Keesokan harinya di rumah. Djuwira sudah bertemakan peralatan dapur untuk memasak. Sarapan yang disajikan untuk ayah juga adiknya, dia lebihkan untuk seseorang yang membuat malamnya begitu indah. Ia hampir kesulitan tidur karena terbayang wajah Key. Bekal dalam kotak biru dengan susuan rapi dan manis sudah selesai. Sementara bekal Ben dalam kotak hitam. Djuwira bergegas siap-siap ke kantor dan meninggalkan sejenak aktivitas di dapur. Ben keluar dari kamar dengan keadaan sudah rapi. Dia harus berangkat menuju sekolah lebih cepat dari biasa. Ketika ingin mengambil bekalnya, dia malah melihat ada dua kotak di sana. "Eh, ini punya siapa? kenapa ada dua? apa kakak bawa bekal hari ini?" tanyanya sendiri tanpa mau merepotkan kakaknya. Ben penasaran dengan isi bekal biru kemudian membukanya. "Woah, kenapa ada emoji love-nya? ah, kakak lagi jatuh cinta ya?" tebaknya senyum sendiri. Ben cekikikan dan mengambil bekal hitam miliknya dan mendatangi Rinaldi untuk berpamitan. "Ayah, lagi a
Dia mengerutkan kening kemudian menekan bibirnya ke dalam sambil mengatur napas yang tiba-tiba berubah ritme. "Pak, maaf ... ada apa, ya?" tanya Djuwira. "Kau sakit?" Key melangkah mendekati. "Ya, Pak," angguk Djuwira. Ketika Key ingin menyentuh keningnya, gadis itu menolak dengan menyingkirkan wajahnya. "Saya sudah minta izin pulang pada HRD. Apa saya juga harus minta izin sama Bapak?" tanyanya. "Aku antar kau pulang." Key menawarkan diri. "Tidak perlu, Pak. Saya bisa sendiri. Lagi pula, tidak baik terlalu dekat dengan cleaning service. Memalukan citra Bapak." Djuwira ketua sekali menjawabnya kali ini. Saat Djuwira berjalan menuju pintu, Key memanggilnya lagi. "Apa ini milikmu?" Djuwira langsung berbalik arah karena ingat kalau kotak bekal tadi pagi memang tertinggal di ruangan Key. Lebih tepatnya ditinggal secara sengaja sebelum melihat kemesraan Key bersama wanita lain. "Ya, itu punya saya. Ternyata ada di ruangan Bapak," sahutnya, berusaha mengambil bekal tersebut.
Ia mulai merasa kalau sentuhan itu terasa nyata. Tidak mungkin mimpi sebegitu nyata. Djuwira pun memaksa membuka matanya. Begitu dia tersadar, dia pun terkejut dan duduk di tempat tidurnya. "Pak!" Key tersenyum. "Kau masih sakit?" "Eh, Pak, kenapa bapak di dalam?" Djuwira syok karena menyadari kondisi mukanya berantakan. "Ayahmu yang menyuruhku masuk," jawab Key santai. "Ayah? ah, ayah ... kenapa bisa-bisanya nyuruh orang lain ke kamarku," keluhnya merasa tidak senang. "Djuwira, aku antar ke dokter, ya?" rayunya. Djuwira menggeleng cepat. "Tidak, Pak. Saya sudah sembuh," jawabnya. Key berdecak kesal. "Kau masih demam, buktinya aku pegang masih panas," ujar Key memegang keningnya lagi. "Eh, Bapak jangan pegang saya. Saya tidak mau kena masalah dari tunangan Bapak," tegurnya. "Huh?" Key kaget. Djuwira memperbaiki duduknya kemudian rambutnya. "Saya masih ingat siapa Sayuri. Dia tunangan Bapak, bukan?" Key mengerang kecil. "Kami tidak pernah bertunangan, Djuwira. A
Keesokan harinya. Djuwira sudah sehat dan bekerja seperti biasa. Ketika dia membersihkan area staff, suara Key membuatnya berpaling. "Kau melirik bosmu? apa kerajaanmu bertambah?" tegur salah satu karyawan. Djuwira kaget. "Eh, maaf, Pak. Bukan begitu, saya hanya spontan melihat saja karena ada suara," tepisnya. "Kau tahu siapa wanita yang ada bersama Pak Keane?" tanyanya pula. Djuwira menggeleng kepala pura-pura tidak tahu. "Dia pacar Pak Keane. Mereka sudah berencana tunangan, tapi sepertinya waktu itu ada kendala. Ya, tidak tahu kenapa, tapi yang jelas pernah terdengar rumor mereka berpisah. Hem, sayangnya setelah melihat dia datang lagi—aku merasa mereka balikan," jelasnya. Djuwira mengangguk cuek. Dia tidak mau terlibat terlalu jauh dan jug kembali lemah hati menghadapi Key yang memasang sikap berbeda saat berdua dengannya juga saat bersama Sayuri. Key bisa dingin dan seperti tidak kenal ketika di dekat Sayuri dan hangat serta perhatian saat berdua saja.Qesya pun melirik si
