Waktu terus berlalu, dan perubahan mulai terasa di dunia baru tempat Alina dan Aeron dilahirkan.
Di dalam istana kerajaan, Putri Elaria yang masih berusia lima tahun sedang duduk di balkon sambil membaca buku mengenai kerajaan. Ratu Aeris duduk di sampingnya, membaca pembukuan istana dengan tenang. Meski usianya baru seumur jagung, Elaria sudah bisa membaca dan memahami hal-hal yang bahkan sulit dicerna oleh bangsawan dewasa. Kejernihan mata dan sikapnya yang dewasa sering membuat penasihat kerajaan berkata bahwa sang putri “mewarisi jiwa leluhur agung”. Suatu hari, ketika sedang bermain di taman istana, Elaria melihat bunga yang layu di taman membuatnya sangat sedih. Sebenarnya sejak berumur saru tahun dia bisa mengerti bahasa tumbuhan dan bahasa binatang, entah bagaimana caranya tiba-tiba saja dia bisa memahami semua yang ada di sekitarnya. Mendengar bunga itu yang menangis membutuhkan air dan pupuk, Dia tanpa sadar mengangkat tangan kecilnya ke arah bunga yang layu. Dalam sekejap, bunga itu kembali segar, kelopaknya mekar, dengan bunga yang berwarna-warni, terlihat sangat indah. Para dayang yang melihat kejadian itu menjerit pelan karena terkejut. "Putri kau...kau hebat sekali!" puji mereka dengan wajah berbinar, tidak menyangka putri kecil kerajaanmereka sudah memiliki kekuatan penyembuhan yang sangat hebat. Sementara Ratu Aeris hanya terdiam, dirinya juga terkejut melihat putri kesayangan nya bisa memiliki kekuatan penyembuh. "Putriku, kau bisa membuat tanaman hidup lagi! apakah kau juga bisa menyembuhkan hewan yang sakit juga?" tanya Ratu Aeris lembut. Dia penasaran sejak kapan putrinya memiliki kemampuan ini. Putri Elaria menganggukkan kepalanya. "Ya, aku bisa menyembuhkan mereka ibunda! Apa ada hewan peliharaan kita yang sakit?" Putri Elaria menatap mata ibunya dengan matanya yang jernih, membuat hati siapapun yang melihatnya merasa tenang. Ratu Aeris menatap pelayan di sampingnya. "Tolong, panggilkan orang yang merawat hewan-hewan di istana ke sini!" perintah Ratu Aeris tenang. "Baik yang mulia Ratu," Pelayan itu segera pergi memanggil orang yang bertugas merawat hewan di istana. Ratu Aeris menatap putrinya yang masih asyik bermain di temani pengasuhnya. Tidak lama kemudian, pelayan wanita datang bersama seorang pemuda dibelakangnya. "Yang Mulia Ratu, pemuda ini yang merawat hewan -hewan di istana, Dia bilang ada seekor kuda hitam yang baru di beli, dan keadaannya sedang sakit, kuda itu tidak mau makan sama sekali hingga membuatnya lemas dan sekarang kondisinya kuda itu tidak bisa berjalan!" ucap pelayan kepercayaan Ratu Aeris. "Siapa namamu anak muda?" "Ijin menjawab Yang Mulia Ratu, nama hamba Arzian," ucap pemuda itu tenang. "Benarkah kuda yang baru di beli itu sakit? bukankah saat di beli, kondisinya masih sehat?" "Benar Yang Mulia Ratu, saat dibeli kondisinya sangat sehat, tapi entah kenapa keesokan harinya kuda itu tidak mau memakan rumput yang kami berikan, hingga kondisinya sekarang hampir sekarat, Ratu!" ucap Arzian sedih, bagaimanapun dia yang bertanggung jawab merawat hewan-hewan di istana. "Kuda itu hadiah ulang tahun untuk putriku, sudah lama dia menginginkan sebuah kuda," Ratu Aeris menghela nafasnya. "Putriku, kemarilah!" panggil Ratu Aeris. Putri elaria yang mendengar namanya dipanggil, menghampiri Ibunya. "Ada apa Ibunda?" "Kau bilang bisa menyembuhkan hewan yang sakit kan?" tanya Ratu Aeris lembut. mengusap peluh yang ada di kening putrinya. "Iya Ibu, apa ada hewan yang sakit?" "Ada