Share

HASRAT DAN GAIRAH MEMBARA CEO KEJAM
HASRAT DAN GAIRAH MEMBARA CEO KEJAM
Author: Ariess_an

Bab 1

Author: Ariess_an
last update Last Updated: 2025-08-02 14:55:13

Rok pensil yang ia kenakan membuat garis pinggulnya terlihat tegas, sementara blazer hitam dan kemeja putih yang terkancing rapi tersebut justru menonjolkan lekuk halus tubuh Raisa Andriana yang tengah berdiri di dekat pintu masuk.

Mungkin hanya dirinya yang datang ke kelab dengan menggunakan pakaian kerjanya yang membosankan seperti ini. Alih-alih pengunjung, dirinya lebih cocok menjadi pelayan yang berdiri di tiap sudut ruangan.

Suasana club dengan suara musik yang memekakkan telinga serta bau asap rokok yang pekat sesekali membuat Anna terbatuk-batuk. Dari sekian banyak tempat yang ada di dunia kenapa pesta keberhasilan proyek timnya harus diadakan di kelab? 

"Entah apa bagusnya tempat ini,” gumam Ana lirih. Tidak menyadari bahwa ada beberapa pasang mata yang tengah mengamatinya sejak ia tiba tadi.

"Wah! Ini dia primadona kita malam ini!” teriak Pak Rudy, atasan Ana, saat melihat gadis itu datang. “Selamat datang, Ana! Ayo, kemarilah. Mari kita senang-senang!”

Ana tersenyum kikuk dan membetulkan letak kacamatanya.

“Terima kasih, Pak Rudy,” ucap Ana lirih. Sebelum bisa berucap lebih jauh, Ana sudah ditarik untuk duduk di sebelah Pak Rudy.

Bagi Rudy, Ana adalah jembatan menuju kesuksesan yang ia peroleh. Gadis polos itu selalu saja memunculkan ide-ide brilian. Selama Rudy memastikan Ana tetap berada dalam tim proyeknya, ia akan terus mendapatkan promosi hingga ia mencapai puncak nantinya. Jadi wajar dia menjuluki Ana sebagai anak emasnya.

Lagi pula baginya, meski pintar dan penuh ide, Ana mudah dibodohi. Apalagi dengan kekuasaan Rudy, gadis itu begitu mudah dimanipulasi.

“Ayo minum!” Seseorang menyodorkan minuman pada Ana.

“Maaf, aku tidak minum alkohol,” tolak Ana dengan sopan.

"Yang ini jus Ana, tidak megandung alkohol,” balas Revan, salah satu rekan kerja Ana sembari menyodorkan segelas minuman. “Minumlah.”

Ana yang merasa sungkan dan tidak enak menolak akhirnya hanya menerima dengan senyuman canggung. Ia menghargai Revan. Pria itu adalah satu-satunya orang yang baik padanya dalam tim.

Meski diagung-agungkan oleh Pak Rudy, kebanyakan teman-teman setimnya tidak memperlakukannya dengan sama. Mungkin iri, mungkin juga karena tidak suka pada Ana. Mereka selalu memasang muka penuh hinaan tiap kali Pak Rudy selaku ketua tim memujinya. Banyak juga yang mengatai Ana sok polos, terlalu baik, bahkan cenderung bodoh.

Hal itu jelas membuat Ana tidak nyaman. Apalagi saat mereka ada di tempat yang sama seperti ini, di luar kerjaan.

Dirinya ingin pergi, tapi jika ia melakukan itu, maka acara ini akan dibubarkan karena dialah bintang utamanya.

Ana terlihat sungkan dan risih. Belum ada satu jam dia disini dirinya sudah tidak betah 

“Ingin menari?”

"Hah?” Ana menoleh pada Revan yang mengajaknya mengobrol. “Ah, tidak! Terima kasih. Maaf aku tidak pandai menari, Revan." 

“Baiklah. Tapi aku mulai bosan kalau hanya duduk.”

"Jangan hiraukan aku, Revan, pergilah menari,” ucap Ana. “Aku baik-baik saja di sini.”