Ketika Key keluar dari ruang peralatan, matanya mengawasi sekitar. Dia berharap tidak ada yang melihat. Ketika dia merasa aman, secepat mungkin langkahnya mengarah ke ruangan sendiri. Tiba-tiba Qesya muncul dari balik lemari. "Pak," panggilnya. Key sedikit gugup, tapi berusaha dia kontrol. "Ada apa, Bu Qesya?" "Ah, saya mencari Bapak dari tadi. Ini ada proposal yang baru masuk, boleh bapak cek dulu," jawab Qesya. "Ya, saya akan mengeceknya di ruangan," sahut Key, membawa berkas tadi menuju ruangan. Qesya bingung melihat tingkah gugup Key, tapi dia berusaha menepis pikiran negatifnya kemudian kembali bekerja. Tidak lama setelah itu, Djuwira pun berniat mengembalikan kunci tadi, tapi Uwais datang membawanya pergi. "Eh, kita mau ke mana, Pak?" tanya Djuwira heran. Banyak mata memandang ke arah mereka. "Makan siang, aku telat istirahat dan akan mengajakmu," jawab Uwais seenak hati. Dia tidak mengikuti aturan jam kerja kantor. Beberapa saat kemudian, di kafe. Djuwira su
Di tengah-tengah kemesraan, tiba-tiba suara alarm pintu yang dikunci otomatis oleh Key terdengar. Ada yang berusaha membukanya dari luar. Qesya adalah pelakunya yang kaget saat mengetahui pintu dikunci. Dia berniat mengecek kegiatan bosnya bersama si cleaning service.. "Lho, kenapa dikunci? apa Djuwira sedang disidang habis-habisan sampai begitu privasi?" tanyanya sendiri, lalu berdecak heran. Dari ujung koridor, Qesya melihat Sayuri datang dengan jalan gemulainya yang khas. Qesya bisa membaca arah langkahnya ke ruangan Key. "Selamat siang," sapa Sayuri setengah ramah. "Siang, Bu!" sahut Qesya tersenyum palsu. Jujur dia malas sekali melihat saingannya datang. Mana ia merasa curiga pada Djuwira yang sudah terlalu lama di dalam, sekarang malah bertambah lagi beban pikirannya. "Keane, Mana?" tanya perempuan bergaun simpel warna medah muda itu. "Pak Keane di ruangan, tapi sepertinya sedang ada tamu," jawabnya. "Tamu?" Sayuri berdecak tawa kecil. "Buka pintunya," perintahnya
Di rumah usai pulang kerja. Djuwira melihat Maya datang dan membawanya ke kamar untuk berbincang.Dengan perasaan bahagia, Djuwira menceritakan masalah Key yang mencintainya. Namun, reaksi Maya justru berbeda."Buaya!" pekik Maya spontan."Eh, apa maksudmu, Maya?" Djuwira bingung."Dia hanya ingin pasang dua. Kau disembunyikan sementara si Sayuri diakui dunia. Ah, kau ini terlalu polos, Dju!"Djuwira mengerucutkan bibirnya. "Masa Tuan Key cuma mau mempermainkan aku?""Hei, Djuwira! namanya juga laki-laki. Mana ada yang menolak bangkai.""Maksudmu aku bangkai?"Maya cekikikan. "Dia menerima pertunangan dengan Sayuri, terus nanti kau diundang. Kau melihat mereka bertunangan, lalu kau disuruh berpikir kalau semua itu hanya bohongan?"Djuwira menelaah setiap ucapan Maya. "Katanya dia dendam sama Sayuri," sahutnya masih membela keyakinan hati."Dendam? kau tahu siapa Sayuri? anak konglomerat! mempertahankan hubungan dengan Sayuri jauh lebih menguntungkan daripada mempertahankan kau, Dju."
Dengan hati yang berat, Key memasuki mobilnya dan memulai perjalanan ke bar yang biasa didatangi oleh Key dan Uwais. Pikirannya dipenuhi dengan kegelisahan dan kekecewaan atas keputusan Djuwira. Dia merasa seperti segalanya berantakan di sekitarnya, dan dia tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya. Di dalam mobil, Uwais berusaha menciptakan suasana yang lebih ceria. Dia bercerita tentang rencana-rencana mereka untuk malam itu, mencoba mengalihkan perhatian Djuwira dari keheningan yang tegang. Namun, Djuwira hanya menatap keluar jendela dengan ekspresi datar. "Djuwira, ada apa?" tanya Uwais. Ia pun terkejut dan menoleh. "Eh, enggak ada apa-apa, Uwais." "Apa ada masalah?" tanya Uwais lagi masih penasaran. "Gak ada, Kok! aku cuman ngerasa lelah." Uwais menghela napas. "Lelahmu akan hilang nanti saat tiba di sana. Teyamo adalah bar termewah dan juga asyik!" Djuwira tersenyum. "Apa di sana banyak laki-laki kesepian?" Uwais kaget mendengarnya. "Kenapa kau tanya itu?" "Hah