sayang, kuda yang baru di beli Ayahmu sedang sakit, sebenarmya kuda itu hadiah untukmu saat ulang tahunmu nanti, tapi katanya kuda itu sekarat dan hampir mati." "Aah benarkah Ayah membelikanku seekor kuda? aku senang sekali ibu. Terima kasih kadonya. Ibu jangan khawatir aku akan menyembuhkannya sekarang!" ucap Putri Elaria dengan wajah berbinar senang. Ratu Aeris tersenyum menatap putrinya yang tertawa senang. "Ayo, sekarang bawa aku ke tempat.kudaku berada?" ajak Putri Elaria menarik tangan pemuda yang merawat kudanya. "Cepatlah, aku tidak mau kudaku mati!" Putri Elaria jalan dengan cepat. Namun secepatnya dia berjalan tetap saja pemuda itu bisa mendahuluinya. perjalanan mereka yang cukup jauh membuat Putri Elaria lelah. Kaki kecilnya sudah tidak kuat berjalan. "Ibunda...aku cape sekali, kenapa tempatnya sangat jauh, aku tidak kuat berjalan lagi!" Putri Elaria mengeluh dengan mata yang berkaca-kaca. Ratu Aeris yang mengikutinya dari belakang tersenyum geli, dari tadi dia sudah memanggil anak itu ingin menggendongnya, tapi karena terlalu bersemangat putrinya tidak mendengarkannya dan terus berjalan sendiri, hingga sekarang dia baru merasa lelah dan mulai mengeluh. "Dasar kau ini, Ibu dari tadi memanggilmu tapi tidak di dengarkan, sekarang kau mengeluh lelah!" Ratu Aeris geleng-geleng kepala. Dia menghampiri Putrinya yang duduk di rerumputan membuat para pelayannya terkejut dan membujuknya untuk bangun, namun karena terlalu lelah Putri Elaria tidak mendengarkannya. "Putri apa hamba boleh menggendongmu?" tanya Arzian yang tiba-tiba berjongkok di hadapan Putri Elaria. Melihat pemuda tampan di depannya, Putri Elaria tidak akan menolak, dengan semangat dia menganggukkan kepalanya. Dia mengangkat kedua tangannya minta di gendong Arzian. Pemuda itu tersenyum lembut. dia menoleh melihat Ratu Aeris untuk meminta ijin, setelah mendapatkan ijinnya, Arzian dengan mudahnya menggendong Putri Elaria yang tertawa senang berada di pelukannya. Mereka menyusuri halaman belakang yang luas, hingga akhirnya sampai di kandang kuda. Arzian membawa Putri Elaria ke tempat kuda yang sakit. Dia lalu menurunkan Putri Elaria dan membiarkannya menghampiri kuda yang sedang berbaring di lantai. Putri Elaria menyapa kuda itu dan mulai bertanya sambil membelai surainya yang lembut. "Halo, aku Putri Elaria, apa kau sudah punya nama? kau sangat tampan dan gagah sekali, aku sangat menyukaimu!" ucap Putri Elara memeluk leher kuda hitam itu yang juga menatapnya. "Gadis kecil, kau juga sangat cantik dan aku belum punya nama., tapi sekarang aku sedang sekarat, jadi untuk apa sebuah nama!" ucap kuda itu acuh. Putri Elara tersenyum mendengar jawaban kuda itu. dia menepuk-nepuk tubuh kuda itu berkata seolah jangan khawatir. "Itu karena kau tidak mau makan! Apa kau tidak suka rumput yang diberikan orang yang merawatmu?" kuda itu melengos dan mendengus seakan sedang kesal. "Dia memberiku rumput sisa dan tidak segar, aku tidak menyukainya," kesal Kuda hitam itu. " Begitu ya, jadi kau lebih suka rumput yang baru di siangi?" kuda itu terlihat mengangguk-angguk. "Baiklah, aku akan memberitahu keinginanmu pada orang yang merawatmu!" ucap Putri Elaria. "Sudahlah. aku sudah sekarat, jadi tidak nafsu makan!" keluhnya. "Kau jangan khawatir, aku akan menyembuhkanmu!" Putri Elaria, meletakkan tangannya di kepala Kuda itu lalu memejamkan matanya, seberkas cahaya keluar dari telapak tangannya lalu cahaya itu menyelimuti tubuh kuda hitam itu. Perlahan-lahan kuda