Share

CHAPTER 02 | KETAHUAN DOKTER SENIOR

Auteur: Langit Parama
last update Dernière mise à jour: 2025-07-20 07:32:48

Bisik-bisik pagi itu memenuhi koridor Rumah Sakit Gloria Medika. Para perawat, baik laki-laki maupun perempuan, sibuk membicarakan kabar terbaru—anak direktur rumah sakit itu dikabarkan telah kembali ke Indonesia dan akan aktif bertugas di rumah sakit keluarganya.

Namanya Isandro San Atticus. Sosok yang dikenal tegas, kompeten, ambisius, dan sedingin es. Tatapan matanya tajam, seolah mampu menelanjangi siapa pun yang berani menatap balik.

Pria itu bukan hanya dokter bedah saraf, tapi juga pewaris tunggal Rumah Sakit Gloria Medika—posisi yang membuat namanya dibicarakan lebih banyak daripada pasien hari itu, karena akan menjadi penanggung jawab di masa yang akan mendatang.

“Kenapa gak menetap aja sih jadi dokter di Singapura, kenapa masih balik ke sini lagi?” keluh salah satu perawat yang dulunya sudah pernah kena tegur Isandro karena datang terlambat.

“Bener, mana katanya lebih galak dari bapaknya,” yang lain menyahut sambil bergidik ngeri membayangkan Isandro ikut andil mulai dari sekarang terhadap ketertiban rumah sakit.

Yessa yang sejak tadi diam dan hanya mendengarkan rekan kerjanya bergosip, akhirnya membuka suara.

“Kalau aku, justru lebih suka dengan dokter yang kompeten, ambisius, pekerja keras—ya, seperti dokter Isa itu. Galak. Aku lebih suka senior yang galak, supaya aku gak enteng,” sahutnya santai membuat rekan kerjanya mendengus pelan.

“Mohon maaf ya, Yes. Di sini diantara kita bertiga, itu kamu yang paling suka telat datengnya,” imbuh Laras, salah satu teman baik Yessa.

Sementara Ana, teman Yessa juga hanya menggeleng pelan. Ana cukup banyak tahu soal kehidupan Yessa di rumahnya, ia tahu kalau suami Yessa itu kelakuannya spek dakjal—maka dari itu dia tidak berkomentar lebih.

“Bener, sih,” sahut Yessa sambil terkekeh pelan, “Semoga setelah ini aku gak enteng lagi, apalagi kalau dokter Isa bener-bener ambil alih rumah sakit dari direktur.”

Laras memutar bola matanya malas dan melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, “Aku ada jadwal kontrol pasien sekarang, aku ke sana dulu, ya? Nanti kalau mau makan siang jangan lupa hubungin aku.”

“Oke,” sahut Ana singkat, lalu ikut duduk di sebelah Yessa yang terlihat kelelahan. “Gimana sama kaki kamu yang kena paku itu, udah sembuh?”

Yessa menghela napas ringan. “Udah, kan udah dua minggu yang lalu.”

“Ya siapa tahu kan, belum. Takut ada infeksi, soalnya kata kamu kemasukan pasir juga, kan?”

Yessa hanya mengangguk pelan.

“Gimana sama suami kamu, apa dia masih gak kerja?” tanya Ana lagi, penasaran.

Yessa hanya mengembuskan napas pelan. Kaveer sudah mengatakan kalau dia tidak akan bekerja, dan menjadikan dirinya sendiri sebagai tulang punggung.

“Kalau kayak gini, mending kamu tunda dulu buat punya anak. Kamu pikirin gimana caranya buat cerai dari dia. Terus nanti cari laki-laki yang lebih baik dari suami kamu itu, Yes,”

Tak pernah ada habisnya Ana memberikan saran pada Yessa, namun itu tak semudah yang Ana bayangkan. Mengucap itu memang hal paling mudah, tapi ketika mengalami sendiri dia akan tahu betapa sulitnya.

“Dulu dia gak gini, An. Aku yakin, suatu saat suami aku pasti berubah. Dia itu baik, baik banget malah. Tapi, aku juga gak tahu apa yang bisa bikin dia begini.”

