Celine menutup mulutnya dengan tangan, berusaha menahan tawa kecil. Valdi menatapnya sambil menggelengkan kepala, lalu keduanya saling berbagi senyuman sebelum dengan cepat menyelesaikan momen mereka.
Mereka berdua keluar dari kamar mandi setelah berganti pakaian, kembali ke suasana rumah yang riuh. Namun, tatapan yang mereka bagikan sepanjang malam tidak pernah kehilangan intensitas, seolah menyimpan rahasia kecil di antara mereka yang hanya mereka yang tahu.
Saat Valdi dan Celine turun ke lantai bawah, suara bel pintu terdengar nyaring. Mayang, yang berada di ruang tengah, langsung melangkah cepat menuju pintu depan untuk membukanya.
Di taman belakang, aroma daging yang sedang dibakar mulai memenuhi udara. Sarah, Kamala, dan Indah tampak sibuk mengatur barbeque, tertawa dan bercanda sambil sesekali mencicipi saus marinasi. Suasana terasa hangat dan akrab, seperti sebuah keluarga besar yang berkumpu
Udara di kamar itu terasa tebal oleh aroma tubuh yang memabukkan dan desahan tertahan yang memantul dari dinding berlapis beludru gelap. Celine, dengan tubuhnya yang gemetar tak terkendali, merasakan kasur di bawahnya seolah bergelombang, merespons setiap gejolak yang membakar dari dalam dirinya. Hanya beberapa jam yang lalu, ia bersumpah akan melawan. Ia berjanji kepada dirinya sendiri untuk menjaga benteng terakhir dari harga dirinya, menolak cengkeraman pria di atasnya yang telah menyeretnya ke dalam pusaran kekuasaan dan gairah yang tak terduga. Namun, desakan yang kini memenuhi setiap inci sarafnya, bisikan-bisikan panas Valdi, dan sentuhan yang begitu ahli, telah mengikis semua pertahanan itu.Valdi, dengan sorot mata yang menyala tajam di tengah remangnya cahaya, menarik napas dalam-dalam, seolah menghirup seluruh esensi dari tubuh Celine yang kini telanjang di bawahnya. Aroma khas tubuh Celine yang
Matahari di Puncak, pagi itu, bagaikan pencuri ulung, menyelinap melalui celah sempit di antara gorden tebal. Sinar keemasannya menari di wajah Ella, membangunkannya dari tidur yang terasa aneh. Valdi, sang tuan, sudah tak ada di sampingnya. Tubuhnya terasa sedikit remuk, terutama di bagian belakang, tapi ada sensasi menggelitik yang aneh di perutnya—campuran antara malu, kegembiraan yang membara, dan rasa penasaran yang tak tertahankan.Ia bangkit perlahan, kakinya sedikit gemetar. Kimono sutra berwarna merah menyala tergeletak anggun di kursi dekat tempat tidur. Dengan ragu, ia meraihnya, merasakan kelembutan kain itu di kulitnya yang masih sensitif. Villa itu sunyi senyap, hanya suara kicauan burung sesekali yang terdengar dari kejauhan.Ella menyusuri lorong-lorong villa mewah itu, melewati ruang tamu yang luas dengan perabotan modern yang mahal, dapur yang bersih dan berkilauan, hingga akhirnya ia menemukan Valdi. Pria itu berdiri mematung di depan jendela besar, menghadap ke tam
Ella meraih kejantanan Valdi dengan tangannya, mengelusnya dengan lembut. Ia merasakan urat-uratnya yang menonjol dan teksturnya yang kasar namun halus saat disentuh. Kehangatan benda itu menjalar ke telapak tangannya. Dengan sedikit keberanian, ia menjilat ujung kejantanan Valdi, lidahnya menyentuh kepala yang basah, membuatnya mendesah panjang, sebuah erangan yang dalam dan memuaskan.Valdi membiarkan Ella bermain-main dengan kejantanannya sebentar, membiarkan gadis itu merasakan setiap lekukan dan kehangatan. Kemudian, ia perlahan mendorongnya ke dalam mulut Ella. Ella adalah murid yang cepat, ia menghisap kejantanan Valdi dengan penuh nafsu, melumat, menggesekkan lidahnya, dan mengisap dengan ritme yang semakin cepat, membuat Valdi mengerang kenikmatan, kepalanya terangkat.Sementara Ella menghisap kejantanannya, Valdi tidak tinggal diam. Tangannya kembali
