"Ini kertas apa, ini bukan punya saya," tolak Tsabi jelas tidak mengakuinya. Dari mana asalnya saja Tsabi tidak paham.
"Kamu boleh menyangkalnya, tapi kehamilan kamu tidak bisa dicegah," kata Shaka tenang."Tidak mungkin, bagaimana bisa aku hamil. Sedang mengenalmu saja tidak," pekik Tsabi murka."Benar, ummi juga tidak percaya Tsabi hamil. Bisa saja kan orang ini fitnah," sela Ummi juga tidak percaya."Kenapa tidak Anda buktikan saja pada putrimu, biar jelas semuanya," kata Shaka memberi solusi. Pria itu sudah mempunyai cukup banyak bukti yang valid. Bahkan membuktikan sendiri dengan jelas.Ummi langsung menatap Tsabi dengan penuh selidik. Dia tidak mau percaya dengan pria misterius di depannya. Namun, untuk menyakinkan dirinya, tidak ada salahnya juga membuktikan sendiri."Tidak mungkin Ummi, jelas Tsabi tidak pernah bercampur dengan pria mana pun. Aku mohon Ummi dan Abi percaya," kata Tsabi menggeleng resah.Suasana menjadi semakin tidak kondusif. Jika memang benar, putrinya telah mencoreng nama baik keluarga. Kenapa Tsabi malah diam saja menerima pinangan dari orang lain. Bagaimanapun, hamil dengan orang lain terus menerima lamaran dari pria yang jelas bukan orang yang menghamilinya suatu kebohongan besar yang tidak dibenarkan."Mari kita buktikan, kalau Anda melakukan kekeliruan, akan kami pastikan masalah fitnah ini sampai ke jalur hukum!" Ummi menatap tajam Shaka dan juga putrinya."Siap, saya siap dengan konsekuensi omongan saya," ucap Shaka yakin. Menoleh ke arah Tsabi yang kini terlihat tidak baik-baik saja.Perempuan yang tak lagi muda itu menyuruh seseorang untuk membelikan alat test kehamilan. Ia ingin menguji langsung pada putrinya, benarkah Tsabi hamil atau tidak. Rasanya tidak mungkin sekali putrinya mencoreng nama baik keluarga.Ummi Shali menunggu dengan tidak sabar. Setelah beberapa menit berlalu, orang suruhannya menyerahkan benda penting itu tanpa banyak bertanya. Tentu saja tidak berani mengingat itu perintah orang dalam sendiri."Ummi? Ini pesanannya," ujar seorang perempuan menyodorkan pada Ummi dengan penuh tanda tanya."Terima kasih," jawab Ummi datar.Perempuan itu langsung menuju kamar putrinya yang sudah disulap menjadi kamar pengantin. Seharusnya hari ini menjadi hari paling bahagia untuk keluarga mereka. Tak disangka kedatangan Shaka membuat porak-poranda sebuah acara dan rencana."Cepat masuk! Ummi menunggu di sini!" titahnya dengan rasa kesal.Tsabi menurut dengan perasaan gelisah. Belum pernah rasanya setakut ini. Dirinya bahkan belum pernah disentuh pria mana pun, bagaimana bisa ada seorang pria ngaku-ngaku menanam benih padanya.Gadis yang sudah siap dengan gaun pengantinnya menatap wadah kecil di depannya. Fokus pada benda yang baru ia cemplungkan ke dalam wadah. Setelah menunggu beberapa menit dengan hati berdebar. Perempuan itu cukup shock melihat hasil yang tertera menunjukkan dua garis merah."Tidak mungkin, ini tidak mungkin," batin gadis itu menatap nanar test pack di tangannya dengan perasaan hancur. Mendadak kepala Tsabi berdenyut tak karuan."Tsabi, udah belum!" teriak Ummi dari luar, menunggu dengan tidak sabar. Kenapa putrinya lama sekali. Ummi sampai menggedor-gedor pintu kamar mandi.Gadis itu terpaksa keluar dengan raut bingung. Marah, tidak paham dengan apa yang terjadi, dan tentu saja pernikahan impiannya dengan calon imam gagal sudah gara-gara berisi."Bagaimana hasilnya?" tanya Ummi cemas.Tsabi terdiam menggenggam alat penguji kehamilan itu. Ummi langsung memeriksanya sendiri dengan hati berdebar. Ikut shock dengan hasilnya."Astaghfirullah ...," ucap Ummi Shali lemas. Benarkah putrinya hamil. Ini seperti mimpi buruk baginya.Bagaimana dengan pernikahannya. Bagaimana cara menjelaskan dengan keluarga calon besan kalau sudah begini. Nama baik keluarga dipertaruhkan di sini."Jangan keluar kamar selangkah pun sebelum Ummi menyuruh," kata