“Tidak, Ana. Tempat ini berbahaya apalagi untuk gadis polos sepertimu dibiarkan sendirian.” Revan mengernyit.

Ana tersenyum. “Aku baik baik saja, sungguh!”

“Oke, kalau begitu, tunggu di sini. Jangan menerima ajakan apapun jika tidak kenal.”

Ana tertawa kecil. “Baiklah.”

Ia melambaikan tangannya pada Revan saat itu menatapnya sembari berjalan mundur ke lantai dansa. Ana mulai mengedarkan pandangannya ke sekitar selama beberapa saat hingga seseorang tiba-tiba duduk di sebelahnya.

"Raisa Andriana.”

Ana terkesiap saat menoleh, mendapati asisten pribadi bos besarnya duduk di sampingnya.

“Pak Tama?”

Ana binggung kenapa tiba-tiba sekretaris pimpinan yang hanya berpapasan beberapa kali denganya itu datang menghampiri. 

Apakah ada masalah pekerjaan? Harusnya ada hal yang penting, kan?

“Ada apa, Pak?” tanya Ana kemudian.

Namun, Tama tidak menjawab. Pria itu hanya menatap Ana dengan tatapan yang sulit diartikan sebelum menghembuskan napasnya pelan. Karena gugup, Ana memilih untuk meminum jus yang dipesan Revan tadi.

“Ikut dengan saya, Ana.”

Ana seketika menoleh ke arah Tama, “Hah? Ke mana, Pak?”

“Laporan yang dikirim Pak Rudy bermasalah. Ada banyak pemalsuan dalam laporan keuangan dan akan ditindak atas persetujuan pimpinan. Kamu sebagai orang yang bertanggung jawab atas laporan ini. Jadi, ikut dengan saya sekarang, ”

Bagai disambar petir wajah putihnya semakin kehilangan warna, tangannya gemetar.

“L-laporan, Pak?” Ana gelagapan menjawab. “Kenapa bukan Pak Rudy? Kenapa saya?"

Bermasalah.

Apakah korupsi yang selama ini dilakukan oleh atasannya itu akhirnya terbongkar?

Ya, Rudy sudah beberapa kali mengambil dana proyek. Ana bukannya tidak tahu, tapi ia hanya karyawan kecil. Ia tidak punya kuasa untuk mencegah tindakan Rudy ataupun mengadukannya ke atasan karena jika sampai ini terbongkar, Rudy akan memastikan bahwa Ana akan ikut dipecat bersamanya.

Bagaimana bisa dia dipecat? Ayahnya di rumah perlu biaya pengobatan. Ana tidak bisa kehilangan pekerjaan.

Namun … jika sudah seperti ini, bagaimana kalau dia sendiri yang disalahkan, lalu dipecat?

Ya Tuhan bagaimana ini?

***

Kini, Ana berdiri di depan kamar di lantai paling atas sebuah hotel. Tama mengatakan, bos mereka, Jeffyan, menunggu di dalam sana.

Ana akhirnya mengikuti perintah Tama, meski sebenarnya ada terbesit perasaan ragu dan tidak nyaman, namun karyawan sepertinya tidak punya pilihan.

Benaknya penuh rasa takut. Apalagi membayangkan jika dirinya dipecat, Ana tidak sanggup. Ayahnya masih butuh biaya pengobatan yang besar. Belum lagi ibu sambung dan kakak sambungnya pasti akan marah besar jika tidak diberi uang bulanan. 

Tok, tok, tok.

"Masuk! " Suara bariton seorang pria menjawab dari dalam.

Ana melangkah pelan di belakang Tama sambil berharap waktu berjalan lebih lambat. Kalau bisa dirinya ingin menghilang detik ini juga-saking takutnya.

Mata yang sudah basah itu tidak sengaja bertemu tatap dengan netra tajam milik laki-laki yang sedang duduk menyilang kaki di single sofa. Ana kesulitan menelan ludah. Tatapan Jeffreyan benar-benar menguliti setiap sisi tubuhnya.