hitam itu bangkit dari tidurannya, wajah dan mata kuda itu sangat jernih, tidak menampakkan kalau kuda itu sebelumnya sekarat. Ratu Aeris mulai menyadari bahwa putrinya bukan anak biasa. Sejak itu, diam-diam, ia memanggil seorang guru spiritual kerajaan untuk membimbing Elaria memahami kekuatannya. Di sisi lain dunia, di desa pegunungan yang dikelilingi hutan lebat, Rion tumbuh menjadi anak yang kuat dan cekatan. Di usia lima tahun, ia sudah bisa menjebak kelinci dan membaca arah angin untuk melacak hewan buruan. Ayahnya, Goran, sering mengajaknya berlatih di hutan. Tapi suatu hari, Rion merasakan ada yang aneh di dalam dirinya. Saat ia hampir diserang seekor serigala liar yang terpojok, Rion secara naluriah mengangkat tangannya — dan dalam sekejap, energi tak kasat mata menghempaskan hewan itu hingga tak sadarkan diri. Ayahnya melihatnya dari kejauhan dan terpaku. Ia tidak berkata apa-apa malam itu, tapi sejak saat itu ia mulai mengajari Rion cara mengendalikan diri dan emosinya.Putri Elaria memejamkan matanya, berusaha berbicara dengan tanaman yang ada di dekat mereka. "Apa kau melihat orang yang membakar sesuatu di sini?" tanya Elaria bertanya pada tanaman semak belukar yang ada di depan tempat pembakaran. "Iya, dia seorang pria yang memakai baju hitam dan wajahnya memakai topeng." Elaria membuka matanya perlahan. Angin seolah ikut menahan napas, menunggu reaksinya. "Topeng?" gumamnya. "Apakah kau tahu ke mana dia pergi setelah itu?" Tanaman semak itu bergoyang pelan, seolah merenung. "Dia membawa sesuatu yang dibungkus kain. Lalu berjalan ke arah timur… ke arah hutan kabut." Jantung Elaria berdetak lebih cepat. Hutan kabut adalah tempat yang tak banyak orang berani masuki. Terkenal karena kabutnya yang bisa membuat orang kehilangan arah dan ingatan. “Terima kasih,” ucap Elaria tulus. Ia berdiri dan memandang ke arah timur, terlihat berpikir. “Hmm, Ku rasa aku akan kesana besok saja, terlalu berbahaya jika pergi saat malam hari begini," gumam
Beberapa hari kemudian, Setelah menempuh perjalanan yang berbahaya , mereka akhirnya sampai di kerajaan Nethara. Prajurit utusan kerajaan Nethara kemudian melaporkan kedatangan Putri Elaria dan rombongannya, Raja Veron dan para menteri menyambut kedatangan Putri Elaria dan rombongannya. "Selamat datang Tuan Putri Elaria, maaf kami terpaksa merepotkanmu untuk bersedia datang ke kerajaan ku ini," Raja Veron menyapa Putri Elaria ramah. "Terima kasih Yang Mulia Raja Veron atas sambutannya. Aku harap aku bisa membantu kerajaan ini," ucap putri Elaria membungkuk kan tubuhnya sedikit. "Kalian semua pasti lelah, biarkan pelayan memandu kalian ke kamar untuk beristirahat dulu, saat makan siang nanti baru kita mengobrol kembali," Raja Veron memanggil beberapa pelayan untuk mengantarkan tamu-tamunya ke kamar tamu. Putri Elaria menganggukkan kepalanya setuju, karena dia sendiri memang sedikit lelah dan ingin beristirahat dulu sebelum nanti akan menggunakan kekuatannya. Beberapa jam ke
"Kak Leon, ayo makan dulu!" teriak Elaria memanggil Leonhart. Leon akhirnya duduk di samping Putri Elaria, walaupun terlihat canggung. Ia menerima sepotong roti dan secangkir kecil air yang disodorkan gadis kecil itu. "Makanlah kak!" ucap Elaria tersenyum manis. membuat Leon tersipu malu. Putri Elaria terlihat sangat cantik dan menggemaskan menurutnya. "Terima kasih, Tuan Putri," ucap Leon lembut. Putri Elaria mengerucutkan bibirnya sedikit, lalu menggeleng, "Jangan terlalu kaku begitu, panggil aku Elaria saja, Kak Leon, aku merasa jadi tua kalau kau memanggilku Tuan puteri," katanya setengah bercanda. Leon tertawa kecil, tawa yang jarang sekali terdengar. "Baiklah... Elaria," katanya akhirnya, menatap gadis itu dengan tatapan hangat. Mereka makan dalam diam untuk beberapa saat, ditemani suara angin sepoi dan desiran daun-daun. Kai, kuda hitam miliknya yang setia, duduk beristirahat di dekat mereka sambil meminum susu yang di berikan Elaria. Dia memandangi jalanan yang sep