“Maaf, apa suami kamu main judol?” tanya Ana dengan suara berbisik agar tidak terdengar ke orang luar.

“Judol? Judi online?” gumam Yessa dengan kening mengernyit, “Setahu aku nggak, An.”

“Masa, sih? Tapi aku kok curiganya ke situ, ya?”

Yessa hanya tersenyum kecil, menopang dagunya dengan telapak tangan sambil menatap tumbler hitam miliknya dengan tatapan kosong.

Tiba-tiba tangan Ana terulur meraih tumbler hitam itu, “Ini tumbler kamu, kan?”

“Iya, kenapa?” jawab Yessa sambil melirik Ana yang dengan santai meraih tumblernya.

“Bagi air minumnya ya, tumbler aku ada di ruangan sebelah. Males mau ambil.” Ujar Ana seraya membuka sedotan yang sudah tersdia di tutupnya.

“Eh, nggak!” Yessa langsung menariknya kuat, dan menjauhkannya dari jangkauan Ana.

Ana tercengang, tak biasanya Yessa pelit pada air minumnya. "Lho, kenapa, Yes?"

“Isinya bukan air mineral kayak biasanya, Yes. Tapi ini ada vitaminnya juga, vitamin B6. Maaf, ya?” balasnya sambil menyengir kuda.

“Oh ...," Ana mengangguk paham. "Kamu masih kepengen hamil ya, Yes?" tanyanya penasaran.

Yessa terdiam, lalu menghela napas ringan. "Ya, mau gimana lagi, An? Mamaku sama Mama mertuaku kepengen banget gendong cucu," ucapnya beralibi.

Ana mengangguk paham dan tetap mengulas senyum tulus, "Semangat ya, Yes. Semoga kamu segera hamil, dan suami kamu segera bekerja dan ... berubah sikapnya."

“Amin," balas Yessa cepat. "Kalau gitu, aku duluan ya, An.” Yessa langsung bangkit dari duduknya dan meninggalkan Ana seorang diri di dalam ruangan.

Ana membalas dengan anggukan singkat, dan tersenyum miris. “Malangnya nasib kamu, Yes.”

Sementara di luar sana, Yessa berjalan menyusuri koridor sepi sambil melirik sekitar dan buru-buru membuka tumblernya dan meneguk semua isi di dalamnya sampai tandas.

Ia kemudian mendongakan kepala, memejamkan mata sejenak seolah ingin menghilangkan beban berat dalam hidupnya walau hanya sesaat.

“Yessa!”

“Hah?”

Yessa terlonjak kaget begitu suara berat dan serak menyebut namanya dari belakang punggung. Ia buru-buru menoleh, bola matanya membulat ketika melihat Isandro—sosok yang menjadi bahan gosip pagi tadi sekarang ada di depan matanya.

Pria tampan dengan jas putih itu menyeringai miring, “Ternyata benar kamu, saya kira salah orang.”

Yessa hanya mengunggingkan senyum kecil, gugup. “A-ada apa, dok?”

Isandro melipat kedua tangannya di dada dengan gerakan santai, “Mau tanya soal suami kamu. Bagaimana keadaannya sekarang? Sehat?”

“Ba-baik, dok, sehat,” balasnya sambil mengulas senyum manis meski gelagapan.

Sementara sepasang netra Isandro menyipit, menatapnya lekat-lekat dan membaca gerak-gerik Yessa yang seolah menyembunyikan sesuatu.

“Ada masalah, Yes? Saya dengar, Kaveer tidak kerja sudah satu tahun? Berarti ... sejak saya berangkat ke Singapura, dia tidak kerja sampai sekarang, ya?”

Yessa terhenyak. Ia tahu ini bukan sekadar basa-basi, ada hal lain yang ingin Isandro sampaikan padanya selaku sahabat sang suami yang sangat mengerti karakter Kaveer.

“Belum dapat aja, dok. Dia kerja kok selama ini, apapun bakal dia kerjain selagi halal,” jawab Yessa berusaha tetap menjaga marwah suaminya meski dia sudah sering disakiti.