Sadar sudah lancang menatap sang bos, Ana buru-buru menundukan kepala. Tangannya semakin gemetar hanya dengan beradu pandang sesaat. Lalu bagaimana cara dia menjelaskan alasannya?

Berbeda dengan Ana yang diliputi takut dan gelisah, Jeffreyan duduk tenang sambil memperhatikan hadiah kutukannya. Lamat-lamat Jeffreyan menatap dua orang di depannya bergantian sebelum atensinya jatuh pada Ana.

Dengan gerakan tangan Jeffreyan memberi kode agar Tama meninggalkan dirinya dan gadis yang bernama Ana itu.

Setelah Tama pergi suasana terasa mencekam. Ana masih setia berdiri sambil menunduk.

Tatapan Jeffreyan seakan menelanjangi Gadis cupu itu, yang anehnya terlihat terguncang. Entah apa yang asisten nya itu katakan pada gadis itu sampai tubuhnya gemetar dan matanya basah.

Disaat Jeffreyan memindai setiap tubuh Ana dengan pandangan intens, Ana justru sibuk memikirkan bagaiman caranya lepas dari jerat permasalahan yang sedang dia hadapi.

Yang ada dalam pikiran Ana adalah bagaimana agar masalah ini jangan sampai ke polisi dan dirinya tidak di penjara. Dia masih butuh pekerjaan untuk biaya pengobatan papanya. 

Tanpa tahu niat sebenarnya dari pertemuan ini.

"Mendekat."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • HASRAT DAN GAIRAH MEMBARA CEO KEJAM   Bab 5

    Selamat membaca! Pagi ini Ana memutuskan tetap pergi ke kantor seperti biasa. Meski dirinya masih trauma, kebutuhan rumah dari gajinya untuk lain- lainnya tidak bisa menunggu. Hatinya yang rapuh itu harus dipaksa kuat. Dirinya juga tidak mungkin bisa bertemu dengan Jeffreyan, nyaris mustahil. Posisinya dikantor hanya karyawan biasa sedangkan Jeffreyan adalah pimpinan sekaligus pewaris perusahaan raksasa Wicaksana. Toh selama ini mereka bahkan tidak pernah bersinggungan kecuali dengan Pak Tama, sang sekretaris dan itupun sangat jarang terjadi. Semangat Ana! Demi ayah. Lupakan semuanya. Tekadnya sebelum memasuki gedung tinggi 20 lantai kantor utama Wicaksana Group. Bibir bisa berdusta tapi hati tidak. Begitu menginjak lobby perusahaan, tekad Ana mulai goyah. Kakinya mendadak lemas nyaris tidak mampu menopang tubuh jika tidak berpegangan dengan pilar-pilar megah disebelahnya. Jantung Ana seperti diremas kuat-kuat, sakit sekali. Belum lagi tubuhnya yang mendadak gemetar. Didepa

  • HASRAT DAN GAIRAH MEMBARA CEO KEJAM   Bab 4

    Selamat membaca! "Perempuan murahan! ""Maksud kamu apa, Vita? Aku nggak seperti itu."Suara Ana tercekat. Oh,Tidak! Apa Vita tahu dia tidur dengan atasan mereka, Pak Jeffreyan? Tapi dirinya korban bukan perempuan murahan yang sengaja menjual diri. Dia di perk*sa.Bibir Vita menyunggingkan senyum mengejek, sambil berdecih, "Pikir aja sendiri!"Tatapan meremehkan itu masi bisa ditangkap Ana sebelum Vita meninggalkan nya dengan ribuan kekhawatiran yang melanda.Dirinya korban tapi dirinya yang di cap sebagai perempuan murahan. Padahal tidak. Tapi benarkah Vita tahu sesuatu?Ana berjalan dengan gontai menuju rumah. Peluh yang di kening nya sesekali dia basuh dengan tangan.Kaki nya sakit tapi hatinya puluhan kali lebih sakit. Terhina. Ingin menyerah tapi nasib keluarga masih jadi tanggungan nya.Air mata itu merembes begitu saja. Rasa marah sedih dan takut itu bersatu seolah meremas hatinya. Mengadu pun dirinya belum tentu akan didengar.Apa ada yang percaya bahwa dirinya di pwrkosa ata

