Cinta Adalah Candu
Jam menunjukkan pukul 11.30, sebentar lagi adalah waktu untuk istirahat siang.
Reynold terlihat mengendari mobilnya, seorang diri. Melintasi jalanan ibu kota yang masih begitu padat merayap, di waktu siang, berburu makan siang dan tempat untuk sekedar beristirahat.
Sekitar kurang lebih tiga puluh menit, mobil Reynold sudah terparkir di depan Rose Florist, dia hendak menemui Devanka.
Reynold dengan santai masuk ke dalam kios, mencari sosok Devanka.
"Dev," ucap Reynold singkat. Devanka yang terlihat sibuk dengan beberapa karangan bunganya spontan menoleh mencari ke arah sumber suara.
"Reynold, bagaimana keadaanmu? Aku semalaman
Rahasia Besar"Laksanakan tugasmu dengan baik, aku akan memberikan sesuai yang aku janjikan," ucap Monalisa pada seseorang yang dia telephone. Wajah Monalisa menyiratkan suatu kemarahan yang tergambar jelas. Ada sesuatu yang mengganjal dan itu harus segera diseleseikan.Monalisa mengambil kunci mobil, bergegas meninggalkan apartemennya, dia melaju membelah keramaian jalan ibu kota, ada satu tempat yang akan dia tuju, dia harus memastikan semuanya baik baik saja. Di kantor, Reynold terlihat menjalankan rutinitas seperti biasa. Duduk nyaman di kursi kerjanya, mengerjakan pekerjaan kantor yang begitu banyak, sangat sibuk, semua bekerja, pikiran, tangan bahkan hati. Dalam kesibukannya, sesekali Reynold menyelipk
Tantangan BesarJam menunjukkan pukul 17.00 Reynold keluar dari kantornya, dia berjalan bersama sekretaris Pete menuju ke arah parkiran mobilnya."Klunting" handphonenya berbunyi, menandakan ada pesan yang masuk. Reynold menghentikan langkahnya, dia meraih handphone yang ada di sakunya, ternyata ada pesan yang masuk. Dia segera membaca pesan tersebut."Rey, sepulang kerja bisa mampir ke Rose Florist?" Itu adalah pesan yang terbaca dari layar handphone Reynold. Pesan itu adalah dari Devanka, kemarin mereka bertukar nomor handphone dan ini adalah pesan pertama dari Devanka. Reynold tersenyum, pesan itu seketika merubah suasana hatinya."Ada apa tuan muda?" tanya Sekretaris Pete yang ternyata juga mengamatinya. "Ti-tidak, sekret
Terbukanya rahasia besar"Kau senang hari ini?" tanya Reynold pada Devanka sebelum mengantarnya pulang. "Iya, terimakasih untuk semuanya," ucap Devanka. Mereka berdua berjalan menuju ke arah mobil. Reynold melirik ke arah jam tangannya, sudah menunjukkan pukul 20.00, dia dan Devanka harus segera pulang karna malam sudah semakin larut. Mereka berdua sudah berada di dalam mobil, dengan hati yang bahagia namun menyisakan rasa yang cukup mengganggu mana kala Devanka menantang seseorang yang tadinya ingin menjadikannya kekasih, Devanka tidak ingin menjadi seorang kekasih melainkan seorang istri. Reynold belum memberikan kata kata apapun untuk hal itu, tidak ada tanggapan, dia hanya diam, berusaha membahas hal yang lain seolah mengelak.
Foto lamaMalam semakin larut, Reynold kembali ke kamarnya. Hatinya sudah mulai tenang, namun kegundahan dan perasaat yang bercampur tidak karuan membuatnya tetap memiliki beban pikiran yang seolah begitu sulit untuk diringankan. Reynold duduk di atas tempat tidurnya, matanya menerawang tak tentu arah, dia ingat akan sesuatu. Dia beranjak berdiri dari posisi duduknya, berjalan ke arah lemari baju, dibukanya pintu lemari baju berwarna putih tinggi dan mewah itu. Dia mengambil kotak kayu berwarna coklat tua, seperti peti kecil. Setelah dia mengambil kotak itu dia kembali ke posisi duduknya. Beberapa saat dia memandangi kotak kayu itu. Ingatannya menerawang, menyelami memori mengenai kotak kayu tua yang begitu istimewa.
