Beranda / Romansa / Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku / CHAPTER 03 | LEPAS PAKAIANMU SEKARANG

Share

CHAPTER 03 | LEPAS PAKAIANMU SEKARANG

Penulis: Langit Parama
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-22 09:01:41

Yessa membuka matanya, lalu refleks mendorong Isandro dengan kuat. Kali ini dia berhasil membuat pria itu mundur beberapa langkah ke belakang. Tangannya terangkat menutup mulutnya.

Isandro melirik tumbler hitam di tangan Yessa lalu merampasnya dengan cepat, membuat Yessa tak sempat menahannya.

“Dok!” seru Yessa hendak merebut tumblernya.

Namun pria itu mengangkatnya tinggi, membuat Yessa kesulitan meraihnya.

“Sejak kapan, kamu minum alkohol?” tanya Isandro dengan tatapan dingin dan menusuk.

Yessa menelan ludahnya kasar, “S-saya ....” ia menggigit bibirnya kuat, tak bisa menjawab yang sebenarnya.

“Apa masalah rumah tangga kamu sangat berat sampai kamu harus minum alkohol, bahkan dengan santainya minum di rumah sakit, Yessa?” suara Isandro naik satu oktaf, membuat Yessa tersentak dan tubuhnya gemetar.

Isandro membuka tutup tumbler itu—seolah ingin memastikan benar atau tidaknya. Padahal dia sudah yakin kalau Yessa memang minum alkohol, sebab dia tahu pasti aromanya.

Tangan Yessa terkepal di samping tubuhnya, dia langsung berlutut di hadapan Isandro dan mengatupkan kedua tangannya di depan wajah.

“Maafkan saya, dok. Saya janji, saya tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.”

Isandro mengangkat sebelah alisnya, melirik Yessa yang terlihat ketakutan. Tatapannya datar tanpa ekspresi—tak menyangka Yessa yang dulunya sangat teladan bisa melanggar aturan.

“Ikut ke ruangan saya, Yessa,” perintahnya tegas.

Baru saja Isandro hendak berbalik, Yessa sudah lebih dulu menahan salah satu kaki Isandro.

“Dok, saya mohon ... jangan pecat saya. Jangan blacklist saya dari rumah sakit ini. Saya butuh pekerjaan ini, dok. Saya janji, saya bersumpah tidak akan mengulanginya lagi.” Suaranya bergetar, antara cemas dan takut.

Isandro menarik kakinya cukup kuat membuat Yessa terjengkang ke lantai rumah sakit yang dingin.

“Berdiri, Yessa!” ucap Isandro tegas, sepasang netranya melirik Yessa yang bersimpuh di lantai. “Saya bilang berdiri!”

Akhirnya dengan sisa tenaganya, Yessa bangkit berdiri meski kakinya sudah tak sanggup menopang tubuhnya sendiri.

“Dok, saya mohon …!” Yessa kembali mengiba, berharap Isandro benar-benar memaafkannya.

Namun Isandro menatapnya tanpa ekspresi, “Perbuatan kamu ini tidak bisa dimaafkan! Saya akan melaporkan kamu ke departemen perawat,” tangannya menarik bahu Yessa pelan, tapi wanita itu meringis seolah Isandro mencengkramnya kuat.

“Kenapa?”

“Sshh … lepas, dok. Sakit!” ringisnya sambil menurunkan tangan Isandro dari bahunya.

Mata Isandro menyipit tajam, curiga, “Apa kamu ...? Ikut saya!” ia berjalan lebih dulu meninggalkan Yessa yang masih membeku di tempat sambil memegangi bahunya dan sesekali meringis pelan.

Sementara Yessa, tubuhnya mendadak lemas seolah tak punya tenaga sedikit pun setelah ketahuan minum alkohol di rumah sakit. Waktu di mana dia harus menangani pasien, hal yang tak lazim dilakukan seorang perawat.

Bagaimana tidak? Alkohol satu-satunya yang dapat membuat pikiran Yessa tenang, jauh dari bayang-bayang suaminya yang selalu memarahi dan memukulinya tanpa alasan yang jelas.

