Beranda / Rumah Tangga / Gairah di Balik Tirai Kehidupan / Bab 5: Kehilangan yang Mengguncang

Share

Bab 5: Kehilangan yang Mengguncang

Penulis: perdy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-26 22:15:34

Pagi itu, Reno pulang lebih awal dari biasanya. Alena yang sedang membersihkan ruang tamu merasa heran ketika mendengar pintu depan terbuka sebelum waktunya. Ia menoleh ke arah Reno yang berdiri di ambang pintu dengan wajah kusut dan langkah gontai.

“Ren, kenapa kamu pulang secepat ini? Apa kamu sakit?” tanya Alena, berjalan mendekat dengan nada cemas.

Reno tidak langsung menjawab. Ia hanya menghela napas panjang dan duduk di sofa, mengusap wajahnya dengan tangan. Setelah beberapa saat hening, ia akhirnya berkata dengan suara rendah, “Pabrik tempatku kerja tutup, Lena. Mereka mengumumkannya pagi ini. Semua pekerja dirumahkan.”

Berita itu membuat Alena terdiam. Ia mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan Reno. “Tutup? Maksudnya... kita tidak punya pemasukan lagi?” tanyanya pelan, meski ia sudah tahu jawabannya.

Reno mengangguk pelan, menundukkan kepala. “Aku sudah berusaha bertanya apakah ada kemungkinan kami dipindahkan ke cabang lain atau diberi kompensasi. Tapi jawabannya tidak. Mereka hanya memberi pesangon kecil, dan itu pun tidak cukup untuk bertahan lebih dari satu bulan.”

Alena merasakan gelombang kekhawatiran melanda hatinya, tetapi ia berusaha tetap tenang. Ia duduk di samping Reno, menggenggam tangannya. “Kita akan mencari jalan keluar, Ren. Kita selalu bisa melewati semuanya bersama.”

Namun, Reno hanya menggeleng pelan. “Aku merasa gagal, Lena. Aku bahkan tidak bisa menjaga kestabilan rumah tangga kita. Bagaimana aku bisa menjadi suami yang baik kalau aku tidak bisa menyediakan kebutuhan dasar untuk keluarga kita?”

Meski hatinya sendiri diliputi rasa takut, Alena memutuskan untuk tidak membiarkan keputusasaan menguasai mereka. Ia segera mengambil langkah-langkah kecil untuk mencari solusi. Ia mulai menghubungi kenalan yang mungkin bisa membantu Reno mendapatkan pekerjaan baru, sementara ia sendiri mencoba meningkatkan produksi kerajinan tangan untuk dijual lebih banyak.

Alena juga mulai mencari pasar online untuk memasarkan produknya, sesuatu yang belum pernah ia coba sebelumnya. “Kalau kita bisa menjangkau lebih banyak orang, mungkin aku bisa menjual lebih banyak juga,” pikirnya. Dengan sisa tabungan yang mereka miliki, ia membeli bahan-bahan baru untuk membuat koleksi kerajinan tangan yang lebih beragam.

Di sisi lain, Reno mulai mengirimkan lamaran ke berbagai perusahaan. Ia bahkan tidak ragu untuk mencoba pekerjaan yang berbeda dari keahlian teknisnya, meskipun itu berarti ia harus belajar dari awal. Reno juga pergi ke beberapa job fair di kota terdekat, berharap bisa menemukan peluang kerja yang sesuai.

Namun, pencariannya tidaklah mudah. Banyak perusahaan yang menolak dengan alasan overqualified atau kurangnya posisi yang sesuai. Setiap penolakan membuat Reno semakin frustrasi, tetapi ia berusaha menyembunyikan perasaan itu dari Alena.

Seiring waktu, tekanan yang mereka rasakan mulai memengaruhi hubungan mereka. Reno yang biasanya ceria dan penuh semangat kini sering murung dan mudah marah. Alena pun merasa lelah karena harus mengatur banyak hal sekaligus. Meskipun mereka saling mendukung, ada saat-saat di mana ketegangan kecil berubah menjadi pertengkaran.

“Aku tahu kamu sedang berusaha, Ren, tapi aku juga butuh kamu untuk tetap kuat. Kita tidak bisa menyerah sekarang,” kata Alena pada suatu malam ketika Reno mulai kehilangan harapan.

“Aku sedang berusaha, Lena! Tapi semuanya terasa seperti jalan buntu. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi,” balas Reno dengan nada frustrasi.

