Chang Hao memasuki ruangan untuk memulihkan diri. Setelah mendapat perawatan dari para tabib bawahan Dewi Chang Yun, dia pun berniat untuk memulihkan kekuatan. Luka yang dia derita tak begitu berarti. Tapi karena dia mengerahkan kekuatan yang sangat besar, itu cukup membuatnya merasa lelah. Baru sedetik dia memejamkan mata, terdengar suara halus yang membuat dia membuka kembali kedua matanya. Sontak saja kedua mata Chang Hao langsung membesar melihat siapa yang ada didepannya. "Ayah...! Bagaimana kau bisa datang kesini?” tanya Chang Hao dengan perasaan yang tidak enak. "Tak perlu panik. Aku hanya ingin bertanya beberapa hal saja padamu." ucap Jaka Geni dengan suara tenang. "Apa yang ingin ayah tanyakan padaku?” tanya Chang Hao merasa sedikit aneh dengan kedatangan sang ayah. "Sejak kapan, kau berguru padanya?" tanya Jaka Geni. "A... Apa maksud ayah...? Berguru pada siapa...?” tanya Chang Hao dengan suara tergagap. Jaka Geni melirik kearah anaknya dengan mata berkilat merah. "Ka
Setelah pertarungan Chang Hao dan Sua Ning berakhir, pertarungan kembali dilanjutkan. Dan pertarungan ke 10 ini menjadi penutup di hari itu. Karena 10 pertarungan lainnya akan dilanjut keesokan harinya. Dua wanita yang sangat tidak asing lagi berdiri di atas arena dan saling berhadapan. Sosok cantik yang tak lain adalah Chang Mei dan satu sosok bercadar yang tidak lain adalah Lu Xie. Mereka berdua sama-sama mengenakan pakaian hitam. "Adik Lu Xie, aku sempat mendengar sepak terjangmu dalam perang kemarin. Kau sudah jauh berbeda," kata Chang Mei memuji. Lu Xie tersenyum dibalik cadarnya. Sejak dulu dia tak pernah ada masalah dengan anak Dewi Chang Yun tersebut. Malah, justru wanita itu cukup perhatian padanya. Sifat baik Chang Mei memang sudah terkenal di kalangan anak Jaka Geni. Sikap dewasa yang diwarisi oleh ibunya itu membuat semua anak Jaka Geni baik kepadanya. Apalagi Chang Mei memiliki kebiasaan minum teh yang akhirnya menjadi daya tarik sendiri bagi saudara-saudaranya. "Aaa
Suara petir merah menggelegar mengguncang arena bertarung di gelanggang raksasa yang disaksikan satu juta penonton tersebut. Tubuh Chang Mei yang terkena tepat di bagian perutnya terhempas ke arena dengan keras hingga terdengar suara tulang patah yang memilukan. Darah muncrat dari mulut wanita kekasih Bara Sena tersebut membasahi wajah dan matanya. Semua orang ternganga dengan apa yang terjadi. Bara Sena sempat tertegun melihat Chang Mei yang tergeletak di atas arena. Matanya terlihat nanar dan tinjunya mengepal. "Chang Mei..." lirihnya sebelum dia menghilang begitu saja dari tepatnya tersebut. Sukma Geni dan Gandi Wiratama serta beberapa anak Batara Geni yang ada disana dibuat terkejut dengan kemampuan Bara yang tiba-tiba menghilang. Kurang dari satu detik, muncul gerbang merah di dalam arena pertarungan. Bara Sena langsung melompat keluar dan merengkuh tubuh Chang Mei. "Chang Mei...! Apa kau bisa mendengarku!?" seru Bara Sena. Anoman dan Lu Xie yang masih melayang di atas terk
