Share

Bab 6

Kanaya akhirnya mendapatkan sebuah tempat kost yang berjarak sekitar 10 menit saja jika berjalan kaki, dari kampus di tempat itu. 

Tempat kostnya sederhana, hanya terdiri kamar yang berderet-deret memanjang, sekitar 50 kamar single.

Kamar berukuran kecil itu, hanya ada kasur busa  tipis di dalamnya, dengan sebuah lemari plastik susun 3 baris.

"Perbulannya 350rb ya dek Kanaya, semoga dek Kanaya betah di sini" ucap Rani sembari tersenyum.

"Terimakasih Mbak .." jawab Kanaya.

"Ya sudah, Mbak ndak bisa lama-lama, soalnya setelah ini mau masuk" ucap Rani, berpamitan.

"Ya Mbak, sekali lagi terima kasih" ucap Kanaya, tulus.

Setelah kepergian Rani, Kanaya segera membereskan barang bawaannya.

Untuk satu bulan ini, dia bisa tenang, karena sudah membayar sewa kost nya.

Dia hitung kembali lembaran-lembaran lusuh, yang di bawakan ibunya tadi malam, sebagai bekal hidupnya, di tempat asing ini.

"Dua juta lima ratus, kira-kira untuk mendaftar kuliah, habisnya berapa ya??" gumamnya, sambil memandangi tumpukan uang receh itu.

"Nanti saja aku tanyakan pada Mbak Rani" 

Kanaya kemudian membereskan tumpukan uang pemberian dari ibunya itu, dengan perasaan yang tak karuan.

Uang sebanyak ini, tentu sang ibu mengumpulkannya, dengan sangat susah payah. 

Dia sangat tahu, bagaimana keseharian keluarganya selama ini.

Sang Ayah yang tidak bisa di harapkan, kerjanya judi, dan mabuk-mabukan. Tak pernah memberi nafkah, malah selalu meminta uang, kepada ibunya.

"Ya Allah, sedang apa Ibu dan Bayu sekarang? mudah-mudahan, Bapak tidak menyakiti ibu lagi" gumamnya, sembari mengusap netranya, yang mulai basah.

Naya janji Bu, Naya tidak akan pulang, sebelum Naya menjadi orang yang sukses...

*******

"Tut...Tuti!!!!" teriak Slamet, memanggil istrinya.

Bu Tuti yang baru saja selesai berkeliling, menjajakan nasi pecel pincuknya, segera menghampiri suaminya yang baru saja terbangun, dari tidur nya itu.

"Lelet banget kalau di panggil!!!" gerutu Pak Slamet, terlihat kesal. 

"Ya wong aku baru datang keliling Pak, ada apa to? kok teriak-teriak, kayak lagi di alas saja!!" jawab bu Tuti, tampak kesal.

"Kanaya mana?? sebentar lagi dia mau di jemput sama Juragan Gito, mau di ajak belanja pakaian sama perhiasan" ucap Pak Slamet, tampak sumringah.

"Palingan ya di kamarnya to Pak, aku baru datang, belum ketemu sama Kanaya" jawab bu Tuti berbohong, sambil beristighfar, dalam hatinya.

"Panggilkan sana!! suruh siap-siap, 15 menit lagi, calon menantu kita mau datang!" perintahnya kepada sang istri.

"Ya Pak!" jawab bu Tuti, mulai melancarkan aksi sandiwara nya, yang telah ia rancang bersama dengan Bayu putranya.

Setelah berpura-pura melihat putrinya di kamar,  Bu Tuti kemudian berteriak panik, memanggil sang suami.

"Pak!! Pak!! sini Pak..huhuhuhu.... Kanaya!!!" teriaknya histeris, membuat Pak Slamet, yang mau mengambil piring, untuk makan, menjadi urung, dan segera bergegas menuju kamar putrinya, untuk melihat apa yang sedang terjadi. 

"Ada apa to!! kok teriak-teriak kayak gitu, koyo wong edan!!!" seru Pak Slamet, begitu sampai di kamar tempat putrinya, biasa tidur.

"Kanaya Pak!! huhuhuhu.." bu Tuti, menyerahkan secarik kertas, ke hadapan suaminya.

Dengan tak sabar, pak Slamet segera meraih kertas itu, dan membacanya. 

"Bocah kurang ajar!!! tidak tahu di untung!! as*, bab*!!!!" teriak pak Slamet kasar, dan tampak sangat emosi.

Wajahnya seketika memerah, setelah membaca surat itu.

Segera ia hampiri istrinya itu, dan menarik rambutnya kasar.

"Apa saja kerja mu, di rumah ini!?? anak minggat sampai tidak tahu hahhh!!" teriaknya tepat di muka bu Tuti.

"Aku ndak tahu Pak, pagi tadi Naya masih bantu aku, bikin pecel seperti biasanya huhuhuhu.. " tangis bu Tuti ,untuk meyakinkan aksi sandiwara nya.

"Anak setan!! tidak tahu di untung!  mau di buat hidup enak kok malah kabur!!" makinya, terus menerus, melampiaskan emosinya.

Kini tak ia hiraukan lagi, rasa laparnya. Bergegas ia memakai kausnya, dan pergi keluar. 

"Mau kemana Pak!!" teriak bu Tuti, mengejar sang suami.

"Aku mau cari bocah kurang ajar itu!! awas saja kalau sampai dapat, bakalan aku hajar, habis-habisan!!" geram Slamet, kemudian menaiki motor bututnya.

Begitu sang suami sudah tak nampak lagi, bu Tuti segera mengelus dadanya, merasa lega.

"Mudah-mudahan keputusan hamba ini tepat, Gusti.." gumamnya, sembari menatap ke atas, berharap doanya di Kabul kan.

****

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status