Alena menarik napas dalam, berusaha menahan emosinya. “Kita sudah melewati banyak hal bersama, Ren. Aku butuh kamu untuk percaya bahwa kita bisa melewati ini juga. Kalau kamu menyerah, bagaimana dengan aku? Dengan kita?”

Kata-kata Alena mengguncang Reno. Ia menyadari bahwa meskipun situasi mereka sulit, menyerah bukanlah pilihan. Ia memeluk Alena erat-erat, seolah-olah mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Di tengah-tengah perjuangan mereka, sebuah peluang kecil muncul. Salah satu kenalan Alena menawarkan Reno pekerjaan sementara sebagai teknisi lepas. Meski tidak memberikan penghasilan tetap, pekerjaan itu memberi mereka sedikit harapan.

Alena juga berhasil menjual beberapa kerajinan tangannya dalam jumlah besar kepada seorang pelanggan yang tertarik dengan desain uniknya. Uang yang dihasilkan dari penjualan itu membantu mereka membayar tagihan yang sudah mulai menumpuk.

Malam itu, untuk pertama kalinya setelah berminggu-minggu, Reno dan Alena duduk bersama sambil tersenyum kecil. Meskipun perjalanan mereka masih panjang, mereka tahu bahwa selama mereka tetap bersama, mereka bisa menghadapi apa pun yang datang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 345

    Dia akhirnya siap mengakui kebenaran yang selama ini mencakar dadanya.Dia siap mengakui bahwa dia tidak pernah benar-benar berhenti mencintai Adrian.Pikiran itu menghantamnya seperti hantaman fisik, mencuri napasnya. Tangannya bergetar saat ia meraih ponsel—lalu berhenti. Apa yang harus ia katakan? Kalimat seperti apa yang bisa mewakili kekacauan emosi yang berputar dalam dirinya?Aku salah. Aku berbohong pada diriku sendiri. Aku berbohong padamu. Aku berbohong pada semua orang.Kupikir aku bisa memilih rasa aman daripada hasrat. Kupikir aku bisa memilih kestabilan daripada kekacauan yang datang bersamaan dengan mencintaimu.Tapi aku tidak bisa. Aku tidak bisa pura-pura lagi.Suasana kafe dipenuhi dengung pelan kehidupan orang lain. Mahasiswa mengetik di laptop, pasangan berbincang lirih, teman-teman tertawa pelan. Semua orang itu hidup dalam dunia yang mendadak terasa asing baginya.Dia sudah hidup dalam dunia itu selama dua tahun. Dunia cinta yang normal, dapat diprediksi, dan ama

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 344

    “Kamu mencintaiku seperti mencintai tempat yang aman. Seperti mencintai pelarian yang nyaman. Tapi kamu nggak jatuh cinta padaku. Kamu jatuh cinta pada dia.”“Dia itu beracun, Reno. Dia manipulatif, dia—”“Tapi dia yang membuatmu hidup. Dia yang menantangmu. Dia yang bikin kamu merasa penuh. Sesuatu yang nggak bisa aku berikan.”“Itu bukan cinta. Itu obsesi.”“Mungkin. Tapi itu yang kamu mau. Yang selalu kamu mau.”“Aku nggak mau dikendalikan.”“Bukan dikendalikan yang kamu cari. Kamu cari intensitas itu. Kamu cari api itu. Kamu cari rasa hidup yang meledak-ledak, meski itu bisa membakar habis kamu.”“Api membakar, Reno.”“Dan kenyamanan itu membosankan.”Kata-katanya seperti tamparan. Alena menatapnya, terdiam.“Aku ini ‘aman’ buat kamu, ya?” lanjut Reno. “Aku pria yang kamu pilih bukan karena kamu nggak bisa hidup tanpaku, tapi karena aku baik untukmu. Karena aku mudah untuk dicintai.”“Itu nggak benar.”“Itu sangat benar. Dan aku sudah terlalu lama pura-pura nggak tahu. Tapi aku n