Senyum tipis tersungging di wajah tampan Isandro, perlahan dia melangkah lebih dekat lagi membuat Yessa refleks mundur sampai punggungnya mentok di dinding.

“Dok ....” serunya sambil menahan dada bidang Isandro.

“Kamu kenapa?” tanya Isandro dengan suara beratnya, matanya tertuju pada manik mata wanita di hadapannya.

“A-apanya, dok?” jawab Yessa gelagapan.

Jarak ini sangat dekat, bahkan terlalu dekat sampai Yessa bisa mencium aroma mint yang menguar dari mulut Isandro. Napas hangat pria itu menyapu wajah cantiknya yang pucat karena gugup dengan posisi mereka saat ini.

Isandro mengangkat satu tangannya, mencapit dagu Yessa dan mendekatkan hidung mancungnya yang mentereng itu ke mulut Yessa yang langsung ditutup rapat.

“Buka mulut kamu, Yessa,” perintah Isandro dengan suara beratnya yang tegas.

Yessa menggeleng pelan, mengatupkan bibirnya rapat. Sambil tangannya mendorong dada bidang Isandro dengan sangat kuat, tapi sayangnya tenaganya kalah.

“Saya bilang buka, ini perintah senior kamu.” Isandro kembali memberi perintah, lebih tegas.

Yessa merasa tak bisa lagi mengelak, ia akhirnya membuka mulutnya dan memejamkan matanya.

Isandro mendekatkan hidungnya lagi ke mulut Yessa lalu bergumam pelan, “Alkohol.”

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 77 | DIJEMPUT LAKI-LAKI

    “Ma-mas ...!” suara Yessa bergetar mendengar ucapan Isandro yang sangat menohok, menusuk sampai ke relung hatinya yang paling dalam seolah dirinya manusia yang begitu munafik. “Jangan khawatir, saya tidak minta balasan. Saya cuma heran … bagaimana bisa kamu melakukan ini setelah apa yang saya lakukan untuk kamu?” Tangan Isandro mengepal, rahangnya mengeras menahan kata-kata yang mungkin jika dia teruskan lagi akan semakin melukai hati Yessa. “Kamu bisa pura-pura tidak butuh saya lagi, tapi tatapan kamu tidak bisa bohong, Yessa. Kamu cuma berusaha terlihat kuat, padahal sebenarnya kamu rapuh.” Bibir Yessa bergetar, ingin membalas ucapan itu. Mulutnya terbuka, namun tidak ada kata-kata yang keluar dari sana—napasnya tercekat di tenggorokan. Bola mata Yessa mulai berkaca-kaca, namun ia menggigit bibirnya kuat-kuat, berusaha menahan isakan yang sudah mendesak keluar.

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 76 | DISINDIR ISANDRO

    Usai dari cek kandungan, Yessa langsung berbelanja keperluannya di apartemen. Termasuk makanan yang bisa dimakan olehnya selama hamil trimester pertama ini. Tak lupa juga dia membeli susu khusus buat ibu hamil dengan tiga varian rasa, coklat, strawberry dan juga vanila. Begitu tiba di apartemen, dia segera mengemasi semuanya seorang diri, buah-buahan dan sayuran ke dalam kulkas. “Aku mulai sekarang harus nabung buat biaya lahiran dan hidup kedepannya,” gumamnya sambil menata buah-buahan segar. Yessa menarik napas panjang, lalu menghembuskannnya perlahan. Sepanjang perjalanan tadi, dia terus memikirkan nasib kedepannya untuk dirinya dan sang anak. Hingga akhirnya dia memutuskan akan tetap melahirkannya. Dan rencananya, dia akan meninggalkan kota ini setelah perutnya mulai terlihat jika hamil. Kata-kata Isandro masih terngiang di telinganya saat dia menanyakan