  • HASRAT DAN GAIRAH MEMBARA CEO KEJAM   Bab 3

    Revan meracau frustasi. Juga lega, akhirnya menemukan Ana. Dia terkejut saat mendekat dan melihat penampilan Ana cukup berantakan dengan mata sembab rambut tergerai asal dan ada luka dibibirnya. Namun belum sempat ia bertanya, suara panik Ana sudah memasuki pendengarannya. Memaksanya untuk mengesampingkan segala pertanyaan dikepala."Ayah … ayah? Aku harus kerumah sakit..""Ana? Kamu nggak papa?"Ana tidak lagi mendengar pertanyaan Revan. Kepalanya penuh dengan kekhawatiran akan ayahnya."Revan, bisa antar aku ke rumah sakit?" Pintanya dengan suara memohon.Revan menyentuh pundak Ana, mencoba menenangkan nya. "ayahmu sudah dirumah, semalam dia drop tapi tidak sampai dirawat," Ibu tiri mu bahkan tidak membiarkan ayahmu dirawat, Ana.Revan tidak tega memberi tahu Ana tentang kekejaman itu apalagi penampilan gadis itu terlihat sangat berantakan.Revan mendesah pelan. "Mari aku antar pulang. ayahmu pasti sudah menunggu mu, Ana. "Ana mengganguk pelan.Saat berniat naik ke boncengan, Ana m

  • HASRAT DAN GAIRAH MEMBARA CEO KEJAM   Bab 2

    Deg!Suara bariton itu membuat Ana terlonjak kaget. Tubuhnya secara reflek mengikuti perintah.Ana berjalan mendekat dengan tubuh yang gemetar hebat. Berpikir keras bagaimana cara minta maaf agar dirinya tidak dilaporkan ke polisi karna sedikitpun dia tidak ikut menikmati uang korupsi, salahnya hanya tidak melaporkan perbuatan Pak Rudy.Mengenai apakah dirinya akan disebut kaki tangan, Ana tidak pernah terpikir sama sekali. Pikirannya yang berkecamuk dan penuh itu membuatnya tidak memperhatikan sekeliling.Tanpa tahu jika laki-laki di depannya sudah melepas satu persatu kancing kemeja yang melekat di tubuhnya.Ana yang masih setia menunduk. Tidak berani menatap atasan dari atasanya itu. Air mata menjadi saksi bisu betapa takut dirinya saat ini. Buliran itu juga masih mengalir deras dengan sesekali Ana menghapus menggunakan punggung tangan.Tiba-tiba Ana menjatuhkan diri, berlutut di hadapan Jeffreyan."Tuan jangan laporkan saya, sa-saya minta maaf."Sebelah alis Jeffreyan naik mendeng

  • HASRAT DAN GAIRAH MEMBARA CEO KEJAM   Bab 1

    Rok pensil yang ia kenakan membuat garis pinggulnya terlihat tegas, sementara blazer hitam dan kemeja putih yang terkancing rapi tersebut justru menonjolkan lekuk halus tubuh Raisa Andriana yang tengah berdiri di dekat pintu masuk.Mungkin hanya dirinya yang datang ke kelab dengan menggunakan pakaian kerjanya yang membosankan seperti ini. Alih-alih pengunjung, dirinya lebih cocok menjadi pelayan yang berdiri di tiap sudut ruangan.Suasana club dengan suara musik yang memekakkan telinga serta bau asap rokok yang pekat sesekali membuat Anna terbatuk-batuk. Dari sekian banyak tempat yang ada di dunia kenapa pesta keberhasilan proyek timnya harus diadakan di kelab? "Entah apa bagusnya tempat ini,” gumam Ana lirih. Tidak menyadari bahwa ada beberapa pasang mata yang tengah mengamatinya sejak ia tiba tadi."Wah! Ini dia primadona kita malam ini!” teriak Pak Rudy, atasan Ana, saat melihat gadis itu datang. “Selamat datang, Ana! Ayo, kemarilah. Mari kita senang-senang!”Ana tersenyum kikuk d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status