Di dalam ruangannya, Isandro menatap tumbler di tangannya dengan tatapan dingin, lalu meletakannya ke atas meja. Bersamaan dengan itu, disusul sebuah ketukan di pintu—dan dia sudah bisa menebak siapa yang datang.

“Masuk,” suaranya rendah, raut wajahnya datar tanpa ekspresi.

Pintu terbuka dan menampilkan Yessa yang datang dengan wajah pucat.

“Kunci pintunya,” suruh Isandro lagi.

Yessa tercengang, menatap pria itu dengan sorot mata skeptis. Tapi tatapan Isandro yang seolah tak menerima bantahan, membuat Yessa menurut dan segera mengunci pintu ruangannya.

“Dok, saya minta maaf, dok. Saya akan menerima apapun hukumannya, tapi jangan pecat atau blacklist saya dari rumah sakit ini, dok. Ini cita-cita dan pekerjaan saya satu-satunya, saya mohon,” ucap Yessa dengan nada lirih, sambil meremas tangannya dengan gugup.

Isandro melipat kedua tangannya di dada, sorot matanya dingin, “Tentu, kamu harus menerima hukuman. Kamu sudah melanggar kode etik sebagai perawat, melanggar aturan rumah sakit. Dan masih banyak lagi. Kira-kira, hukuman apa yang pantas?”

Yessa menggigit bibirnya kuat, lalu berkata pelan. “Bagaimana, kalau skors selama sebulan saja, dok? Atau, potong gaji saja?”

Dahi Isandro mengernyit, “Kamu bercanda? Dengan kesalahan yang sangat fatal itu kamu hanya akan menerima hukuman sesimpel itu, Yessa?!” ia membuang napas kasar. “Ukuran kesalahan kamu ini memang paling benar di pecat atau pun di blacklist.”

“Maaf, dok, saya mohon ... maafkan saya.” Yessa menunduk lebih dalam, matanya berkaca-kaca menahan tangis. Dalam hati, dia mengutuk dirinya sendiri atas perbuatannya yang tak dibenarkan ini.

Isandro mengamati wanita itu dari atas sampai bawah, penuh penilaian. Lalu melangkah mendekat dan berhenti tepat di hadapannya. Tangannya terulur melepaskan kancing seragam perawat wanita itu.

“Dok!” Yessa menahan tangan Isandro. “Apa yang mau Anda lakukan?”

Isandro tak menghiraukan protes Yessa. Tangannya menepis tangan Yessa, sementara jemarinya terus bekerja, melepaskan satu per satu kancing seragam perawat itu hingga terbuka seluruhnya, menyisakan hanya bra yang menempel di tubuh bagian atasnya.

Yessa tersentak, buru-buru menyilangkan kedua tangan di dada, tatapannya menusuk ke arah Isandro.

“Saya akan laporin Anda atas pele—”

“Luka ini … sejak kapan?” potong Isandro cepat, nada suaranya merendah namun tajam. Pandangannya menelusuri lebam-lebam yang masih segar di bahu, dada, dan perut Yessa, seolah menelanjangi rahasia yang selama ini disembunyikannya.

Pria itu lantas memutari tubuh Yessa dengan pandangan dingin. Seketika rahangnya mengeras melihat luka lebam itu juga ada di bagian punggung kecil wanita rapuh itu, tangannya refleks mengepal.

Kemudian dia bergerak lagi, berdiri di hadapan wanita itu yang menunduk malu—bola matanya berkaca-kaca.

Isandro tak heran Kaveer akan melakukan hal ini. Ia tahu betapa kerasnya sikap sahabatnya itu—problematik dan sama sekali tak mau kalah dalam berdebat, bahkan pada perempuan sekalipun.

“Apa sakit?” suara Isandro rendah, tapi mengandung emosi yang sulit dijabarkan.

Yessa tak menjawab, dia menggigit bibirnya kuat agar isaknya tak keluar di hadapan Isandro. Dia tak mau terlihat lemah, dia tak mau dikasihani meski sebenarnya sangat butuh perhatian.

“Jawab saya, Yessa!” desak Isandro dengan nada dingin.