Chang Hao mencekik leher jenjang Lu Xie dan mengangkatnya ke atas membuat gadis itu meronta minta dilepaskan. Gadis itu berusaha mengerahkan tenaga dalam, tapi rupanya Chang Hao sudah menguncinya sehingga dia tak bisa berbuat apa-apa kecuali meronta meski itu sia-sia. Kahiyang Dewi adalah orang pertama yang merasakan hawa membunuh dari arah luar bangunan. Dengan cepat dia berkelebat keluar dari bangunan kayu tersebut. Dia tertegun melihat apa yang tengah Chang Hao lakukan. "Hentikan bodoh!" teriak Kahiyang Dewi namun tak digubris oleh Chang Hao. "Jangan ikut campur kau wanita! Siapa kau dan ada urusan apa disini!” hardik kakak Chang Mei tersebut dengan mata menyala ungu. Bara dan yang lainnya segera keluar. Mereka pun sama-sama terkejut melihat apa yang Chang Hao lakukan pada Lu Xie. Kesal karena dibentak anak Jaka Geni tersebut, Kahiyang Dewi langsung hentakkan kaki kanan ke lantai dengan keras. Lalu tangannya bergerak kedepan. Tak ada yang melihat Naga Tanpa Wujud milik wanita
Lu Xie merebahkan tubuhnya diatas kasur yang tebal. Wajahnya nampak malu-malu dan berusaha menghindari tatapan Bara Sena yang ada di atas tubuhnya. "Apa kau benar-benar ingin melepas kesucian yang selama ini kau jaga? Aku tak menyangka kau akan memintanya dariku, Lu Xie..." kata Bara membuat wajah gadis itu memerah. "Kau tak perlu menanyakan hal itu lagi. Aku hanya penasaran, kenapa saudari-saudariku begitu menyukaimu sampai rela melepas kesucian mereka..." kata Lu Xie dengan suara yang membuat napas Bara menjadi sedikit memburu. "Jadi karena penasaran kau ingin melakukannya? Setahuku, wanita yang pernah aku sentuh, akan ketagihan untuk melakukannya lagi. Apa kau juga mau menjadi seperti itu?" tanya Bara untuk memastikan. Lu Xie menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia tak sanggup menatap mata Pendekar Golok Iblis yang tajam menghujam. "Kau hanya perlu melakukan apa yang kau lakukan pada saudariku. Aku tak berharap itu hal yang menyakitkan. Hanya saja, ini pertama kalinya aku di
Sukma Geni mengernyitkan kening setelah dupa yang ada di dekatnya habis. "Bocah itu, kenapa lama sekali mampir ke rumah Lu Xie? Apa yang dia lakukan disana?" batin Sukma merasa curiga. Karena malam sudah larut, dia pun hendak mengunjungi rumah Lu Xie dan meminta Bara untuk kembali ke tempatnya. Namun belum juga beranjak dari tempatnya, Pendekar Golok Iblis itu muncul dan keluar dari dalam portal. "Apa yang kau lakukan ditempat Lu Xie? Kau sudah berada disana sejak sore tadi," tanya Sukma dengan tatapan mata penuh selidik. Bara tersenyum lalu duduk di depan wanita tersebut dimana disana tersedia sebuah meja kayu dan tempat duduk yang saling berhadapan. "Kau curiga padaku?" tanya Bara. "Siapa yang tak curiga dengan pecinta wanita sepertimu. Aku benar-benar terkejut, Zhou Yin dan Chang Mei bisa mengandung anakmu." kata Sukma Geni membuat Bara tertawa lebar. "Kenapa kau terkejut? Bukankah seharusnya kau merasa senang karena akan ada ponakan yang lahir pertama kali di Keluarga Geni
Esok hari pun tiba. Bara Sena yang hanya tidur sesaat segera bangkit berdiri. Kahiyang Dewi dan Lian Xie sudah menyiapkan teh panas untuknya. Sedangkan Xue Ruo masih tidur sambil memeluk Meili putrinya. "Istri banyak sungguh menyenangkan. Tapi sayang, aku belum berbicara dengan Lian Xie." batin Bara sambil mengambil cangkir hijau yang tercipta dari batu Laut Selatan. "Kau akan bertarung pertama nanti. Apakah kau sudah menebak, siapa yang akan menjadi lawanmu?" tanya Kahiyang Dewi yang duduk disampingnya bagai seorang permaisuri. Bara menyeruput teh pahit panas tersebut. Aroma melati yang harum itu terasa menyegarkan rongga dadanya. "Aku tidak tahu dan tak bisa menduga, siapa yang akan menjadi lawanku. Tapi, berdasarkan penglihatan ku, dari anak-anak Batara Geni yang tersisa, mereka cukup misterius kecuali Song Yue. Dan anak Dewa Wisnu serta anak Siwa yang katanya menjadi anak angkat Dewa Wisnu itu, aku penasaran seberapa kuat mereka..." kata Bara Sena. "Pertarungan ini akan menja
