apada putrinya. "Tiara anak kuat, dia akan kuat" lirikuSebenarnya aku sendiri tengah sibuk dengan pikiran terburuk yang aku ciptakan. Bagaimana tidak? melihat para petugas medis yang sebegitu panik pastilah sebagai orang awam aku berpikir sesuatu bahaya terjadi pada Tiara."Assalamu'alaikum Mei, kamu cepet kesini ya sama Rifki" kataku lewat sambungan telephon.Mereka mengiyakan saja apa permintaanku. Aku takut kalau-kalau sesuatu terjadi, setidaknya ada mereka disini.Lima
"Tiara semakin kritis" lirih mas Deni dengan kepala tertundukwajahnya sangat lesu, nyaris tak ada raut semangat tampak. Kami semua terdiam, tak tau jawaban apa yang harus kami keluarkan untuk menghiburnya.Dia duduk disampingku dengan kepala menunduk disangga oleh kedua tangannya. Kami larut dalam pikiran masing masing sambil berharap akan ada kabar baik selanjutnya.****"aku pulang, bu"aku menutup pintu, tak kulihat siapapun diruang tamu. mungkin ibu dan bu dhe sedang istirahat. Ku tengok kamar ibu, tampak ibu tengah sholat. Kucari cari bu dhe diruang tengah. Beliau sedang duduk memandangi jendela."bu dhe sedang apa?" tanyakuBeliau tersentak kaget, ternyata ia tengah asik dalam lamunannya sampai tak menyadari kedatanganku."kamu sudah pulang Nay? gimana keadaan Tiara?"Aku tau pertanyaan itu yang akan muncul saat pertama kali bertemu. Aku kelu untuk mengatakan keadaan sebenarnya. Tapi, memang seha
Aku sampai rumah sakit tepat saat hujan mulai turun. Sangat lebat dan tiba-tiba. Aku menyiprat-nyipratkan ujung kardiganku yang sedikit basah.Langkahku kupercepat, dengan menenteng dokumen yang dibutuhkan mas Radit untuk perawatan Tiara."dimana mereka, kenapa disini nggak ada?" Aku menoleh kanan kiri berharap Mas Deni, Mei ataupun mereka ada di sekitarku. Tapi nihil, tak satupun dari mereka yang kujumpai.Kuputuskan saja untuk melihat kondisi Tiara dari balik Jendela dengan tirai sedikit membuka, cukup untuk mengintipnya."kok nggak ada? Tiara nggak di incubatornya? oh mungkin ada di ruang rawat inap. Baguslah berarti dia sudah membaik" gumamkuAku berjalan dengan raut ceria, langkahku semakin cepat karena ingin segera menemui Tiara."maaf mbak, mau menjenguk siapa?" tanya seorang perawat laki-laki"saya mau liat keadaan dede Tiara, mas" jawabku semangat"Tapi disini hanya ada tiga bayi dan semuanya
Aku masih tak berani melihat Tiara. Tubuhku mematung diantara lorong rumah sakit. Tatapku kosong tak tau apa yang harus aku lihat, telingaku seketika tak mau mendengar apapun yang harus aku dengar. Hanya mataku yang saat itu bekerja mengeluarkan buliran-buliran air. "kamu mau mandiin Tiara?" tanya Mei sangat pelanAku tak ingin merespon, karena memang aku tak tau apa yang akan aku lakukan. "maafin aku il" bisikkuMei memelukku, perlahan mengajakku bangkit dan mengajakku menemui mas Deni. Kakiku sangat berat, tapi ada dorongan hebat yang seakan membawaku ke sana.Aku sudah sampai pada ruangan dimana Tiara brrada. Mas Deni menoleh ke arahku, sorot katanya sangat layu. Nyaris tak ada semangat secuilpun."sini" isyaratnyaSeorang ibu paruh baya menuntun tanganku agar menutup kain putih pada tubuh mungil Tiara.Ya Alloh, kehilangan ini lebih menyakitkan dari penghianatan yang dilakukan mas Radit. Ini sangat jauh me
