Apa jadinya jika seorang gadis mengaku hamil pada kedua orang tuanya hanya demi mendapatkan restu?! Ya, Karina yang masih duduk di bangku SMA nekat mengatakan kepada kedua orang tuanya bahwa dirinya sedang berbadan dua. Hal itu ia lakukan hanya demi mendapatkan restu dari kedua orang tuanya agar dirinya bisa menjalin hubungan dengan sang kekasih, namun semua yang terjadi nyatanya tidak seperti yang diinginkannya karena kedua orang tuanya justru menikahkan dirinya dengan seorang duda kaya bernama Satria yang tinggal di sebuah pedesaan. Masa iya Karina yang masih belia dan terbiasa hidup di kota besar, akan menikahi seorang duda yang tinggal di pedesaan?
View More“Dari mana kamu?” langkah kaki seorang gadis bernama Karina mendadak berhenti ketika mendengar suara sang ayah yang sedang memergokinya pulang di pagi hari, namun saat itu Karina bungkam dengan wajahnya yang tertunduk karena ketakutan.
“Jawab Karin!!!” teriak Herdinan membuat Karina terkejut setengah mati dan rasa takut pun semakin menjadi-jadi.
Ratih yang sejak semalam sangat khawatir pada putri bungsunya itu segera turun dari lantai atas setelah mendengar suara teriakan suaminya yang berasa dari arah dapur, begitu pula dengan Livia yang tidak tidur semalaman karena turut mengkhawatirkan adiknya.
“Karin, dari mana kamu jam segini baru pulang? Kamu juga tidak pamit saat pergi semalam!” tanya Ratih yang akhirnya dapat bernafas lega setelah melihat putri bungsunya kembali dalam keadaan baik-baik saja.
Karina melirik Livia yang berdiri di samping Ratih saat itu, ia berharap sang kakak mau membantunya agar terhindar dari amukan sang ayah, namun sayang Livia pun tak bisa berbuat apa-apa karena juga takut pada ayah mereka.
“Jawab!!!” teriak Herdinan lagi membentak Karina.
“Dari rumah teman…” jawab Karina berbohong.
Herdinan semakin kesal dan segera menarik Karina keruang tengah, ia menghempaskan tubuh putri bungsunya itu diatas sofa. Apa yang dilakukan Herdinan pada Karina pagi itu cukup membuat Ratih dan Livia takut, mereka tak ingin Herdinan main tangan kepada Karina.
“Semenjak kamu mengenal laki-laki urakan itu, kamu jadi pintar berbohong bahkan kamu berani keluar tengah malam tanpa izin dan pulang pagi seperti ini!” kekesalan Herdinan semakin menjadi-jadi.
“Robi tidak seperti yang ayah-”
Pllaaakk!!!
Ratih dan Livia terkejut melihat Herdinan akhirnya main tangan kepada Karina.
“Mas!” Ratih memekik pada Herdinan untuk menyadarkan apa yang telah diperbuat oleh suaminya tersebut.
“Lihat! Dia semakin berani membela laki-laki urakan itu di depanku!” Herdinan benar-benar membenci Robi karena merasa Robi memberikan dampak buruk untuk Karina.
Karina yang merasa tak terima di tampar oleh sang ayah kemudian bangkit dari sofa, lalu pergi masuk ke kamarnya. Saat itu Karina tak perduli dengan omelan yang keluar dari mulut ayahnya.
Livia masuk ke dalam kamar dan melihat Karina menangis diatas ranjang tidur. Perlahan Livia mendekati Karina dan duduk disampingnya.
“Coba lihat pipimu!” pinta Livia pada Karina.
Karina pun lantas menunjukkan pipinya yang baru saja menerima tamparan dari Herdinan.
“Tidak merah… berarti ayah tidak bersungguh-sungguh menamparmu!” ujar Livia sembari tersenyum.
“Sakit tau!!!” celetuk Karina dengan wajahnya yang sembab.
