Gaia hanya menyambut dengan senyum tipis, senyum yang penuh sindiran. Tatapannya dingin, seolah Xinxin tidak lebih dari sekadar anak kecil yang terus menerus mencari perhatian dengan cara yang menyebalkan.Gaia menyambut dengan senyuman tipis, bentuk sebuah sindiran. Tatapannya begitu dingin, seolah Xinxin hanya sekadar anak kecil yang terus mencari perhatian. Tanpa mereka sadari, Xavier, Lisha, dan Silvana telah berdiri menyaksikan semuanya dalam diam.Gaia menatap Xinxin dengan sorot mata penuh ejekan. "Meminta?" ucapnya pelan, suaranya sarat akan sarkasme.Ia melangkah sedikit mendekat, memperjelas posisinya. "Dengar baik-baik, Xinxin.aku gak akan mengulangi ucapanku lagi." "Xavier itu pria dewasa, dia punya pemikiran sendiri. Bahkan jika aku memohon sekalipun, kalau sesuatu itu tidak masuk logika, dia tidak akan melakukannya. Apalagi ini soal harta. Aku memang istrinya, tapi aku tidak pernah—dan tidak akan pernah—meminta dia memberikan hartanya kepadaku hanya karena aku..."Ia
Suasana ruangan ini semakin dipenuhi ketegangan, mata Li Jian-Long memerah akibat murka. Tangannya masih tertahan di udara sebelum ia menarik kembali dan mengepal begitu kuat. "Kurang aja!" geram lelaki tersebut. Jika di kartun mungkin mata Jian-Long mengeluarkan sebuah laser menuju Gaia. Sedangkan istri Xavier ini menutup wajahnya karena terkejut, tatapan lelaki itu seperti hendak menguliti hidup-hidup menantunya. "Jadi kamu menyebarkan kebohongan di luar! Berani banget kamu mempermalukan keluargaku dengan omong kosongmu yang membawa bencana untuk kami," sentak Li Jian-Long. Gaia segera menoleh mendengar ucapan sang mertua, dia menatap dengan tatapan sedikit kesal. Melihat hal ini Li Jian-Long semakin tersulut emosi, Lisha segera menyentak apa yang dilakukan istri Xavier. "Berani kamu melihat begitu sama mertuamu! Gak sopan banget," omel Lisha. Xinxin dan Silvana saling bertukar pandangan, senyuman sinis terukir di wajah mereka. Istri Jian-Long, yang sedari tadi diam, kini meny
Xavier keluar dari bilik mandi, lelaki itu langsung mendongak kala mencium aroma menyengat parfum, begitu tajam sampai menusuk hidung. Ia menyipitkan mata saat mendapati Lisha di hadapannya dengan pakaian yang sedikit terbuka, memperlihatkan belahan dada begitu jelas membuat dia segera memalingkan wajah. Senyuman menggoda langsung Lisha layangkan, wanita itu mendekat membuat Xavier melangkah mundur."Vier, kenapa kamu mundur?" tanya wanita itu dengan nada manja."Apa kamu memikirkan pikiran lain saat kita hanya berduaan begini," lanjutnya.Lelaki itu langsung menatap tajam Lisha, ia menghentikkan langkah mundur membuat kini dia berhadapan begitu dekat dengan wanita yang menyukainya. Mendapati pandangan demikian, perempuan bermarga Bai ini segera terkekeh."Hhaahaha, aku hanya bercanda, Vier. Ini, aku cuma mau beri kamu minum ini, tadi aku sekalian buat," lontar perempuan tersebut.Wanita itu mengangkat secangkir teh hijau khas Hangzhou yang populer karena rasa segar dan sedikit manis