Di antara temaram cahaya kamar yang remang, aroma keringat, dan pengaruh perangsang yang masih memabukkan, Valdi mengamati Ella yang terbaring telungkup di ranjang. Punggung mulusnya berkilauan oleh keringat, uap tipis masih mengepul dari kulitnya yang memerah, dan napasnya tersengal-sengal, irama jantungnya berpacu seolah baru saja menyelesaikan maraton yang panjang. Sebuah senyum tipis, nyaris tak terlihat namun begitu tajam, terukir di bibir Valdi. Senyum seorang predator yang merasa puas dengan mangsanya, namun juga sadar bahwa permainannya baru saja dimulai. Itu adalah seringai yang menjanjikan lebih banyak, sebuah undangan ke dalam jurang kenikmatan yang lebih dalam."Kamu sungguh nikmat, Ella," bisiknya, suaranya rendah, serak, berbisik dekat telinga gadis itu. Kata-kata itu melesat seperti anak panah panas, menembus setiap sel dalam diri Ella. "Kau tahu itu?"Ella menggeliat kecil, berusaha menyembunyikan wajahnya yang merona di balik bantal. Gerakannya kikuk, penuh rasa malu
Udara dingin Puncak itu sangat menusuk kulit, menyelimuti area villa pribadi Valdi dengan kabut tipis yang merayap dari pepohonan pinus di sekelilingnya. Namun, di dalam vila mewah itu, kehangatan yang memabukkan terpancar dari sebuah jacuzzi semi-terbuka di kamar mandi utama. Uap mengepul tebal, menciptakan selubung misterius yang menyelimuti tubuh Valdi yang kekar. Ia bersandar nyaman di pinggir jacuzzi, matanya terpejam, menikmati sensasi air hangat yang memijat setiap ototnya, melarutkan segala penat dan ketegangan hari. Aroma melati dan kayu cendana samar-samar tercium dari uap air, menambah nuansa relaksasi yang sensual."Tuan..."Suara lembut Ella memecah keheningan yang syahdu, membelai telinga Valdi seperti melodi paling indah. Valdi membuka matanya, kilatan gairah langsung menyala di sana saat melihat Ella berdiri di ambang pintu. Tubuhnya dibalut kimono sutra tipis, kainnya melambai lembut mengikuti setiap hembusan napasnya. Rambut hitam legamnya tergerai indah, membingkai
Hentakan Valdi semakin dalam, semakin beringas. Ia memompa tubuhnya tanpa ampun, mendorong ke seluruh panjang kejantanannya ke dalam lubang sempit Ella. Setiap dorongan adalah desahan, setiap tarikan adalah rintihan. Ella, di bawahnya, merasakan perpaduan aneh antara sensasi terkoyak yang membakar dan desakan dahsyat yang memenuhi setiap lekuk terdalam dirinya. Ia mencengkeram lantai dengan jari-jarinya, punggungnya melengkung secara tidak wajar, kepalanya terlempar ke belakang. Air mata bercampur keringat mengalir dari pelipisnya, tapi di balik itu, ada geliat tubuh yang tak bisa ditahan, sebuah kejang yang mulai memuncak.Farah, dengan mulut penuh, merasakan setiap getaran dari pangkal kejantanan Valdi. Lidahnya memutar, bibirnya mengulum kuat, berusaha meremas setiap tetes kenikmatan dari batang yang kini bekerja keras di dalam tubuh Ella. Ia mendengar jeritan Ella, melihat tubuh itu bergetar hebat di atasnya, namun fokusnya hanya pada satu hal: memuaskan Valdi, dan merasakan kemba