“Kapan sih ayah akan merestui hubunganku dengan Robi?” Karina pun menggerutu.
“Sepertinya tidak akan pernah, karena Robi memang bukan lelaki yang baik!” sahut Livia yang begitu paham karakter sang ayah.
“Kakak sama saja seperti ayah!” celetuk Karina lagi.
“Ayo mandi sana, aku akan mengantarmu ke sekolah!” kata Livia pada adiknya itu.
“Tidak mau... aku ngantuk!” sahut Karina kembali merebahkan tubuhnya diatas ranjang.
“Kau ingin bolos sekolah? Nanti ayah marah lagi!” ujar Livia mengingatkan Karina.
“Biarkan saja!” sahut Karina seolah tak perduli.
“DIA TIDAK BOLEH KELUAR RUMAH SELAMA SEMINGGU, MENGERTI KALIAN!!!” suara teriakan Herdinan kembali terdengar dari ruang tengah.
Livia menatap Karina yang tidak bergeming diatas ranjang itu.
“Apa kamu dengar itu Karin?!” sambung Livia lagi.
“Huh, menyebalkan!” lagi-lagi Karina menyeletuk dengan kesal.
Siang harinya Livia yang baru saja pulang dari kampusnya melangkah ke ruang makan, lalu menyapa Herdinan yang sedang duduk untuk makan siang bersama seperti biasanya, namun ia tidak melihat sosok Karina disana. Dengan sikapnya yang sangat pengertian Livia pun pergi ke kamar Karina.
“Ayo turun, kita makan siang bersama!” Livia mengajak Karina.
“Tidak mau!” Karina masih mempertahankan egonya padahal saat itu ia sedang kelaparan.
“Ya sudah, kalau kau ingin mati kelaparan disini!” ujar Livia hendak beranjak pergi.
“Kak, aku lapar!” rengek Karina manja kepada Livia.
“Makanya ayo pergi keruang makan… ayah dan ibu sudah menunggu kita!” ajak Livia lagi.
“Aku takut sama ayah!” celetuk Karina.
Livia menyeret Karina ikut keruang makan bersamanya dan sesampainya disana ia melirik kepada Herdinan yang tampak acuh pada Karina. Diruangan itu mereka makan bersama, namun kali ini tidak dibarengi dengan obrolan santai seperti yang mereka lakukan seperti biasanya.
“Aduh, kenapa perutku rasanya tidak enak begini, ya?” gumam Karina dalam benaknya.
Lalu tiba-tiba….
“Hhooowweeekk!!!”
Semua orang terperanjat melihat Karina ingin muntah. Karina berlari ke kamar mandi, disana ia mengeluarkan makanan yang baru saja masuk ke dalam mulutnya. Ratih yang merasa khawatir lantas menghampiri putri bungsunya tersebut.
“Karin, kamu kenapa, Nak?” tanya Ratih pada Karina sembari memijat-mijat kuduknya.
“Entahlah, Bu… perutku rasanya tidak enak!” jawab Karina pun mengeluh.
Herdinan yang masih duduk diruang makan lantas melirik Karina yang baru saja keluar dari kamar mandi bersama Ratih.
“Ini akibatnya kalau keluar tengah malam dan pergi bersama laki-laki urakan itu!” ujar Herdinan menyindir Karina.
Karina merasa kesal karena sang ayah selalu menghina kekasihnya.
“Aku hamil!” ucap Karina dengan suaranya yang cukup lantang.
Sendok yang semula di dalam genggaman Herdinan pun lepas begitu saja diatas piring, ia benar-benar terkejut mendengar ucapan Karina begitupula dengan Ratih dan Livia.
“Aku hamil dengan Robi!” ucap Karina lagi ternyata membangkitkan amarah sang Ayah.
“Dasar anak kurang ajar!!!” teriak Herdinan hendak memukul Karina lagi, namun Livia berhasil menangkap tangannya.