Bara Sena mengambil serangan lebih dulu sebelum Nara Dewa menyerang. Tubuhnya melesat dengan cepat kearah anak Batara Geni yang tengah melayang di udara tersebut. "Lambat!" ucap Nara Dewa lalu kedua tangannya mengarah kedepan. Dari dalam tangannya keluar aura petir yang menderu kearah Bara Sena. Zrrrttt! Petir biru itu menyambar dengan sangat cepat. Namun sepertinya Bara tetap terlihat tenang. Tiba-tiba saja, kecepatan dia berubah menjadi sepuluh kali lipat dari sebelumnya setelah dia menggunakan elemen angin pada kedua kakinya. Kecepatannya melebihi dua petir yang menyambar dirinya. Dan saat itu juga tubuhnya sudah berada di samping Nara Dewa yang terkejut bukan main. Semua orang pun terkejut dengan aksi pemuda tersebut. Wuuutt! Kaki kanan Bara menyambar kearah kepala anak Dewi Narashima dengan cepat. Tak mau mendapat tendangan yang bisa saja menghancurkan kepala tersebur, Nara Dewa segera menahan kaki Bara menggunakan lengan kirinya. Daak! Tubuh Nara Dewa meluncur ke bawah s
Singkat cerita, setelah urusan di Lembah Kabut Biru selesai, Gandi bersama Nagini kembali ke Istana Abadi. Rencananya mereka akan segera kembali ke Kerajaan Naga Air. Gandi sempat mencaritahu keberadaan Bara Sena dan Kahiyang Dewi yang tidak ada di Istana tersebut. Lu Xie pun menjelaskan padanya bahwa keduanya pergi bersama Batara Geni melalui pecahan ruang yang diciptakan oleh Mahadewa tersebut. Mendengar hal itu, Gandi hanya bisa terdiam dan menduga-duga kemana Bara dan Kahiyang Dewi pergi. Dia tak tahu bahwa kedua orang itu pergi secara terpisah. Bara pergi menuju ke langit ke tiga Kahyangan Selatan sedangkan Kahiyang Dewi pergi ke Kerajaan Naga Api yang ada di wilayah Kahyangan Timur diantar oleh tubuh ganda Batara Geni. Sebelum pergi dari Tanah Kutukan, Gandi ingin mendatangi satu tempat yang masih menjadi Misteri di dunia tersebut. Yakni Jurang Kesedihan dimana tersebar cerita mengenai makhluk Sakti bernama Sang Kegelapan yang menguasai tempat tersebut
Kolam Mata Air Suci...Gandi dan Nagini segera mengenakan pakaian mereka kembali setelah beberapa kali memadu kasih di dasar kolam Mata Air Suci. Mereka nampak bahagia. Itu terlihat saat keduanya bergandengan tangan terbang keluar dari tempat tersebut sambil bersenda gurau."Nagini,bagaimana keadaan di Kerajaan Jiwa milikmu?" tanya Gandi yang penasaran apakah benar dengan apa yang dikatakan oleh Ki Ageng Samudra Biru mengenai cara cepat memulihkan Kerajaan Jiwa wanita Naga Air tersebut. Nagini tersenyum sambil menoleh kearah pemuda tersebut."Keadaanku sekarang sudah sangat baik. Kerajaan Jiwa juga sudah semakin membaik berkat dirimu. Bahkan disana telah mulai ada kehidupan baru...Kelak setelah Kerajaan Jiwa besar kembali, kau akan aku undang kesana untuk melihat dunia ciptaanku," kata Nagini dengan suaranya yang khas. Suara lembut nan merdu yang membuat siapa pun akan terpesona. Gandi mengangguk sambil tersenyum."Sekarang kau sudah berada d