Ummi Shali menatap dingin. Sorot matanya menatap penuh amarah. Membuat Tsabi makin terluka di tengah kebingungannya. Ia pun bertanya-tanya dalam hati, apakah dirinya mendapatkan pelecehan seksual saat pingsan tempo lalu."Iya Ummi," jawab Tsabi bingung mengangguk mengiyakan. Dia masih belum begitu yakin dengan apa yang telah terjadi. Kalau memang seseorang telah merenggut kesuciannya, kenapa setelahnya Tsabi bahkan seperti tidak pernah melakukan apa-apa. Bukankah yang pertama biasanya sakit. Gadis itu terisak di kamarnya."Bagaimana?" tanya Ustadz Aka pada istrinya."Kacau Mas, positif," jawab Ummi Shali tegang."Astaghfirullah ... berarti benar putri kita hamil? Haruskah kita membatalkan pernikahan ini?" Ustadz Aka nampak memijit pelipisnya."Tentu saja, bagaimana mungkin Tsabi hamil dipaksa menikah dengan orang lain." Ummi nampak stress dibuatnya.Ustadz Aka pun terpaksa keluar dan meminta membicarakan masalah ini secara kekeluargaan. Mereka harus membicarakan perihal penting ini secara terbuka. Walaupun masalah ini nantinya akan membuat keluarga merasa malu. Berharap tidak menyebar keluar dan cukup keluarga dan calon besan yang tahu."Ada apa, Tadz?" tanya calon besan yang sedari tadi sudah menunggu. Harusnya mereka tengah sibuk menyambut detik-detik ijab qobul berlangsung."Maaf sedalam-dalamnya Tadz, kami tidak tahu harus memulai pembicaraan ini dari mana. Tapi ada suatu hal yang ingin kami sampaikan sebelum akad dilanjutkan, sangat mendesak," ucap Ustadz Aka menata perkataannya."Iya, katakan saja, Tadz.""Kami tidak bisa melanjutkan pernikahan ini antara Tsabi dan juga Iqbal," kata Ustadz Aka terpaksa. Dia tidak mempunyai alasan selain kejujuran itu."Apa? Maksudnya bagaimana? Anda jangan becanda," sahut calon besan tak percaya.Akad nikah tinggal menunggu beberapa detik lagi, Iqbal sebagai calon mempelai pria pun dibuat bingung dan ikut shock dengan ujian yang tiba-tiba melanda ini. Bagaimanapun keluarga Ustadz Zubair harus tahu kondisi Tsabi saat ini. Sebelum pernikahan itu terjadi."Maaf Pak Ustadz, ada suatu hal di luar perkiraan kami, bisa kita bicara."Kedua keluarga mengadakan mediasi yang cukup membuat orang di dalamnya tersulut emosi. Jelas sekali keluarga Ustadz Zubair sangat kecewa dengan hal ini."Kita ambil jalan yang terbaik. Kami menerima pembatalan pernikahan ini karena memang kondisi putri kami begini," ucap Ustadz Aka menguatkan hati. Tidak punya pilihan daripada masalah di kemudian hari."Astaghfirullah ... kenapa tidak katakan sedari awal Pak Ustadz, saya dan keluarga sangat kecewa. Bagaimana ini?" Keluarga mempelai pria nampak murka dan bingung."Mohon maaf yang sebesar-besarnya, di luar kendali kami.""Terus bagaimana dengan acaranya, kita akan malu kalau sudah begini," ucap Ustadz Zubair bingung."Bagaimana kalau Amena yang menggantikannya. Dia sudah besar kan, daripada kita sekeluarga menanggung malu begini," usul Ustadzah Mutia. Istri dari Ustadz Zubair sendiri."Astaghfirullah ... Amena masih sekolah, Bu, apa Iqbal tidak apa-apa?" tanya Ustadz Aka galau. Putri bungsunya masih terlalu kecil untuk berumah tangga."Biar pun kecil, tapi dia sudah SMA kan? Bisa berarti menggantikan kakaknya. Aku pikir ini solusi dari semua masalah daripada kita semua akan malu.""Apa Iqbal mau?" tanya Ustadz Aka ragu. Tidak menyangka kedua nasib putrinya harus seperti ini."Dia seharusnya mau, Iqbal biar menjadi urusanku, dan Amena menjadi urusan Pak Ustadz. Kita harus mengatakan ini semua."Dua keluarga inti itu kembali bermusyawarah. Pak Aka juga menjelaskan perihal genting tersebut hingga melibatkan Amena untuk menjadi pengantin pengganti bagi kakaknya. Gadis tujuh belas tahun itu diberi tahu dan seketika merasa shock."Menikah? Sama Gus Iqbal? Abi jangan becanda ya? Saya nggak mau! Dia itu kan calon kak Tsabi, kenapa malah jadi aku yang menikah.""Kamu dan juga