PraharaJam menunjukkan pukul sebelas, Reynold terlihat berjalan ke arah pintu keluar, melepas jasnya dan dia bawa di tangan kirinya. Dia terlihat masuk ke dalam mobil, mengendarai mobilnya sendiri. Aldo terlihat menundukkan badan, dia tau tuan mudanya akan pergi ke suatu tempat, sendirian dan masih menjadi rahasia.Reynold terlihat mengendarai mobilnya cukup kencang, dia akan mendatangi sebuah tempat yang sebenarnya tidak direncanakan, dia ingin menemui seseorang yang seharusnya sudah dia temui beberapa tahun lalu. Jalanan ibu kota masih tetap sama, ramai penuh sesak, seolah tak pernah sepi, penuh, riuh dan panas diterpa sinar matahari, bahkan AC mobil seolah tidak ada gunanya. Reynold mengendarai mobilnya,
Lukisan ituReynold mengurungkan niatnya untuk memberitahu pak Lumawi mengenai peristiwa itu, kejadian yang sebenarnya, bahwa dia berada di mobil itu, mobil yang menabrak istrinya, mobil yang sudah merenggut kehidupan istrinya dan juga dirinya.Dia beranjak dari posisi duduknya, bersiap untuk pamit. Reynold hendak melangkahkan kaki ke luar rumah, tiba tiba matanya tertuju pada lukisan yang ada di seberang ruang, hanya terlihat sebagian. Pikirannya langsung terbang ke sebuah ingatan. Foto itu? Bukankah foto itu adalah foto mendingan ibunya dan sahabatnya, Elle dan Lena. Lukisan yang sama persis dengan foto peningglan ibunya. Apa mungkin ibu atau sahabat ibunya membuat lukisan di tempat pak Lumawi, namun belum sempat diambil, atau ada alasan lain kenapa kukisan itu ada di rumah ini. Reynold berhenti sejenak, berusaha menyeleseikan
Kenyataan PahitMonalisa keluar dari mobil, dia melihat ke arah sekeliling, sore itu sepi, yakin tidak ada yang melihatnya. Dia memakai kaca mata hitamnya, melangkah dengan yakin ke arah rumah Devanka.Di depan pintu masuk, dia mengetuk pintu, dua kali ketukan, terdengar deru langkah dari dalam rumah. "Iya," ucap pak Lumawi seraya berusaha membuka pintu. "Sudah mau malam, siapa yang bertamu," gumamnya seraya membuka pintu rumah yang sudah terkunci.Pak Lumawi mendapati sosok wanita cantik di depan rumahnya. Tinggi semampai, berkulit pulih bersih. Wanita itu mengenakan dress warna merah, sangat minim, tanpa lengan bahkan bagian bawahnya mungkin hanya sepanjang tig
Bab 56Perjuangan dimulaiDevanka menangis sejadi jadinya, dadanya begitu sesak, rasa kehilangan yang sudah lama digerus oleh waktu akhirnya datang lagi dengan luka lama yang utuh. Dia duduk di tepi tempat tidurnya, memeluk bingkai foto kenangan masa kecilnya. Foto dua orang bergandengan tangan, di taman bunga, dia dan ibunya. Hanya foto itu yang selalu menemani ketika rindu menyapa tak kenal lelah.Pak Lumawi hanya bisa mengamati putrinya dari jauh, tidak ada yang bisa dilakukan, dia tidak akan mampu mengambil kesedihan itu atau bahkan menguranginya walau sedikit. Hanya Devanka sendiri yang bisa meredakan kepedihan hatinya, hanya dia sendiri.