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 343

    “Karena setiap aku bersamamu, aku langsung masuk ke peran 'pacarnya Reno'. Aku berhenti mikirin keinginanku sendiri, dan mulai mikir tentang keinginanmu.”“Aku gak pernah minta itu.”“Kamu gak perlu minta. Itu sudah jadi kebiasaan. Sudah jadi bagian dari caraku mencintai.”Reno menatapnya, seperti tak percaya.“Jadi semua ini... hanya pura-pura?” bisiknya.“Bukan pura-pura. Aku mencintaimu. Tapi aku mencintaimu sambil kehilangan diriku sendiri. Aku mencintaimu sambil terus bertanya dalam hati: ‘Apa yang Reno butuhkan?’ dan melupakan apa yang aku butuhkan.”“Kamu hanya sedang terlalu mikir. Kita bisa atasi ini. Kita bisa belajar komunikasi yang lebih baik. Memberi ruang.”“Aku sudah coba, Reno. Aku coba tetap punya kehidupan sendiri. Teman-teman sendiri. Pendapat sendiri. Tapi sedikit demi sedikit, semuanya hilang. Sama seperti waktu aku bersama Adrian. Hanya beda bentuk.”“Aku bukan Adrian.”“Aku tahu. Kamu bukan dia. Kamu baik. Kamu perhatian. Kamu mendukungku. Tapi aku tetap hilang

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 342

    Reno duduk di dalam mobilnya, terparkir di depan apartemen Alena. Kedua tangannya menggenggam erat setir, sampai buku-buku jarinya memutih. Sudah dua puluh menit ia duduk di sana, memandangi jendela unit Alena, mencoba mengumpulkan keberanian untuk melakukan hal yang harus ia lakukan.Ponselnya bergetar—balasan yang tak kunjung datang dari pesan terakhirnya, tiga jam lalu. Sama seperti lima pesan sebelumnya. Sama seperti belasan pesan kemarin. Polanya sudah terlalu familiar dan menyakitkan dalam beberapa minggu terakhir.Ia memejamkan mata, mengingat sosok perempuan yang ia cintai dua tahun lalu. Alena yang dulu selalu tersenyum saat melihatnya, yang tak pernah lupa mengirimkan pesan ‘selamat pagi’, yang selalu menyempatkan diri meski sesibuk apa pun. Gadis itu kini terasa seperti kenangan dari kehidupan yang berbeda.Alena yang sekarang... asing. Jauh. Pikirannya selalu di tempat lain, matanya lebih sering menatap layar ponsel, mulutnya dipenuhi alasan. Bahkan saat bersamanya, rasany

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 341

    Tiga hari setelah percakapannya dengan Maya di tengah hujan, Alena berdiri di depan gedung apartemen Adrian, membawa sebuah kotak kecil berisi barang-barangnya. Tangannya sedikit gemetar, bukan karena dingin, tapi karena beratnya keputusan yang akan ia buat—dan kali ini, keputusan itu final.Ia menelepon Adrian satu jam sebelumnya, dengan suara yang tenang meski dadanya terasa seperti medan perang."Aku akan datang. Kita perlu bicara.""Alena, syukurlah. Aku sudah memikirkan semua yang kamu katakan, dan aku—""Adrian, cukup. Tolong... cukup. Ini bukan untuk berbicara. Ini perpisahan."Hening. Lalu: "Apa maksudmu?""Maksudku, aku selesai. Kita selesai. Aku akan mengembalikan barang-barangmu dan mengatakan apa yang perlu kukatakan.""Kamu pasti bercanda.""Aku belum pernah seyakini ini sepanjang hidupku.""Tapi kita bisa memperbaikinya. Aku bisa berubah. Aku bisa jadi lebih baik.""Tidak, kamu tidak bisa. Dan aku tak bisa terus berpura-pura menunggu kamu berubah.""Alena, tolong. Jangan

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 340

    Adrian berdiri di dalam kantornya yang kosong, memandangi kursi tempat Alena duduk beberapa jam lalu. Keheningan di ruangan itu terasa memekakkan telinga. Ponselnya terus berdering—investor, rekan bisnis, orang-orang yang masih percaya pada citra sempurna yang ia bangun—tapi ia bahkan tak sanggup mengangkatnya.Tatapan Alena masih terbayang jelas di kepalanya. Penuh rasa muak. Penuh kepastian. Bukan seharusnya ini cara mereka berakhir.Tangannya gemetar saat ia mengambil ponsel dan menggulir daftar kontak. Lalu berhenti pada satu nama yang sudah berbulan-bulan tak ia hubungi—David. Teman sekamarnya saat kuliah, salah satu dari sedikit orang yang mengenalnya sebelum semua berubah—sebelum hidupnya jadi soal kendali dan manipulasi.“Adrian? Astaga, udah berapa lama? Enam bulan?”“David... aku butuh bicara.”“Kau terdengar kacau. Ada apa?”“Semuanya hancur. Perempuan yang aku cintai baru saja meninggalkanku.”“Alena? Yang sering kau ceritakan itu?”“Dia nggak ngerti. Dia pikir aku monster.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status