"sebelum terlanjur, lebih baik kamu urungkan pernikahanmu dengan Deni" jawabnyaAku malas menjawab ucapannya, aku memilih memalingkan wajahku memandang arah jendela."jika diteruskan pasti akan ada masalah lain lagi" imbuhnyaAku masih tak bisa mencerna apa yang diucapkan ibu paruh baya ini. Ia mudah sekali mengambil opini tanpa memikirkan perasaan orang lain. "Maksud tante apa? saya rasa itu tidak ada hubungannya. Semuanya itu takdir, kita hanya perlu bersabar" ucapku"bersabar atas resiko dari keputusanmu Nay?" ledeknyaMungkin ia sangat menyesal aku batal menjadi menantunya, Pikiranku merasa menang jika melihat sikap ibu mas Radit. Tapi apapun, tak akan merubah keputusanku agar kembali pada anaknya."tante, sebelumnya saya minta maaf jika ucapan saya akan menyinggung. Tapi, sepertinya perbincangan kita sangat tidak tepat dengan situasi saat ini" lanjutkuAku menghela nafas pelan, menahan emosi sebisaku agar tak meledak saat itu juga."justru tante hanya mengingatkan" belanya"maka
Sudah tiga hari kepergian Tiara, dan kelelahanku sudah pada puncaknya. Aku lelah mencari keberadaan mas Deni, semua rumah kerabat sudah kutemui berharap ada mas Deni disana. Bahkan ibuku harus menginap dirumah Ilma agar menemani bu dhe."Kemana lagi kita Nay?" tanya HendiMemang dia yang selalu setia menemaniku kemanapun tujuanku. "aku nyerah Hen" Kalimatku terucap bersama airmata, keputusasaanku sudah tak bisa kututupi lagi. Banyak yang ingin aku tanyakan. Perihal mengapa ia menghilang, tentang rencana pernikahan kita yang sudah semakin dekat, dan banyak teka teki yang harus dia jelaskan."lemah!" ucap Hendi seketika"kemana Nayra yang kukenal? yang gigih?" imbuhnya"ini sudah hari ketiga Hen, tapi keberadaan mas Deni belum juga ditemukan. Aku mesti nyari kemana lagi? aku nggak tega liat bu dhe, Hen" isakku"kita pulang Hen" rengekkuHendi bangkit dari duduknya, menyalakan motor dan memakaikan helm untukku.Kami sekali lagi mengelilingi jalanan, tapi nihil. Tak ada tanda keberadaan
Jalanan dengan bebatuan yang tertata rapi, tepat dikanan kiri terdapat hamparan sawah luas. Semilir tiupan angin menambah segar suasana. Tapi tak lantas terasa dingin di badanku. Dadaku berdetak tak beraturan, pikiranku tak lantas menikmati pemandangan. "Masih jauh Mei? udah empat jam lebih perjalanan loh" tegurkuMei menghentikan motornya, memeriksa GPS di ponselnya."harusnya sih nggak lama lagi Nay, sabar ya" pintanya Aku mengangguk, kami kembali melanjutkan perjalanan."Permisi bu, numpang tanya desa kali wangi dimana ya?" tanya Mei pada beberapa ibu-ibu yang tengah beristirahat di pinggir jalan tepat samping sawah"lurus aja mbak, nanti ada gapura desa kali wangi" Jawab ramah salah satu ibu"makasih ya bu, permisi"Kami kembali melaju, benar saja tak lama ada gapura dari bambu bertuliskan selamat datang di desa Kali wangi. "Kenapa Mei?" tanyaku melihat Mei kebingungan"hehe nggak ada sinyal disini Nay, GPSnya nggak bisa dipake" Mei nyengir"tapi kita bisa tanya rumah bapak Na