Mata Lisha membulat sempurna, tubuh menegang mendengar perkataan tajam Gaia, ia segera melangkah, tangan terangkat hendak melayangkan tamparan ke wajah Gaia, namun belum sempat mendarat di pipi istri Xavier. Lelaki itu dengan sigap menahan dengan mencekal pergelangan tangan wanita bermarga Bai. Gaia menyeringai, senyuman mengejek nampak di bibir, menikmati keterkejutan lawannya akibat reaksi spontan Xavier."Kendalikan dirimu! kalau enggak aku gak bakal mandang kamu wanita dan bakal menyakitimu kalau kamu berani-beraninya mau menyakiti istriku lagi," ucap Xavier dingin.Tatapan lelaki itu begitu menusuk, membuat Lisha memilih segera menarik lengan yang dicekal pria tersebut."Sakit Vier, kamu berani menyakitiku yang membantumu. Malah membela wanita yang gak membantumu sama sekali," seru Lisha kesal."Dimana sih otakmu, Vier! Dia hanya memanfaatkanmu, dia hanya seorang jalang, dia ...."Ucapannya terhenti kala sebuah tangan melayang menampar pipinya, dia segera memegang wajah yang ter
Istri Xavier ini memandang Xinxin dengan ekspresi datar kala mendengar perkataan wanita tersebut. Ia terlihat menghela napas sambil memutarkan bola mata dengan malas."Aku?" Gaia mengangkat alisnya. "Kamu pikir aku punya waktu buat mengusir orang yang gak penting?"Xinxin mengepalkan tangan, wajahnya memerah karena emosi. "Jangan pura-pura gak tahu! Kak Lisha pasti pergi karena kamu! Kak Xavier juga ikut mengusirnya, kan?"Sebelum Gaia sempat membuka mulutnya, suara berat Xavier terdengar."Xinxin, cukup."Xavier meletakkan sendoknya dan menatap adiknya dengan tajam. "Lisha pergi karena dia sendiri yang memilih pergi, bukan karena Gaia atau aku."Silvana mendengus sinis. "Benarkah? Lalu kenapa dia sampai pergi tanpa pamit?"Gaia tersenyum tipis, ekspresinya penuh ejekan. "Kalau dia pergi, mungkin karena dia sadar gak ada tempat buatnya di sini."Xinxin mendengar perkataan Gaia semakin meradang. "Kak Lisha jauh lebih baik daripada kamu! Dia selalu membantu keluarga ini, berbeda dengan
Li Jian-Long menatap putranya dengan tajam, merasa tidak terima karena Xavier berani membantahnya di depan keluarga."Xavier, kau tahu apa yang sedang kau katakan?" suaranya rendah, tetapi penuh tekanan."Aku tahu," jawab Xavier tanpa ragu. "Dan aku tidak akan membiarkan siapa pun memperlakukan istriku seolah-olah dia beban keluarga ini."Silvana menghela napas dramatis. "Astagfirullah, lihat apa yang sudah kau lakukan, Gaia! Xavier bahkan mulai menentang ayahnya sendiri cuma karena kamu," sungut wanita tersebut.Xinxin menimpali dengan suara tajam, "Kak Lisha gak akan membuat Kak Xavier membangkang seperti ini!"Gaia yang sedari tadi diam hanya menyeringai tipis, lalu menatap mereka dengan tatapan penuh ketenangan tidak terusik sedikitpun."Kalian selalu menyalahkanku seolah aku penyebab semua masalah, tapi lucunya, masalah yang kalian hadapi justru bukan karena aku," Gaia melangkah dan menaruh hidangan ke atas meja. "Perusahaan bermasalah? Itu bukan salahku. Kalian butuh bantuan Tua
Xavier diam sejenak sebelum mengangguk. "Terimakasih, Sayang. Kamu selalu ada disisiku walaupun selalu ...."Gaia meletakkan jari telunjuknya ke bibir sang suami, membuat lelaki itu langsung berhenti berbicara."Sudahlah, kita gak perlu membicarakan yang membuat suasana hati kita memburuk. Mendingan ayo kita sarapan, aku buat banyak mereka malah pergi, nanti aku bawa ke rumah Mama, Papa aja ya," lontar Gaia.Xavier mengerutkan dahi mendengar perkataan sang istri, melihat kebingungan suaminya. Gaia mengulum senyum lalu menjelaskan kalau dia masih cuti dari perusahaan membuat lelaki tersebut menganggukkan kepala dan mereka sarapan bersama sambil disertai canda tawa dan keromantisan saling menyuapi. Sedangkan di kediaman bermarga Bai, putri keluarga ini tengah merencanakan sesuatu, seringai muncul di bibirnya."Kalau aku gak bisa mendapatkan Xavier dengan cara merayunya, aku bakal membuatmu menghilang agar Xavier melupakanmu," ucap Lisha penuh penekanan.Dia duduk di kursi panjang dengan