“Ayah, jangan pukul Karin lagi!” pinta Livia pada Herdinan.
Tak ingin Karina dipukuli lagi oleh Herdinan, Ratih pun segera membawa Karina masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya.
“Anak kurang ajar itu harus di kasih pelajaran!!! Beraninya dia hamil dengan lelaki urakan itu!!!” teriak Herdinan mengejar hingga ke depan pintu kamar Karina.
Tanpa sepengetahuan Herdinan, Ratih memberikan kunci kamar Karina kepada Livia.
“Mas, kamu jangan teriak-teriak seperti itu, nanti tetangga kita bisa mendengar dan tau kalau Karina hamil!” Ratih berupaya untuk menenangkan Herdinan, lalu membawa suaminya itu pergi dari sana.
Sepanjang perjalanan pulang kerumah Satria tampak diam dan hanya fokus menyetir mobil tuanya sementara Karina sedang sibuk berpikir untuk mencari topik agar dirinya bisa ngobrol dan akrab dengan Satria. Tak lama kemudian Karina teringat dengan sikap Sekar yang enggan membalas senyuman darinya.“Mas, cewek pemetik teh tadi siapa namanya?” tanya Karina pada Satria.“Cewek yang mana?” sebenarnya Satria tau siapa yang di tanya Karina saat itu padanya, namun ia pura-pura tidak tau.“Yang menemani si ibu yang sakit tadi!” ucap Karina menjelaskan.Satria diam dan kedua matanya tetap fokus ke depan seolah ingin mengabaikan pertanyaan dari istrinya itu.“Mas?!” tegur Karina sembari menepuk pundak Satria pelan.Satria menoleh sejenak pada Karina yang sedang menanti jawaban darinya.“Perkebunan teh itu memang milik keluargaku, tapi bukan berarti aku mengenal dan tau nama-nama dari setiap pekerja disana!” jawab Satria memilih untuk berbohong pada Karina, namun dirinya merasa penasaran mengapa Kar
Semua pekerja di peternakan itu menyoroti Satria yang sedang menggendong seorang gadis yang telah mengubah status dudanya. Satria menahan rasa malu saat itu, namun berbeda dengan Karina yang justru merasa sangat bahagia bahkan jantungnya berdegup kencang.Perlahan Satria memasukkan Karina ke dalam mobil tuanya yang sering ia gunakan. Ketika hendak menyalakan mesin mobilnya, Satria melirik Karina yang tampak memperhatikan mobilnya dengan raut wajah yang bingung.“Warga di desa ini tidak ada yang mempunyai mobil bagus seperti di orang-orang di kota… jangankan mobil bagus memiliki sepeda ontel saja mereka sudah bersyukur!” ucap Satria sengaja menyindir Karina yang terbiasa hidup mewah bersama orang tuanya di kota.“Aku juga bersyukur…” sahut Karina membuat Satria menoleh padanya.“Bersyukur karena memiliki suami yang tampan seperti Mas Satria!” sambung Karina sembari tersenyum lebar sementara Satria hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas panjang.Satria menjalankan mobi
Setelah menyantap sebagian bekal makanannya, Satria hendak keluar untuk kembali melihat para pekerjanya yang sedang menaikkan sapi-sapi ke dalam truk untuk dijual ke kota.“Mas Satria mau kemana?” tanya Karina hendak berdiri dari kursi yang di dudukinya.“Kamu disini saja, aku mau lihat pekerja diluar,” sahut Satria sembari melangkah keluar dari ruangan itu.Karina berdecak kesal namun dirinya tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti perintah Satria karena bagaimana pun juga Karina tak mau membuat Satria semakin jengkel padanya dan akan mengusirnya dari peternakan itu.Karina menghela nafas lantaran merasa bosan menunggu Satria selesai bekerja kemudian kedua matanya tertuju pada wadah yang berisi sebagian nasi serta lauk pauk yang diberikan Satria untuknya.“Aaahh, aku lapar… lebih baik aku makan saja!” Karina pun menyantap makanan itu hingga habis.Hampir dua jam Karina menunggu Satria diruangan itu, namun Satria tak kunjung kembali. Karena bosan rasa kantuk pun menghampiri gadis m