Setelah urusan dengan pasir cahaya selesai, Bara pun segera terbang menuju ke arah utara dimana reruntuhan Istana Cahaya berada. Dia merasakan keberadaan ayah dan ibunya disana saat ini. Sementara itu, jutaan pasir cahaya yang sebelumnya menutupi tanah di langit ketiga tersebut telah masuk ke dalam Dunia Penyimpanan miliknya. Awalnya mereka ragu. Namun setelah masuk di dalam Dunia Penyimpanan itu, mereka justru merasa senang karena ternyata di dalam Dunia tersebut kekuatan jiwa yang tersisa dari mereka seperti pulih dengan sendirinya secara perlahan."Kekuatan cahaya yang murni...Bukankah ini adalah kekuatan Dewi Parwati..." ucap mereka setelah merasakan kehangatan dari kekuatan cahaya milik Bara Sena tersebut.Pasir cahaya itu berkumpul menjadi sebuah gunung cahaya raksasa di tempat yang sudah di persiapkan oleh Bara Sena. Sehingga keberadaan pasir cahaya yang begitu banyaknya itu tidak mengganggu beberapa penghuni yang sudah ada di sana sebelumnya. Kini mere
Sosok raksasa yang tercipta dari jutaan pasir cahaya tersebut merunduk dan menatap kearah Bara Sena. Meski tercipta dari pasir, raksasa itu terlihat seperti makhluk yang hidup. Hal itu dikarenakan pasir tersebut merupakan serpihan tubuh atau pun jiwa dari jutaan Dewa yang telah mati akibat bencana ledakan cahaya. Dan pasir itu masih meninggalkan sisa-sisa kekuatan."Kau adalah Putra Dewi Cahaya yang masih hidup...Apakah kau yang lahir dari rahim Dewi Parwati?" tanya sosok itu dengan suara yang berat dan aneh. Suaranya terdengar seperti dengungan tawon dan ribuan orang yang berbicara secara bersama-sama. Sangat tidak nyaman bagi siapa pun yang mendengarnya termasuk Bara sendiri.Dewa Cahaya itu menatap sosok tersebut dengan bola matanya yang memancarkan cahaya kekuningan. Karena ukuran raksasa itu sangatlah besar, dia bisa melihat pada bagian mata makhluk itu ternyata menyala merah membara. Seolah ada api di dalam sana."Aku memang orang yang kau maksu
Kita tinggalkan dulu Gandi dan Nagini yang tengah menikmati waktu terindah mereka di Kolam Mata Air Suci. Kita akan beralih ke satu tempat yaitu di Langit Ketiga Kahyangan Selatan. Langit dimana Dewa Cahaya Bara Sena dilahirkan 500 tahun yang lalu.Lingkaran merah muncul di atas sebuah bukit yang tandus dan berpasir. Dari dalam lingkaran merah tersebut muncul satu sosok yang tak lain adalah Bara Sena. Kedua matanya menyapu area di sekitar bukit yang tandus tersebut. Tak ada kehidupan sama sekali disana semenjak 500 tahun yang lalu dirinya dilahirkan. Pemuda itu tersenyum pahit sambil menghela napas dalam-dalam."Kelahiranku saja sudah membuat dosa yang begitu besar...Tapi, apa yang mereka lakukan kepada ibu juga suatu dosa yang lebih besar. Mungkin itu adalah karma untuk mereka yang telah menyiksa ibuku." ucap pemuda itu lalu dia pun melangkah menuruni bukit tersebut.Dia sadar, bahwa pasir yang ada disana adalah tubuh para dewa yang telah h
Keadaan Lembah Kabut Biru itu sangatlah lengang karena tak ada satu makhluk Hidup pun yang ada disana. Gandi dan Nagini nampak masih bersemedi di dasar kolam di bawah Batu Kuno yang memancarkan cahaya biru. Di saat keadaan terasa sangat tenang, dari arah tubuh Gandi tiba-tiba saja muncul cahaya biru yang melesat kearah langit hingga membelah awan. Nagini yang tengah bersemedi di sebelah nya segera membuka mata saat dirinya merasakan kekuatan yang luar biasa terpancar dari tubuh Sang Raja Naga Air tersebut."Dia naik ke tingkat 11 hanya dalam waktu yang begitu singkat!" batin wanita tersebut takjub. Cahaya biru itu pun memudar secara perlahan dan akhirnya lenyap begitu saja. Gandi pun membuka kedua matanya sambil menghembuskan napas keras. Lalu kemudian dia menoleh ke samping kanannya dimana Nagini tengah menatap dirinya."Nagini..." ucapnya lirih.Yang dipanggil pun mengulum senyum sambil membalas tatapan mata pemuda tersebut."Ada apa, kang mas Gandi..." sahut nya dengan suara lemb