Setelah beberapa saat menolak untuk menjawab, akhirnya Yessa menjawab dengan gelengan kepala.

“Luka ini masih baru,” ucap Isandro, tangannya terulur, jemarinya yang besar mengusap lembut bahu Yessa yang lebam.

“Sshh …!” Yessa meringis, matanya terpejam. Air mata mulai mengalir, tak mampu ia bendung.

Wajah Isandro mengeras menatap air mata kepedihan itu, rahangnya mengetat menahan emosi. “Tatap mata saya, Yessa.” Ia mencapit dagu wanita itu, mengangkatnya perlahan hingga tatapan mereka bertemu.

Air mata Yessa masih mengalir, dan Isandro menghapusnya dengan ibu jarinya. Sentuhan itu lembut—begitu berbeda dengan sikap suaminya yang selalu menyentuhnya dengan kasar.

“Sakit?” tanya Isandro lagi, suaranya merendah. Mustahil luka baru itu tidak sakit, pikirnya.

“Nggak, dok …,” jawab Yessa bergetar, “Saya … saya udah terbiasa.”

Isandro terkesiap. Sudah terbiasa? Itu artinya sudah sering Kaveer melakukan kekerasan pada istrinya, dan bisa jadi sudah lama berjalan.

Ia menunduk, bibirnya mengecup sudut bibir Yessa dengan ciuman lembut yang membuat wanita itu menegang di tempat. Satu tangannya terangkat, menyelipkan anak rambut yang jatuh di wajahnya ke belakang telinga.

“Saya sudah menduga, Kaveer akan melakukan ini pada kamu,” bisiknya pelan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Marlien Cute
Dag dig dug jantungku...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 77 | DIJEMPUT LAKI-LAKI

    “Ma-mas ...!” suara Yessa bergetar mendengar ucapan Isandro yang sangat menohok, menusuk sampai ke relung hatinya yang paling dalam seolah dirinya manusia yang begitu munafik. “Jangan khawatir, saya tidak minta balasan. Saya cuma heran … bagaimana bisa kamu melakukan ini setelah apa yang saya lakukan untuk kamu?” Tangan Isandro mengepal, rahangnya mengeras menahan kata-kata yang mungkin jika dia teruskan lagi akan semakin melukai hati Yessa. “Kamu bisa pura-pura tidak butuh saya lagi, tapi tatapan kamu tidak bisa bohong, Yessa. Kamu cuma berusaha terlihat kuat, padahal sebenarnya kamu rapuh.” Bibir Yessa bergetar, ingin membalas ucapan itu. Mulutnya terbuka, namun tidak ada kata-kata yang keluar dari sana—napasnya tercekat di tenggorokan. Bola mata Yessa mulai berkaca-kaca, namun ia menggigit bibirnya kuat-kuat, berusaha menahan isakan yang sudah mendesak keluar.

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 76 | DISINDIR ISANDRO

    Usai dari cek kandungan, Yessa langsung berbelanja keperluannya di apartemen. Termasuk makanan yang bisa dimakan olehnya selama hamil trimester pertama ini. Tak lupa juga dia membeli susu khusus buat ibu hamil dengan tiga varian rasa, coklat, strawberry dan juga vanila. Begitu tiba di apartemen, dia segera mengemasi semuanya seorang diri, buah-buahan dan sayuran ke dalam kulkas. “Aku mulai sekarang harus nabung buat biaya lahiran dan hidup kedepannya,” gumamnya sambil menata buah-buahan segar. Yessa menarik napas panjang, lalu menghembuskannnya perlahan. Sepanjang perjalanan tadi, dia terus memikirkan nasib kedepannya untuk dirinya dan sang anak. Hingga akhirnya dia memutuskan akan tetap melahirkannya. Dan rencananya, dia akan meninggalkan kota ini setelah perutnya mulai terlihat jika hamil. Kata-kata Isandro masih terngiang di telinganya saat dia menanyakan

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 75 | USIA DUA MINGGU

    “Yessa, selamat ya karena kamu menang sidang ini,” ucap Salma pada mantan calon menantunya yang baru resmi beberapa menit lalu. Yessa tersenyum manis, “Terima kasih, Ma.” “Maafin Mama ya, Yessa. Karena anak Mama, banyak hal buruk yang harus kamu lewati. Kamu pasti trauma banget ya, Nak,” Salma meraih tangan Yessa dan mengusapnya lembut. Sementara di sebelahnya, Isandro masih berdiri tenang menunggu kedua wanita itu selesai bicara. Kini mereka sudah berdiri di luar kantor pengadilan. “Pasti sakit banget disiksa sama Kaveer. Sekali lagi atas nama Kaveer, Mama minta maaf Yessa.” Salma semakin menggenggam tangan Yessa erat, berharap masih ada pintu maaf. “Mama gak perlu minta maaf, Ma. Ini bukan salah Mama, tapi salah Mas Kaveer,” balas Yessa dengan suara lirih. “Tapi Mama selaku orang tua sudah gagal mendidik anak Mama,” sahut Salma, bola matanya berkaca-kaca. “

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 74 | SIDANG KEDUA

    Empat hari berlalu, di dalam ruang sidang penuh sesak. Yessa duduk di deretan depan, mengenakan blus putih sederhana dan rok hitam. Wajahnya tenang, tapi kedua tangannya bergetar halus di pangkuannya. Ada Salma yang juga hadir dan sempat bertemu Yessa, serta memberi kekuatan. Yessa tak menyangka ibu mertuanya itu justru mendukung keputusannya. Di sana juga ada Isandro yang duduk tegak, tatapannya lurus ke depan memperhatikan prosesi sidang yang tengah berlangsung. Namun saat menatap Kaveer, tatapannya dingin dan menusuk. Suasana menegang ketika panitera mulai membacakan gugatan penganiayaan, penyekapan, kekerasan psikis, dan penelantaran rumah tangga. Bukti visum, laporan kepolisian, hingga foto-foto luka ditunjukkan satu per satu. Semua mata beralih pada Kaveer yang duduk dengan kaos tahanannya, tangan terborgol di depan. Rahangnya mengeras, matanya penuh am

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 73 | KECUALI SELINGKUH

    “Arby, lain kali jangan bahas soal adek ya di depan tante Yessa,” ucap Isandro pada sang anak yang duduk di kursi sebelahnya. Saat ini mereka dalam perjalanan pulang ke mansion karena jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam, waktunya sang anak tidur. Awalnya Arby ingin menginap, tapi karena besok bukan weekend—Isandro tidak membiarkannya, takut telat besok saat ke sekolah. “Memang kenapa, Papa?” tanya bocah itu sambil menatap pada sang ayah yang fokus mengemudi. “Karena tante Yessa bukan Mama kamu, harusnya kamu tanya sama Mama kalau soal adek,” balasnya, meski dia tahu mustahil untuk itu, karena Aurora tidak akan mau hamil lagi. “Memangnya, kalau tante Yessa punya anak gak bisa jadi adeknya Arby, Pa?” Pertanyaan polos itu membuat Isandro menyunggingkan senyum tipis. Tentu saja bisa kalau dia mau menghamili wanita itu, pikirnya.

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 72 | ARBY INGIN ADEK

    “Yessa kamu di dalam?” tanya Isandro lagi, suaranya semakin terdengar cemas karena Yessa tak kunjung menyahut. Yessa buru-buru berdiri, dia kalut harus diapakan lima testpack tersebut. Ia lantas membersihkan semuanya dan membuangnya ke tong sampah tanpa menyisakan satu. “Yessa!” suara Isandro semakin meninggi, ketukan di pintu juga semakin keras namun Yessa tak kunjung merespon. Wanita itu panik karena matanya merah sehabis menangis, ia masih kaget dan tak terima dirinya hamil mengingat sudah minum obat kontrasepsi selama ini tanpa ketinggalan. Ia segera mencuci wajahnya dengan air dingin, sementara Isandro semakin panik dibuatnya. “Buka pintunya Yessa!” desak pria itu, “Atau saya dobrak sekarang!” “Iya, Mas ....” sahut Yessa cepat sebelum pintu kamar mandinya benar-benar di rusak oleh pria itu. Buru-buru tangannya membuka pintu kamar man

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status