Satria merasa jengkel karena Karina tidak mau menurut kepadanya apalagi saat itu masih banyak pekerja disana yang sedang memperhatikan raut wajah Karina yang cemburut semantara Raka menjadi tidak enak hati karena berdiri di tengah-tengah kedua majikannya tersebut.Rasa serba salah yang sedang dirasakan Raka saat itu tiba-tiba saja menghilang ketika kedua matanya tanpa sengaja melirik seorang gadis yang berada tak jauh dari peternakan sapi milik Satria. Kebetulan saat itu Satria sedang melirik kearah Raka, lalu secepatnya Raka memberikan kode pada majikannya tersebut.“Raka, tolong lanjutkan pekerjaanku… awasi pekerjaan mereka!” titah Satria pada orang kepercayaannya itu.“Siap, Den!” sahut Raka menggantikan posisi Satria disana.“Ayo ikut aku!” Satria meraih tangan Karina bahkan menggenggamnya dengan erat kemudian mengajak Karina masuk ke dalam sebuah tempat yang menjadi ruang istirahatnya di peternakan itu.Sambil mengawasi para pekerja disana, Raka kembali melirik gadis yang baru sa
Pagi hari Karina keluar dari kamar setelah mandi dan berpakaian rapi, namun kelopak matanya tampak sedikit menghitam lantaran dirinya tidak bisa semalaman karena memikirkan sikap Satria yang memilih tidur di kamar lain padahal mereka sudah resmi menjadi pasangan suami istri.Karina bertemu dengan Mbak Yati yang sedang melakukan pekerjaan yakni membersihkan rumah. Karina yang menyadari bahwa rumah sebesar itu tampak sepi lantas menghampiri Mbak Yati.“Mbak, kenapa rumah sepi sekali? Dimana Mas Satria dan Lintang?” tanya Karina pada Mbak Yati.“Non Lintang baru saja berangkat ke sekolah, kalau Den Satria sudah pergi pagi-pagi sekali ke kandang sapi katanya ada orang yang mau membeli sapi hari ini!” jawab Mbak Yati menjelaskan.“Non Karin sarapan dulu biar Mbak siapkan… ayo!” sambung Mbak Yati mengajak Karina keruang makan.“Mbak Yati lanjutkan saja pekerjaannya, saya bisa sendiri!” Karina pun melangkah pergi keruang makan sendirian lantaran tak ingin merepotkan Mbak Yati yang sedang bek
Langit sudah gelap dan suara hewan malam pun terdengar di telinga Karina yang sedang berbaring diatas ranjang, namun ia sendirian. Sudah sedari tadi Karina menunggu kedatangan Satria di kamar itu, tapi Satria tak juga menampakkan batang hidungnya.“Hhuuuhh!!!” Karina mendengus kesal seraya turun dari ranjang.“Kenapa Mas Satria belum masuk juga ke kamar ini, padahal aku sudah berdandan cantik dan menunggunya dari tadi…” Karina menggerutu sendirian di dalam kamar itu.Karina masih ingin menahan dirinya untuk menunggu Satria di kamar itu, namun ia hanya bisa bertahan dalam beberapa menit saja.“Aku harus mencari Mas Satria!” Karina segera melangkah keluar dari kamar.Ketika baru saja melangkah keluar dari kamarnya tanpa sengaja Karina mengarahkan pandangannya ke jendela kaca yang belum tirainya belum tertutup. Dari sana Karina melihat sosok perempuan cantik yang sedang berdiri tak jauh dari halaman rumah.“Siapa perempuan itu? Ngapain dia berdiri sendirian disana malam-malam begini?” ta
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments