"Masuk ke kamar. Lupakan yang kau lihat barusan. Papa menyayangimu!" Rayhan memeluk Levin.
Meskipun begitu, jantung Levin masih berdegup kencang. Bocah kecil itu masih ketakutan melihat kondisi Ibunya yang tak baik.Levin masuk ke dalam kamar. Lalu menarik selimut dan bersembunyi di dalamnya. Rayhan juga masuk ke kamar. Ia melirik Sandra yang sudah memejamkan mata.*****Keesokan paginya, anak anak bangun lebih dulu. Mereka berlarian mengelilingi ruang tamu. Sandra keluar dari kamar. Wanita itu tersenyum melihat tingkah kedua anaknya."Mama baru bangun ya?" tanya Ana."Ya sayang. Mama akan mandi sebentar lalu membuat sarapan untuk kalian." Sandra kembali masuk ke dalam kamar.Saat ia menoleh ke arah tempat tidur, ternyata suaminya juga sudah bangun."Apa kah kau masih sakit?" Rayhan bertanya.Sandra menatap kosong ke arah jendela kamar, tanpa menjawab sepatah katapun."Kau tahu sifatku. Tapi kau tetap melakukan kesalahan. Ini semua salahmu sendiri. Bukan salahku." Seperti biasanya, Rayhan membela dirinya sendiri."Kring...! Kring...!" Suara handphone Rayhan berbunyi."Ya! Halo! Tinggal 20 meter lagi. Benar. Di sekeliling Villa ada pohon Pinus. Apa kau sudah sampai?""Aku sudah sampai di depan," jawab seorang lelaki dari sebrang telepon sembari mematikan sambungan telepon."Cepatlah pergi mandi. Dandan dengan cantik. Wajahmu terlihat kumal. Cepat sana!" Rayhan meminta sang istri untuk membersihkan diri.Rayhan beranjak dari tempat tidurnya , ia keluar dari kamar. Langkah kakinya begitu cepat menuju ke arah pintu utama villa."Ceklek!" Rayhan membuka pintu."Kau sudah di sini! Ayo masuk.""Aku harap kau tak marah kepadaku karena hal kemarin.""Hal kemarin apa? Aku sudah melupakan semuanya!" seru Rayhan."Baguslah kalau begitu.""Kau duduk di sini. Aku akan mandi sebentar! Jangan sungkan. Anggap saja rumah sendiri!" Rayhan masuk ke dalam kamar lain untuk mandi.Begitulah percakapan kedua sahabat, yang sudah berkawan semenjak duduk di bangku perkuliahan.*****Usai mandi, Rayhan langsung meminta Sandra untuk membuatkan kopi."Sayang! Tolong buatkan kopi 2 cangkir. Atau kalau kamu malas suruh Mbok Sukra yang buatkan." Rayhan berteriak kepada istrinya dari ruang tamu."Ray, nggak perlu repot. Aku buat sendiri juga bisa.""Halah repot apaan?! Gunanya istri kalau bukan untuk disuruh begitu lalu untuk apa?" Rayhan menjawab dengan ketus."Ray, mana anak anak? Aku belikan cemilan dan es krim kesukaan mereka.""Mereka main di dalam kamar. Sini biar aku simpan di freezer."Rayhan berjalan ke arah dapur sembari membawa bungkusan berisi cemilan dari kawannya. Ia berpapasan dengan istrinya yang sedang membawa nampan."Ada makanan apa di meja?" tanya Rayhan."Sudah siap semuanya mas, nasi ataupun lauknya," jawab Sandra pelan.Sandra melanjutkan langkahnya menuju tempat dimana teman suaminya sedang duduk. Alangkah kagetnya Sandra, saat melihat ternyata yang datang ke Villa itu adalah Arya.Tangannya gemetar memegang nampan. Wajahnya merona. Ketika mereka berdua saling memandang, keduanya menjadi salah tingkah."Sandra! Hai apa kabarmu?""Aku baik," jawab Sandra dengan wajah penuh senyuman.Mereka berdua saling menatap dan tersenyum."Aku belikan coklat untukmu, terimalah....""Eh... Tapi..."Belum sempat Sandra menyelesaikan kata - katanya, Rayhan datang ke ruang tamu."Ambil saja! Sudah capek-capek Arya bawa, mau kamu tolak?!" Rayhan menyela pembicaraan.Sandra menerima coklat dan langsung pergi menuju ke dalam kamarnya. Di dalam kamar, Sandra melihat coklat pemberian Arya."Dia memperhatikan aku terlalu berlebih-lebihan, ataukah aku yang terlalu mendalam memikirkan Arya?""Perasaan apakah ini? Cinta? Kagum? Atau hanya pelampiasan diriku saja yang kurang kehangatan seorang pria?""Hentikan pikiran yang tidak sepantasnya ini. Lebih baik aku ke ruang makan, menyiapkan makan siang." Sandra beranjak dari tempat tidurnya menuju ke dapur.Sandra menyiapkan sebakul nasi putih hangat, sepiring penuh ikan goreng dan semangkuk sayur sup, dibantu oleh Mbok Sukra.Mbok Sukra adalah asisten rumah tangga yang ada di villa. Ia juga lah yang membantu tamu villa, untuk berbelanja.Semua bahan makanan dibeli dari warga sekitar. Ikan yang merupakan hasil tangkapan warga dari Danau Blue Bell dan sayuran dibeli dari salah satu kebun milik warga.Semua orang sudah siap di meja makan, Arya diam - diam memandangi Sandra."Wanita itu adalah makhluk yang sangat indah. Ia bagaikan malaikat pelindung untuk keluarganya." Arya bicara dalam hati."Jika pertemuan ini tak memiliki arti, seharusnya tidak akan tumbuh rasa menggelitik di dalam dada.""Apa - apaan ini? Kenapa aku terus memikirkan istri dari sahabatku?""Bro! Eh! Kok bengong? Apa yang kamu pikirkan?" ucap Rayhan seraya menggoncang bahu temannya."Cantik," jawab Arya lirih."Apa?" Rayhan bertanya karena suara Arya tak begitu terdengar olehnya."Makanannya tampak lezat." Arya mengelak mencoba menutupi jawaban spontannya tadi.Mereka semua menghabiskan waktu siang, bersama. Sesekali kedua sahabat itu bernostalgia semasa duduk di bangku kuliah."Pa... Ayo naik perahu!" rengek Levin."Sore saja ya.""Tapi Pa... Langit sudah mendung. Kalau sore hujan lagi, pasti batal naik perahu." Levin mulai merajuk, bibirnya meruncing maju ke depan."Ya ya ayo berangkat sekarang! ""Hore!" Anak anak berteriak."Ayo Ma. Ayo Om. Kita berangkat."Levin menarik tangan Sang Ibu seraya menoleh kearah Arya.Mereka berjalan bersama. Seperti biasa, Ana meminta digendong oleh Ayahnya."Bip...! Bip...!" Handphone Rayhan bergetar. Ada sebuah pesan singkat masuk."Selamat siang. Ray, ini Doni. Ampun...! Sulit sekali menemukan nomor handphonemu! Aku ada ikan Zebra Pleco, sesuai pesananmu kemarin."Rayhan senang sekali, ikan hias pesanannya sudah siap dibeli. Ia langsung menelepon balik."Tut! Tut!""Hallo! Don... Serius sudah ada ikan pesananku?""Iya serius.""Kamu dimana sekarang? Susah sekali mencari nomormu. Giliran dapat nomormu, malah susah dihubungi.""Iya sorry... Bro! Saya lagi di luar kota. Family time. Ngomong - ngomong berapa harga ikan itu?""Murah 7 juta saja.""Apa 7 juta? Pasaran harga hanya 3 jutaan kok yang ini mahal! Kamu jualan motor apa jualan ikan?" Rayhan berteriak kaget sembari menurunkan Ana dari gendongan.Rayhan meneruskan bercakap dengan temannya melalui handphone. Sementara Ana merengek minta digendong.Melihat Ana yang merengek, Arya tidak tega. Ia langsung menggendong tubuh mungil yang berdiri di hadapannya."Sudah sama Om saja ya. Papa sedang sibuk." Arya menenangkan Abel.Levin meraih tangan Arya dan Sandra secara bersamaan."Ayo Ma. Kalau nunggu Papa pasti lama.""Tunggu dulu. Nanti Papa marah." Sandra tak serta Merta menuruti permintaan Levin."Mama, kok nunggu sih? Papa suka lama kalau angkat telepon. Mumpung belum hujan."Mendengar anak anaknya yang terus merengek, Rayhan menyuruh mereka berempat berangkat lebih dulu."Jangan ribut. Malu dilihat banyak orang! Kalian berangkatlah berempat. Arya aku titip anak anak ya. Selesai kesepakatan harga ikan, aku akan menyusul," ucap Rayhan.Arya berjalan di depan bersama Ana dan juga Levin. Sandra mengikuti dari belakang dengan ragu."Om, ada yang jual layangan. Lihat!" Levin menunjuk ke arah layangan yang sedang diterbangkan oleh penjualnya."Levin mau? Ayo beli!"Levin mengangguk dan berteriak. "Asik!" Anak kecil itu tersenyum sambil bertepuk tangan."Jangan merepotkan Om Arya," ujar Sandra kepada putranya."Apa yang merepotkan? Mereka bahagia, begitu juga denganku." Arya menyahut dengan senyuman."Ana sini ikut Mama. Biar Mama yang menggendongmu. "Namun Ana tak menjawab. Karena tengah asyik mengamati sekeliling. Banyak penjual makanan. Ada yang menawarkan buah, sayur mayur, ikan dan juga bunga."Sudahlah Sandra. Ana merasa nyaman dalam gendonganku. Ayo kita segera menyewa kapal, anak anak sudah tak sabar ingin mengelilingi danau," ucap Arya."Situasi apakah ini ? Kenapa perasaan di dalam hati menggoda diriku? Apa aku jatuh hati kepada teman suamiku?""Kelak waktu yang akan menjawab semua pertanyaan penuh keraguan ini. Setiap pertemuan pasti memiliki makna di dalamnya." Sandra bicara kepada dirinya sendiri.Mereka kemudian menyewa sebuah kapal. Melihat pemandangan danau penuh kabut dari dekat. Cuaca berubah dingin, sesekali petir menyambar. Terdapat keramba ikan milik warga di kanan kiri danau. Banyak pohon Cemara dan Pinus di tepiannya.Saat asik mereka melihat pemandangan, terlihat Rayhan dari kejauhan melambaikan tangan." Papa! Kami jalan jalan dulu." Levin berteriak."Papa! Tunggu sebentar ya." Ana ikut berbicara.Sandra menoleh ke arah Rayhan. Sementara Rayhan menatap Sandra dengan tajam."Gawat! Mas Rayhan pasti akan memarahiku karena tidak menunggunya naik perahu." Sandra ketakutan. Pikirannya jadi tidak tenang."Kenapa hanya diam? Bagaimana rasa masakanku? Apa kau menyukainya?" tanya Novi."Apa kau tahu, bahwa Sandra saja tak pernah berani datang menggangguku di kantor pada jam jam sibuk seperti ini?" sahut Rayhan."Aku tak tahu. Tapi hanya sekedar datang ke sini untuk membawakan makan siang. Apa salahnya?""Memang tidak ada yang salah. Tapi aku tidak suka."Rayhan mengambil sedikit makanan lagi di ujung sendok dan mencicipinya. Ia kemudian melahap satu suapan besar, berisi sayuran dan daging sapi cincang."Tok! Tok!" Suara pintu ruangan Rayhan diketuk dari luar.Novi dengan sigap segera membuka pintunya."Terima kasih Bu San dra. Maaf saya kira tadi Bu Sandra yang membukakan pintu untuk saya," ucap seorang karyawan sembari menundukkan kepala."Tidak apa apa. Aku Novi. Calon istrinya Rayhan. Kau hafalkan namaku ya. Aku tak mau, jika kau sampai salah memanggil namaku lagi."Mendengar ucapan Novi, Rayhan langsun
Sementara itu di toko perhiasan, Dani mengambil perhiasan yang ia pesan. Setelah itu, ia menghubungi Novi. "Apa bisa kita bertemu?" ucap Dani melalui sambungan telepon."Siapa ini?" sahut Novi agak ragu."Om Dani.""Om Dani? Om kok tahu nomor hp aku? Om Dani tahu darimana?""Itu hal sepele Novi. Sekarang katakan, apa kita bisa bertemu?" ucap Dani."Bisa bisa Om. Om datang saja ke tempat kost saya.""Maaf saya nggak bisa. Kalau kamu mau, kita akan bertemu di Cafe Clementine. Saya akan tunggu kamu di sana, sekarang." "Baik Om. Iya saya akan datang." Novi menutup telepon. Ia bergegas datang ke Cafe Clementine.Suasana Cafe Clementine sangat sepi, karena hujan deras terus mengguyur sejak sore hingga malam. Dani duduk dengan santai di dekat pintu keluar. Tak berselang lama, Novi datang. Ia melambaikan tangan ke arah Dani."Om!" ucap Novi."Silahkan duduk.""Maaf ya aku buat Om me
Dani tiba tiba muncul. Ia berjalan tepat di belakang tempat Novi berdiri. Ayunda semakin curiga."Kalian mengobrol di halaman belakang?" tanya Ayunda."Ya! Kami mengobrol. Kau yang menginginkan hal itu sejak lama. Iya kan? Kau inginkan aku agar bisa menerima kehadiran Novi di rumah ini. Sekarang, kami sudah bisa berteman." Dani menyahut.Ayunda tak menjawab. Ia menatap wajah Dani dengan serius."Sekarang apa lagi? Kenapa wajahmu terlihat sangat marah?" tanya Dani.Ayunda tak memiliki bukti atas kecurigaannya. Ia hanya memiliki firasat saja. Jadi Ayunda mengabaikan hal itu dan memilih untuk tidak membicarakannya lagi.Dani beralih dari sana. Ayunda dan Novi kembali ke teras untuk mengobrol."Novi, apa kamu benar benar mencintai Rayhan?" tanya Ayunda."Kenapa Mama bertanya seperti itu? Mama kan tahu kalau aku sekarang sedang hamil.""Iya ya kau kan sedang mengandung anaknya Rayhan.""Lantas apa y
"Siapa yang mengundang pel4c*r ini kemari?" Wulan langsung menyela."Wulan jaga bicaramu! Caramu bicara benar benar menunjukkan kalau kamu tidak punya sopan santun!" seru Ayunda."Sopan santun diberikan kepada mereka yang pantas mendapatkannya!" Novi hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum sinis. Ia mengamati 3 kotak kecil pemberian Dani yang ada di meja."Ada pembagian hadiah rupanya." Novi melirik ke arah Dani."Pa! Kenapa Papa diam saja! Ayo usir dia!" seru Wulan, emosi.Dani malah menundukkan wajah seperti orang yang terlihat kebingungan."Wulan! Jaga sikap kamu! Tamu yang datang ke rumah ini, bukan urusan kamu lagi!" Ayunda membela Novi."Mama!" seru Wulan tak terima."Ayo Novi, silahkan duduk." Ayunda meminta Novi untuk duduk di dekatnya. Membuat semua orang yang berada di sana merasa canggung."Kalian tak perlu merasa tak enak hati begitu. Aku ke sini, bukan tanpa sebab. Mama Ayu
"Aku minta maaf jika hal ini membuatmu cemburu. Aku tak bermaksud menyakitimu." Sandra khawatir Arya akan marah pada dirinya."Oh hanya itu... tapi untuk apa dia mengajakmu ke sana?" Arya menekan egonya."Papa mengundang semua anak dan menantunya untuk makan malam.""Pak Dani yang mengundang. Aku paham. Kalau begitu kau harus datang. Ayo cepatlah bersiap siap!""Apa kau tak cemburu?" "Aku tak cemburu. Hanya sedikit tergores di bagian jantungku. Tak apa aku mengerti. Pak Dani, butuh waktu untuk mengetahui kebenaran mengenai kalian berdua.""Aku minta maaf jika hal ini membuatmu terluka," ucap Sandra."Tidak sayang. Aku paham posisimu memang tidaklah mudah. Jika Pak Dani sampai sakit karena mengetahui kebenaran pahit mengenaimu dan Rayhan, hal ini akan membuat banyak orang sedih termasuk dirimu."Arya berpamitan pulang. Tapi Sandra melarangnya."Aku pulang dulu ya?" "Tidak. Jangan pulang tetapl
Karena merasa terganggu dengan perilaku Ayu, maka terpaksa Arya melaporkannya ke kantor Polisi. Tanpa ampun, Ayu langsung ditangkap oleh Polisi, malam itu juga. Hal ini membuat Ayu panik sekaligus marah. Karena ada anak kecil yang masih memerlukan dirinya, tapi dia tak lagi bisa menjaganya.Dan bukan hanya itu, suaminya ikut shock mendapati kebenaran mengenai Ayu. "Kurang ajar kau Arya! Beraninya kau melakukan ini padaku!" Ayu berteriak teriak di balik jeruji besi.****Sandra masih ada di dalam kamarnya. Ia membuka matanya perlahan dan menoleh ke arah jam dinding."Sudah jam setengah enam pagi. Aku akan lihat apakah Liya sudah memasak di dapur atau masih tertidur pulas di kamarnya."Saat Sandra sampai di dapur, ia melihat Liya yang sudah sibuk dengan berbagai peralatan memasak. Kedua api kompor menyala, satu kompor digunakan untuk menggoreng dan satunya lagi digunakan untuk merebus."Liya... tumben sepagi ini