Share

Dua miliar

Author: Masdawati
last update Last Updated: 2025-10-30 16:09:07

Malam itu juga, Jhon dan Beatrice dijemput sebuah mobil untuk mengantarkan Beatrice ke klub malam milik Valery. Jhon membawa Beatrice ke pusat kota di London. Jhon tidak peduli seberapa banyak air mata putrinya itu menetes. Jhon hanya memikirkan uang saja.

"Ayah, apa ayah tidak berubah pikiran?" tanya Beatrice memastikan kembali dan berusaha membuka hati ayahnya.

"Tidak. Kau tidak perlu bertanya apa pun, siapkan saja dirimu," jawab Jhon.

Sepanjang perjalanan dari desa mereka ke pusat perkotaan London hanya diam, tidak ada suara apa pun terdengar selain suara mesin mobil itu. Jhon dan Beatrice sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga dua jam perjalanan, akhirnya mereka tiba di salah satu tempat yang terlihat mewah dari gedungnya, dan Beatrice melihat perempuan berlalu-lalang menggunakan pakaian serba pendek.

"Kita sudah sampai," ucap supir yang membawa mereka.

"Terima kasih, tuan. Ayo, Beatrice, turun cepat," ajak Jhon.

Namun Beatrice dengan cepat menggelengkan kepalanya, membuat Jhon kesal.

"Bisakah kau jangan membuatku marah atau kesal menghadapimu, Beatrice? Cepat turun, jangan sampai aku menyiksamu sebelum masuk ke dalam sana," marah Jhon.

Beatrice masih bertahan di dalam mobil itu, Jhon dengan kesal mengumpulkan tenaganya untuk menarik Beatrice. Dengan susah payah Beatrice menahan tubuhnya, namun masih kalah dengan Jhon.

"Ayah, aku tidak mau. Lepaskan aku, ayah. Ayo kita pulang saja," rengek Beatrice.

Namun Jhon tidak mengindahkan permintaan putrinya itu, dan masih senantiasa menarik Beatrice untuk masuk ke dalam klub malam.

"Permisi, tuan, di mana aku bisa bertemu dengan nyonya Valery?" tanya Jhon kepada penjaga pintu masuk.

"Sudah ada perjanjian sebelumnya?" tanya penjaga itu, dan diangguk dengan cepat oleh Jhon.

"Boleh tahu atas nama siapa?" tanyanya lagi.

"Atas nama Jhon Alexander dan Beatrice Alexander," jawab Jhon dengan cepat.

Penjaga itu memanggil salah satu penjaga yang ada di sana.

"Antarkan mereka bertemu dengan nyonya Valery. Pastikan mereka langsung bertemu dengan nyonya Valery karena mereka adalah tamu spesialnya," ucap penjaga itu ke penjaga yang lainnya.

Mendengar itu, Jhon merasa bangga dan mengangkat kepalanya.

"Kau dengar, Beatrice? Kita tamu spesial bagi nyonya Valery," bisik Jhon.

Ekspresi Beatrice masih sama seperti awal tiba di klub malam itu, penuh ketakutan. Jhon masih menggenggam tangan putrinya itu dengan erat untuk menuntunnya masuk ke ruangan Valery.

Mereka tiba di sebuah ruangan yang terlihat mewah. Penjaga itu mengetuk pintu dan terdengar suara seorang wanita dari dalam ruangan itu, yang tidak lain adalah Valery.

"Tamu spesial nyonya sudah tiba, nyonya," ucap penjaga itu.

"Biarkan mereka masuk, dan kau kembali bekerja," perintah Valery.

"Baik, nyonya,"

Penjaga itu keluar dan mempersilakan Jhon dan Beatrice masuk ke dalam ruangannya. Beatrice, walaupun masih penuh dengan ketakutan, tetapi masih tetap memiliki semangat.

"Selamat malam, nyonya," sapa Jhon.

"Selamat malam, Jhon dan Beatrice. Duduklah," ucap Valery.

"Terima kasih, nyonya,"

Valery sudah ketakutan bertemu dengan Valery, tetapi masih tetap memiliki semangat.

"Santai saja, Beatrice. Ayo, tarik napasmu dan tenangkan dirimu. Silakan minum dulu sebelum kita membahas semakin dalam," Valery menawarkan makanan dan minuman yang ada di atas meja.

Beatrice tidak menyentuhnya sama sekali, membuat Valery tertawa kecil.

"Beatrice, itu bukan minuman beralkohol. Itu hanya teh. Coba rasa saja, itu teh, namun bahannya dari bahan pilihan. Aku juga tidak akan menjamu tamuku dengan minuman keras jika dia tidak suka dengan minuman keras," jelas Valery.

Beatrice mengangguk kaku dan meminum teh itu. Dan benar saja, itu hanya teh, namun rasanya jauh lebih enak dari teh yang pernah Beatrice minum.

"Baiklah, kita sambil bahas saja mungkin ya. Ini akan menjadi hari pertama bagimu bekerja, Beatrice. Aku yang akan mendampingi mu," jelas Valery.

"Lalu untuk bayarannya berapa yang bisa diterima oleh Beatrice?" tanya Jhon langsung.

Pertanyaan itu membuat Valery menggelengkan kepalanya heran, namun tertawa kecil.

"Aku akan memberikan penawaran seperti tadi pertemuan kita di awal. Aku berikan dua juta rupiah. Namun jika ada pelanggan yang memberikan insentif atas kinerja mu, aku akan menambahinya. Bisa saja kau membawa uang dua puluh juta dalam satu hari," ucap Valery, membuat Jhon semakin semangat.

"Bagaimana jika komplain dan meminta ganti rugi?" tanya Beatrice.

"Jika hari pertama bekerja, aku yang akan bertanggung jawab. Namun hari ke depannya kau akan menghadapi dan menyelesaikan sendiri. Kan kau sudah tahu jika tentang pekerjaan, konsekuensinya akan ditanggung sendiri, bukan?" tanya Valery dengan lembut.

"Langsung bekerja saja. Karena besok ada hutang yang harus dibayar," tekan Jhon agar Beatrice sadar akan janjinya.

Beatrice memilih diam dan mendengarkan. Ingin menolak juga sudah berada di tempat sekarang.

"Baiklah. Aku menghubungi seseorang dulu, karena sudah ada yang meminta untuk dilayani orang cekatan seperti Beatrice," jelas Valery.

Berdiri dari tempat duduknya dan menghubungi seseorang di balik ponsel. Beatrice memainkan jari-jarinya dan menundukkan kepalanya. Pikiran Beatrice sedang berperang antara menolak tetapi sudah sampai di tempat dan ingin menerima namun Beatrice takut sesuatu terjadi padanya.

"Nanti ayah akan langsung bayarkan hutang kita dan kau bisa mempertahankan rumah ibumu. Bertahanlah demi rumah ibu. Setelah itu, semuanya selesai, kau ingin keluar dari sini juga tidak akan menjadi masalah," jelas Jhon menenangkan Beatrice.

Sementara di sisi lain, Valery yang menjauh dari tempat duduknya awal dan jauh dari Jhon dan Beatrice menghubungi seseorang.

"Aku sudah menemukan seperti yang tuan minta," ucap Valery kepada orang yang dihubunginya itu.

"Baik, aku akan mengantarkan ke sana dalam satu jam ke depan, karena harus didandani lebih dulu. Berapa bayaran yang kuterima, tuan?" tanya Valery lagi.

"Naikkan lagi, tuan. Ini seperti yang tuan minta,"

Valery tersenyum tipis saat menjawab panggilan di ponsel itu.

"Dua miliar," kalimat itu dengan lantang keluar dari mulut Valery.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gadis Kecil Dua Miliar    Kurang Percaya

    “Sepertinya penanganan di rumah sakit ini tidak ada benarnya, bagaimana mungkin seseorang yang sudah di tangani dokter yang katanya profesional itu tidak mampu memberikan yang terbaiknya, yang ada anak itu semakin parah. Dimana keahlian mereka?” marah Maximian yang berada di luar ruangan itu, sambil mendaratkan beberapa pukulan di dinding. Tiffani bersembunyi di balik tubuh Beatrice, sementara Deon hanya berdiri sambil menatap pintu ruangan Helen di rawat, seakan akan tidak ingin mengalihkan pandangannya dari pintu itu sampai pintu itu terbuka. Beatrice mencoba menenangkan Tiffani yang berada dibelakang Beatrice. Gage menyadari itu lalu mendekat ke arah Maximian. “Tuan, sepertinya salah satu anak itu takut melihat tuan seperti itu, kontrol emosimu tuan,” bisik Gage, Maximian tersadar dan melihat ke arah Tiffani yang ketakutan. “Ah maafkan paman, Fani. Paman tidak mampu mengendalikan emosi paman,” ucap Maximian sambil menurunkan tubuhnya sambil merentangkan tangannya. “Sepertinya

  • Gadis Kecil Dua Miliar    Tidak Mendapatkan Restu

    “Aku mendengar kau sudah memiliki anak dari seorang gadis malam.” Ucap Graciella istri dari Robert, saat Maximian menemui kakeknya di rumah saat mendengar kakeknya sudah sadarkan diri. “Ini pasti ibu yang memberitahu,” gumam Maximian kecil. “Kau jauhi wanita itu, dia hukan wanita yang baik baik. Bukankah ibumu sudah mengenalkanmu dengan Jessie yang jelas jelas perempuan baik baik?” ucap Graciella. Robert hanya diam menatap plafon kamarnya dengan tatapan kosong. “Aku kesini hanya untuk menemui kakek, bukan untuk mendengarkan omongan yang tidak penting,” Ucap Maximian. Graciella terkejut, begitu juga dengan Robert mengalihkan pandangannya menatap cucunya yang duduk di kursi sebelah kasurnya itu. “Sejak kapan kau melawan seperti ini Maximian?” ucap Robert dengan suara dinginnya. Graciella menggelngkan kepalanya. “Aku memiliki anak dengan perempuan itu,” mendengar itu Robert semakin terkejut. “Bagaimana mungkin kau sangat yakin jika itu anakmu. Sementara dia hanya wanita malam yang

  • Gadis Kecil Dua Miliar    Curiga

    “Selamat pagi paman,” sapa Tiffani yang sejak kapan berdiri disamping sofa besar Maximian tidur. “Ah iya pagi Fani, sudah lama berdiri disana?” tanyanya. Tiffani mengangguk dengan polosnya, Maximian melirik sekilas ke arah Beatrice yang sedang memberikan makan Helen. “Kata ibu paman sedang tidak enak badan, itu yang membuat Tiffani tidak membangunkan paman. Takut membuat paman tidak nyaman tidur dan membuat paman semakan sakit.” Maximian menggelengkan kepalanya kecil, melihat sifat manis Tiffani kepadanya. “Terima kasih, Beatrice,” ucap Maximian dengan tulus. “Kau tiba tiba tidak sadarkan diri semalam, dan aku tidak tahu harus meminta tolong kepada siapa, dan aku meminta salah satu keluarga pasien yang lewat semalam dari depan pintu kamar ini, dan dia menggendong mu untuk masuk di dalam.” Maximian mengangguk mengerti. “Baiklah, ini sudah pagi, tidak baik jika kau berada di ruangan ini berlama lama. Akan menggiring isu yang tidak baik. Aku sudah menghubungi Gage untuk menjemp

  • Gadis Kecil Dua Miliar    Dia wanita baik

    “Kenapa kau muncul setelah apa yang dijalani Beatrice selama ini?” tanya Thomas dengan suara dingin menatap Maximian. “Kau tidak ada hak untuk tahu banyak tentangku dan Beatrice,” tegas Maximian. Pandangannya mengunci mata Thomas yang terlihat lelah itu saat melewati perjalanan yang cukup panjang setelah mendengar Helen sakit, dan menjaga tidur Helen agar tetap nyaman itu. “Dia sudah cerita kepadaku, kalau kalian tidak memiliki hubungan apa apa. Dan bahkan kau yang menegaskan kepadanya untuk tidak memunculkan dirinya di depanmu setelah malam kejadian itu terjadi. Bukankah begitu?” Mendengar itu, perasaan Maximian semakin panas. “Tuan Maximian, aku rasa tuan bisa mencari bahkan banyak wanita yang jauh lebih sempurna yang tuan bisa dapatkan diluar sana. Jangan menganggu Beatrice lagi. Aku akan menjamin mereka dan ketiga anaknya.” Maximian semakin panas dan menarik kerah kemeja Thomas. Namun Thomas tersenyum dan menatap teduh mata Maximian. “Untuk apa kau mengejar wanita malam yang

  • Gadis Kecil Dua Miliar    Mereka tidak mengenalmu

    Maximian parkirkan mobilnya, lalu masuk ke dalam rumah milik kakeknya dan menemui kakeknya yang sedang rebahan di kasur dan selang infus terhubung di tangannya. Maximian sudah paham betul apa yang akan didengarnya di dalam rumah itu. Dan benar saja, Maximian melangkah dan tiba di ruang tamu dimana semua satu keluarga berkumpul, Ariana menatapnya dengan tatapan tidak enak. Maximian mengabaikan itu. Maximian hendak melanjutkan langkahnya menuju kamar kakeknya namun suara ibunya membuatnya berhenti sebentar. “Ternyata kau ingat kalau kau masih memiliki keluarga, Maximian!” tekan Ariana. Maximian menarik nafas dan memandang ibunya sebentar. “Aku harap ibu jangan membuatku semakin menjauh dari keluarga ini,” mendengar itu Ariana merasa sakit hati karena ucapan putra satu satunya itu. “Kau mengatakan seperti itu kepada ibu, Maximian?” tatapan Ariana berubah menjadi sendu. “Aku datang kesini karena hanya ingin melihat keadaan kakek saja, aku tahu kalian juga berkumpul disini bukan sema

  • Gadis Kecil Dua Miliar    Sakit

    Maximian menatap Beatrice dengan tatapan yang cukup dalam, bahkan Beatrice menyadari tatapan itu, namun seberusaha mungkin dia menyembunyikan kegugupan dengan mengajak mengobrol Deon dan Fani. ‘Maximian hanya diam menatap Beatrice dan kedua ketiga anaknya itu secara bergantian. Maximian tidak ingin mengganggu tidur Helen yang di brankar itu. Pikiran Maximian berperang “Kenapa tuan menatapku seperti itu? Apa tuan merasa menyesal membawa putriku ke rumah sakit tuan?” tanya Beatrice karena mulai risih dengan pandangan Maximian kepadanya. Maximian yang awalnya di seberang brankar, berjalan mengitari brankar tempat Helen tertidur dan berdiri tepat di depan Beatrice dan kedua anaknya itu. “Maafkan aku,” Maximian menundukkan kepalanya, air matanya menetes tanpa sadar. “Kenapa paman meminta maaf, paman tidak bersalah. Harusnya kami berterima kasih karena paman membantu membawa adikku ke rumah sakit,” ucap Fani. “Tiffani, kecilkan suaramu yang seperti toa itu, itu akan membuat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status