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 75 | USIA DUA MINGGU

    “Yessa, selamat ya karena kamu menang sidang ini,” ucap Salma pada mantan calon menantunya yang baru resmi beberapa menit lalu. Yessa tersenyum manis, “Terima kasih, Ma.” “Maafin Mama ya, Yessa. Karena anak Mama, banyak hal buruk yang harus kamu lewati. Kamu pasti trauma banget ya, Nak,” Salma meraih tangan Yessa dan mengusapnya lembut. Sementara di sebelahnya, Isandro masih berdiri tenang menunggu kedua wanita itu selesai bicara. Kini mereka sudah berdiri di luar kantor pengadilan. “Pasti sakit banget disiksa sama Kaveer. Sekali lagi atas nama Kaveer, Mama minta maaf Yessa.” Salma semakin menggenggam tangan Yessa erat, berharap masih ada pintu maaf. “Mama gak perlu minta maaf, Ma. Ini bukan salah Mama, tapi salah Mas Kaveer,” balas Yessa dengan suara lirih. “Tapi Mama selaku orang tua sudah gagal mendidik anak Mama,” sahut Salma, bola matanya berkaca-kaca. “

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 74 | SIDANG KEDUA

    Empat hari berlalu, di dalam ruang sidang penuh sesak. Yessa duduk di deretan depan, mengenakan blus putih sederhana dan rok hitam. Wajahnya tenang, tapi kedua tangannya bergetar halus di pangkuannya. Ada Salma yang juga hadir dan sempat bertemu Yessa, serta memberi kekuatan. Yessa tak menyangka ibu mertuanya itu justru mendukung keputusannya. Di sana juga ada Isandro yang duduk tegak, tatapannya lurus ke depan memperhatikan prosesi sidang yang tengah berlangsung. Namun saat menatap Kaveer, tatapannya dingin dan menusuk. Suasana menegang ketika panitera mulai membacakan gugatan penganiayaan, penyekapan, kekerasan psikis, dan penelantaran rumah tangga. Bukti visum, laporan kepolisian, hingga foto-foto luka ditunjukkan satu per satu. Semua mata beralih pada Kaveer yang duduk dengan kaos tahanannya, tangan terborgol di depan. Rahangnya mengeras, matanya penuh am

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 73 | KECUALI SELINGKUH

    “Arby, lain kali jangan bahas soal adek ya di depan tante Yessa,” ucap Isandro pada sang anak yang duduk di kursi sebelahnya. Saat ini mereka dalam perjalanan pulang ke mansion karena jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam, waktunya sang anak tidur. Awalnya Arby ingin menginap, tapi karena besok bukan weekend—Isandro tidak membiarkannya, takut telat besok saat ke sekolah. “Memang kenapa, Papa?” tanya bocah itu sambil menatap pada sang ayah yang fokus mengemudi. “Karena tante Yessa bukan Mama kamu, harusnya kamu tanya sama Mama kalau soal adek,” balasnya, meski dia tahu mustahil untuk itu, karena Aurora tidak akan mau hamil lagi. “Memangnya, kalau tante Yessa punya anak gak bisa jadi adeknya Arby, Pa?” Pertanyaan polos itu membuat Isandro menyunggingkan senyum tipis. Tentu saja bisa kalau dia mau menghamili wanita itu, pikirnya.

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 72 | ARBY INGIN ADEK

    “Yessa kamu di dalam?” tanya Isandro lagi, suaranya semakin terdengar cemas karena Yessa tak kunjung menyahut. Yessa buru-buru berdiri, dia kalut harus diapakan lima testpack tersebut. Ia lantas membersihkan semuanya dan membuangnya ke tong sampah tanpa menyisakan satu. “Yessa!” suara Isandro semakin meninggi, ketukan di pintu juga semakin keras namun Yessa tak kunjung merespon. Wanita itu panik karena matanya merah sehabis menangis, ia masih kaget dan tak terima dirinya hamil mengingat sudah minum obat kontrasepsi selama ini tanpa ketinggalan. Ia segera mencuci wajahnya dengan air dingin, sementara Isandro semakin panik dibuatnya. “Buka pintunya Yessa!” desak pria itu, “Atau saya dobrak sekarang!” “Iya, Mas ....” sahut Yessa cepat sebelum pintu kamar mandinya benar-benar di rusak oleh pria itu. Buru-buru tangannya membuka pintu kamar man

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status