Dengan langkah cepat Xavier bergegas keluar dari ruangan dan pergi menuju keberadaan sang istri dan pria yang mereka sulit rekrut untuk menyelesaikan masalahan terjadi diperusahaan. Beberapa orang mengikuti atasan mereka, sama terkejut mendengar nama 'Damian' disebut apalagi membawa adalah Gaia. Kala membuka pintu ruangan tersebut, mereka mendapatkan Gaia yang berdiri di samping lelaki yang tengah duduk. Damian terlihat baru saja menyelesaikan pekerjaannya, ia mengembuskan napas kasar lalu memandang istri Xavier. Komputer menampilkan data perusahaan telah diperbaiki, sang asisten pemilik perusahaan ini begitu takjub melihat hasil di depan mata. "Gila! Masalahnya selesai cuma dengan beberapa menit aja, pantes disebut master," ucapnya pelan. Xavier langsung melirik sang asisten yang membuat lelaki tersebut menundukkan kepala. Keduanya tidak menyadari kedatangan mereka karena fokus ke layar, saat mendengar suara seseorang Gaia lekas menoleh ia segera mengulas senyuman dan mendekati
Semua langsung heran mendengar perkataan Gaia, beberapa dari mereka memandang Xinxin yang menundukkan kepala. Wajah gadis itu berkeringat dingin, bahkan beberapa kali melangkah mundur. "Maksudmu apaan, jangan bercanda dong," lontar salah satu teman Xinxin. Gaia memiringkan kepala, dia memandang wajah gadis yang berbicara tadi. "Aku gak pernah bercanda, ahh ... lebih tepatnya aku gak bercanda, lagian ... bukannya Xinxin tidak pernah mengakuiku sebagai kakak ipar kan. Bukannya kamu hanya mengakui Bai Lisha," balas Gaia sinis. "Mana mungkin Kakak! Dia seorang narapidana," jawab Xinxin cepat. "Cuma kakak yang pantas jadi kakak iparku." Perempuan itu menaikkan alisnya saat mendengar ucapan Xinxin, dia kini bersidekap dan memandang sinis sang adik ipar. "Benarkan? Tapi ... aku sudah gak menganggapmu adik iparku lagi." "Jangan banyak tingkah! Apa kamu begitu cepat melupakan masa lalu yang terjadi? Tapi aku begitu ketara, begitu jelas mengingat. Aku gak akan memaafkan kalian,"
Seminggu sudah berlalu, Gaia disibukkan mengurus perusahaan semenjak acara pengenalannya. Apalagi kini ia menjabat dengan secara terang-terangan menjadi pemilik tempat tersebut. Saat mengetahui perempuan itu putri Arka, beberapa orang di kantor yang menindas meminta pengampunan. Aura Arka sesekali terasa dalam diri anak pertamanya membuat semua orang merasa hawa mencengkram. "Suamimu mengirimkan makan siang, dan ... Bunga ini, dia begitu perhatian," seru calon istri Jiang. Wanita itu berkata demikian saat memasuki ruangan Gaia, membuat perempuan tersebut mendongak memandangnya lalu mengulas senyum. Suara notifikasi pesan terdengar dari ponsel pemilik perusahaan ini, membuat sang empu lekas mengambil benda pipih keluaran terbaru di atas meja kerja. "Apakah dari suamimu?" tanya wanita tersebut. Alis wanita itu terangkat kala bertanya demikian, membuat Gaia tidak bisa menyembunyikan roda merah di pipi, bahkan senyuman begitu lebar. "Apaan sih!" balas Gaia dengan cepat. "Ini,