Putri Elaria dan rombongannya akhirnya memulai perjalanannya, dia naik di atas punggung Kai memacu kudanya lebih cepat, agar mereka cepat sampai ke ladang. Setelah menempuh perjalanan selama satu jam akhirnya Putri Elaria telah sampai di ladang. Dia tidak menyangka penduduk Desa ini, pagi-pagi sudah bekerja membersihkan sisa panen dan mencangkul tanahnya kembali agar bisa di tanami lagi. "ah...Tuan Putri kau sudah datang!" ucap kepala desa, menatap gadis kecil di depannya penuh hormat. Putri Elaria turun dari kudanya, begitu juga dengan Xira dan Leonhart yang setia mengikuti di belakangnya. "Kepala Desa, ada apa ini? kenapa pagi-pagi warga desa ramai sekali ada disini?" tanya putri Elaria heran, mendekati kerumunan para warga yang terlihat sedang mencangkul ladangnya. "Ah...Tuan Puteri melihat hasil panen kemarin, semua warga jadi terlalu bersemangat, hingga kami ingin lahan ini bisa segera di tanami lagi," ucap kepala Desa tersenyum malu. Putri Elaria tersenyum, dia senang me
Mereka semua sampai di istana saat malam hari, untung saja Elaria membawa bola cahaya dan memberikan sedikit kekuatannya agar bola cahaya itu dapat bersinat terang.. Setibanya di istana, gerbang besar Kerajaan terbuka perlahan, menyambut rombongan kecil yang baru saja kembali dari ladang. Cahaya bola sihir yang dibawa Putri Elaria berpendar lembut, menerangi jalan setapak berbatu yang mengarah ke pelataran istana. Para penjaga memberi hormat, sementara para pelayan segera datang menyambut dan mengambil alih kereta barang yang penuh dengan hasil panen. Kai berjalan gagah, meskipun masih sempat melirik ke arah keranjang buah, berharap ada apel tersisa. Tapi Elaria sudah memperingatkan dengan tatapan tajam yang membuat Kai langsung menunduk, pura-pura sibuk menjaga sikap sebagai kuda kerajaan yang bermartabat. Di dalam istana, Raja Simon menunggu di ruang singgasana, ditemani sang istri Ratu Aeris dan beberapa penasihat serta jenderal kepercayaannya. Matanya terlihat lelah, namun k
Sementara itu, jauh di tanah tandus Nethara, Raja Veron berdiri di balkon tinggi istananya. Matanya menatap cakrawala yang mulai berubah warna menjadi kelabu kehijauan, pertanda bahwa makhluk-makhluk yang menyerang kerajaannya itu semakin mendekat ke pusat kerajaan. Angin malam di Nethara berembus pelan, dari celah-celah pegunungan yang jauh. Raja Veron menghela napas panjang, seakan ingin membuang segala beban yang menggumpal di dadanya. Ia tahu waktunya hampir habis rakyatnya tidak akan bisa bertahan karena mahluk yang datang menyerang kerajaan mereka membuat sumber mata air kering, hewan piaraan mati, tanaman yang mereka tanam mati semua, bahkan penyakit aneh tiba-tiba menyerang hampir semua rakyatnya, membuat para tabib kewalahan. Setelah Putri Elaria selesai menerima tamu kerajaan Nethara, dia bersama Xira meneruskan rencana melihat tanah yang akan di tanaminya untuk mengatasi bahan pangan saat kemarau nanti. Putri Elaria dan Xira menaiki kuda mereka masing-masing di ikuti pa