Dewi Nagini membuka kedua matanya. Awalnya pandangan matanya terasa kabur. Namun secara perlahan dia bisa melihat kembali dengan jelas apa yang ada di hadapannya. Dia pun bangun dan duduk sambil menatap sekeliling. Kedua bola matanya yang biru menatap kearah Gandi yang duduk bersila dibawah Batu Kuno. Aura di tubuh pemuda itu nampak menyala biru."Gandi..." lirih wanita itu lalu dia pun menatap kedua tangannya yang tidak lagi dipenuhi noda darah. Merasa penasaran dengan Alam Jiwa miliknya, Nagini pun duduk bersila dan mulai bersemedi. Dia mulai memasuki alam jiwa miliknya sendiri. Tak lama setelah itu, kedua matanya terbuka. Wajah cantiknya nampak berseri-seri. "Aku sudah sembuh! Alam Jiwa milikku juga sudah membaik. Bahkan hutan kering itu sudah mulai tumbuh menjadi pepohonan yang rindang. Istana Kerajaan Jiwa milikku juga mulai kokoh kembali. Apakah ini berkat Mata Air Suci atau karena hal lain?" batin Nagini sambil tersenyum. Tiba-tiba ada desiran angin yang membuat Nagini merasa
Tubuh Nagini terlihat gemetaran setelah menahan serangan Bilah Angin Dewa untuk kedua kalinya. Darah mengucur deras dari luka baru yang ada di tubuhnya. Namun wanita itu tetap bertahan di atas sana sambil mengernyit menahan rasa sakit yang luar biasa. Dia sempat melihat kearah Gandi dan melempar senyum pada pemuda tersebut seolah mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Padahal Gandi sendiri melihatnya dalam keadaan begitu mengenaskan.Dan senyuman wanita Naga Air itu seketika lenyap saat terdengar suara berdesing dari arah langit. Nagini pun langsung kembali menoleh ke atas dan bersiap untuk menahan serangan dari ujian ketiga yang akan menentukan keberhasilannya. Jika serangan ketiga dari Bilah Angin Dewa sanggup dia tahan, maka jalannya menuju ke Ranah Alam Semesta akan menjadi lebih mudah.Sring!Kekuatan yang tak terlihat itu melesat dengan dahsyat kearah Nagini yang sudah cukup tegang menghadapinya. Wanita tersebut mengumpulkan tekad yang kuat untuk bisa bertahan dari serangan.Srakk
Dewi Naga Nagini membuka kedua matanya saat ujian kedua berhasil dia lewati. Tubuhnya terlihat merah membara karena sambaran bola api dari atas langit sana. Dia kembali menatap kearah Langit dan melihat pusaran awan hitam mulai bergerak lagi pertanda ujian ketiga atau ujian terakhir akan dia lalui. Ujian kali ini adalah yang terberat karena yang akan dia hadapi merupakan ujian paling mematikan bagi siapa pun yang akan menerobos ke Ranah Alam Semesta dengan cara pintas.Gandi yang ada di bawah sana nampak harap-harap cemas menyaksikan pusaran awan yang semakin membesar. Dewi Aretha yang berada di samping pemuda itu pun tak lagi senyum-senyum seperti biasanya. Ternyata dia pun cukup tegang karena untuk pertama kalinya dia akan melihat sosok Dewi Naga yang akan menembus Ranah Alam Semesta menggunakan Mata Air Suci miliknya. Bagi wanita itu, apa yang ada di depannya adalah suatu pertunjukan yang sangat langka. Karena saat dirinya menembus Ranah Alam Semesta, tak ada fenomena aneh seperti