Sesampai di rumah sakit Gaia langsung ditangani oleh dokter, Xavier memesan ruangan very important person. Selesai diobati wanita itu segera di make over oleh perias dan telah berganti pakaian yang dibawa oleh Damian. Kini perempuan tersebut tampil cantik, walaupun ada beberapa goresan tidak bisa ditutupi. "Ayo pergi! Ini sudah terlalu lama," ajak Gaia. Perempuan itu muncul dari balik pintu, membuat tiga pria yang menunggu menoleh. Mereka langsung terpesona melihat penampilan sang perempuan, Xavier melihat hal ini cemburu dan lekas mendekat lalu menyentuh jemari sang istri. "Kamu sangat cantik, istriku," kata Xavier menekan kata istriku. Senyuman terukir di bibir wanita tersebut, Gaia menggerakkan kepala tanda mengajak mereka pergi. Kini semua mengikuti kendaraan Xavier melaju, lelaki berstatus suami perempuan itu sesekali menoleh. "Sayang, kamu kan gak punya undangan. Aku takut kamu dipermalukan," ungkap lelaki itu jujur. Mendengar kata sang suami Gaia membalas dengan senyuman
Langit semakin gelap, tidak ada penerang sama sekali disana. Bulan dan bintang menghilang, seperti ikut mencari keberadaan Gaia. Tiga kendaraan melaju begitu kencang, satu tujuan mereka yaitu gedung terbengkalai. Xavier, Leonard dan Damian masing-masing mengendarai mobil sendiri, wajah ketiganya penuh akan ketegangan dan amarah. Xavier berada di barisan terdepan, tangan mencengkeram kemudi dengan erat, napas memburu. Pikirannya dipenuhi kecemasan tentang Gaia. "Bertahanlah, sayang. Aku akan segera datang." Di belakangnya, Leonard menekan pedal gas lebih dalam, mata lelaki ini begitu tajam memperhatikan jalur di depannya. Tangan menggenggam pistol yang sudah dipersiapkan di dasbor mobil. "Jika mereka menyentuhnya lebih dari yang seharusnya, aku tidak akan memberi mereka ampun," gumamnya dalam hati. Damian, yang berada di posisi terakhir, dia membenarkan airpods di telinga. "Aku akan menyisir bagian belakang gedung. Pastikan tidak ada yang lolos." "Mengerti," jawab Xavier singkat.
Di sisi lain, gedung terbengkalai Gaia mulai sadar. Kepalanya terasa berat, tubuhnya lemas akibat zat yang dihirup. Ia berusaha menggerakkan tangan dan kaki, namun mendapati keduanya terikat erat. "Kamu cepat juga sadarnya." suara dingin seorang pria terdengar dari sisi gelap kendaraan. Gaia menatap ke arah suara itu, meski pandangannya masih buram. Napas terengah, tetapi ia berusaha tetap tenang. "Siapa kalian? Apa yang kalian inginkan?" tanyanya, suara wanita itu terdengar serak. Pria itu mendekat, wajahnya masih tertutup masker, sorot mata penuh ancaman. "Kau akan segera tahu," ucapnya singkat, lalu kembali duduk dengan santai seakan mereka sedang tidak melakukan kejahatan. "Salahkan dirimu yang menyinggung orang-orang besar," lanjut salah satu dari mereka. Sementara itu, di lokasi acara, Mona hampir jatuh pingsan setelah mendengar kabar dari seseorang bahwa supir taksi yang membawa Gaia ditemukan dalam keadaan babak belur di pinggir jalan. Arka segera menangkap istrinya,
Gaia langsung memamerkan senyuman pada sang suami, sedangkan Xavier mendengkus. Lelaki itu segera berdiri dan diijuti istrinya, tatapan pria tersebut masih begitu tajam. "Kamu ini, awas aja! Kalau aja aku gak ada acara, kamu udah aku buat gak bisa bangun dari kasur," ucap Xavier dengan nada kesal. "Udah jam segini, aku pamit ya. Coba kalau masih ada waktu, aku bisa mengantarmu," lontar lelaki itu sambil mengembuskan napas. Wanita berstatus istrinya segera menepuk bahu lelaki tersebut, membuat sang empu memandangnya kembali saat dia tengah merapikan pakaian. "Kamu tenang aja, aku udah pesan taksi kok," balas Gaia dengan nada santai. Xavier yang hendak protes mengembuskan napas, ia akhirnya memilih menganggukkan kepala. "Aku pergi dulu, nanti pulangnya aku jemput." Setelah perpisahan singkat, Xavier akhirnya langsung pergi ke acara tersebut. Sementara itu, Gaia bersiap-siap dengan mengenakan gaun rancangan desainer terkenal. Gaun itu memeluk tubuhnya dengan sempurna
Gaia menghela napas, lalu menatap suaminya dengan ekspresi datar. "Memangnya ada wanita yang lebih cantik dariku?" tanyanya santai, namun sorot matanya tak berpaling menatap sang suami. Xavier mengaruk kepala yang tidak terasa gatal lalu terkekeh pelan dan tangannya segera melingkar ke pinggang sang istri. "Benar juga. Mana ada yang bisa menyaingimu dihatiku," ujarnya seraya mengecup kening Gaia. Gaia langsung memalingkan wajah merasa tersipu dengan balasan sang suami, sedangkan Xavier mengulas senyuman begitu bahagia melihat riak muka kekasihnya. Suara notifikasi pesan terdengar membuat keduanya menoleh lalu saat tau handphone dia yang bersuara, wanita ini meminta Xavier melepaskan pelukkan dan ia mengambil ponsel dan membaca dua pesan dari pria lain. [Shasha kamu sudah pergi belum? Aku jemput ya.] - Leonard [He! Kamu belum menepati janji meneraktirku, sebelum pergi ke acara ayo taktir aku. Sekalian nanti aku antar kamu ke acara, sekarang aku jemput ya!] - Damian. Xavier ya
Waktu berputar begitu cepat, Xavier masih terlelap diranjang istrinya, Gaia yang menatap lelaki ini hanya mengulas senyuman tipis. Ia menoleh ke pintu kala memdengar suara ketukkan terdengar, ia lekas turun dan membuka pintu. "Sayang, sebentar lagi acara mulai, Mama sama Papa harus segera ke sana," jelas Mona. "Terus kamu gimana? apa mau ikut kami atau menunggu suamimu ...." Ucapan Mona terhenti kala mendengar sang putri langsung menyela. Perempuan ini menyentuh lengan wanita yang melahirkan dan menepuk pelan. "Mama tenang aja, aku pasti tiba tepat waktu." Mendengar balasan sang putri, Mona menghela napas. Perempuan itu membalas ucapan Gaia dengan senyuman lalu pamit pada gadis kecil kesayangan ini. Kini kediaman hanya tersisa sepasang suami istri tersebut, istri Xavier memilih menyiapkan makanan untuk sang kekasih, tak berselang lama telepon terdengar dari ponsel lelaki jangkung yang masih terlelap. Dengan mata tertutup mencari ponsel dan lekas menerima sambungan telepon. "Ka
Xavier segera mengantarkan Gaia dan mertuanya ke kediaman, sesampai di sana lelaki tersebut membantu Arka masuk ke dalam rumah. Kini semua telah berada di ruang tengah, pria ini memandang sang istri, paham akan tatapan kekasihnya ia lekas pamit dan mengajak putra arka ke kamar."Aku menunggu penjelasanmu, aku gak akan menuduh kamu langsung," lontar Xavier kala memasuki kamar.Gaia mendengar hal ini hanya tersenyum, ia mengunci pintu dan meraih lengan sang suami agar ikut duduk di ranjang. "Dia membantu Papaku, dia yang membawa Papaku ke rumah sakit," terang Gaia."Gak perlu memikirkan hal gak perlu, dia punya tunangan dan sebentar lagi menikah. Gak mungkin aku menjadi perusak hubungan orang laian, apalagi aku pernah merasakan hal tersebut, aku sangat paham sak ...."Ucapannya terhenti kala sang suami langsung menariknya dalam dekapan, membuat ia sangat terkejut sampai melotot. "Udah jangan dijelaskan, aku paham. Aku minta maaf karena belum bisa melindungimu sepenuhnya, tapi aku bers