Tsabi, semuanya akan menikah besok," ucap Ustadz Aka di luar ekspektasi."Tapi apa Mas?" Tsabi yang penasaran langsung mencicipinya. Tidak ada masalah, rasanya juga cukup enak. Namun, ia sedikit eneg ketika mendapati isian bawang bombainya."Hehehe. Seharusnya kamu bikin lebih banyak lagi. Aku suka, kalau ukurannya kecil gini kurang sayang.""Ish ... bikin worry saja. Habisin semuanya Mas, aku kenyang.""Kapan kamu makan?" Sedari bangun Shaka belum melihat istrinya mengisi perutnya."Lihatin kamu udah kenyang. Aku belum lapar, udah minum susu tadi," jawab Tsabi benar adanya."Sini aku suapin," ujar pria itu membagi sisa gigitannya.Sebenarnya Tsabi agak mual dengan bawang bombay, tetapi isian itu kurang menarik tanpa umbi satu itu.Tsabi baru mengunyah beberapa suapan, tetapi dia merasa semakin eneg. Wanita itu langsung beranjak dari kursi seraya menutup mulutnya.Shaka yang melihat itu langsung berdiri menyusul. Paling tidak bisa melihat istrinya dalam kesusahan."Sayang, maaf, kamu beneran mual?" ucap pria itu iba. Kasihan sekali melihat Tsabi yang menda
"Kamu juga capek kan Mas, kenapa mijitin?" tanya wanita itu sembari menyender di kepala ranjang. "Lelahku hilang saat melihat senyum kamu sayang," ujar Shaka jujur. Sedamai itu ketika menatap wajahnya yang teduh. Selalu menenangkan. "Bisa aja kamu Mas," jawab Tsabi tersenyum. Ditemani gini saja sudah mengembalikan moodnya. Apalagi dipijitin begini, sungguh Mas Shaka suami yang romantis dan pengertian. Perlahan netra itu mulai berat. Seiring sentuhan lembut yang mendamaikan. Tsabi terlelap begitu saja. Melihat itu, Shaka baru menyudahi pijitanya, dia membenahi posisi tidur istrinya agar lebih nyaman. Sebenarnya ada hasrat rindu yang menggebu, apalagi memang pria itu sudah beberapa hari tak berkunjung. Namun, nampaknya waktu dan keadaan kurang memberikan kesempatan. Tsabi juga terlihat lelah akibat aktivitas seharian di luar. Shaka akan menundanya besok sampai waktu memungkinkan. Agar keduanya sama-sama nyaman. Terutama Tsabi yang saat ini tengah hamil muda. Kadang moodian. Shaka h
"Nggak jadi aja ya, perasaan aku nggak enak," kata Shaka yang sebenarnya takut kalau nanti istrinya bakalan sakit hati lagi. "Kenapa, kalau dia nggak mau ketemu sama aku, mungkin mau dijengukin kamu. Kita bisa bawakan makanan kesukaan Angel dan mukena. Aku yakin dia mau berubah. Kita tidak boleh memusuhinya Mas.""Kenapa sih kamu jadi orang baik banget. Dia udah jahat banget loh sama kamu, sama keluarga kita. Wajar kan kalau pada akhirnya aku nggak respect.""Sangat wajar, itu namanya naluriah. Ketika seseorang disakiti terus membalas. Aku cuma mau kasih ini Mas, mana tahu dia bisa terketuk hatinya untuk melakukan kebaikan.""Oke, nanti aku antar," ucap Shaka pada akhirnya. Mereka benar-benar mengunjungi Angel yang saat ini dalam tahanan. Akibat perbuatannya, Angel harus menerima sanksi berat. Mendapatkan kurungan yang tak sebentar. Karena mencoba melakukan penganiayaan dan juga pembunuhan."Ngapain kalian ke sini? Puas lihat aku di sini seperti ini," sentak Angel menatap sinis pasu
Sepekan telah berlalu, tapi kesedihan nampaknya masih membekas di hati Shaka. Suasana hatinya beberapa hari ini sedang tidak baik-baik saja. Beruntung Tsabi adalah istri yang begitu perhatian dan pengertian. Wanita itu sangat sabar menemani suaminya yang dalam suasana duka.Hari ini pria itu sudah mulai beraktivitas kembali seperti biasanya. Toko dan bengkelnya juga sudah mulai dibuka kembali. Setelah sepekan tutup total karena dalam suasana berkabung. Ibunya memang belum meninggalkan banyak kenangan manis dengannya. Namun, sebagai seorang anak pasti sangat kehilangan ditinggalkan orang yang telah melahirkannya untuk selamanya. "Mas, ini ganti kamu hari ini," ujar Tsabi menyiapkan pakaian ganti suaminya. Walaupun beraktivitas di samping rumahnya, tentu Tsabi tak pernah lupa mengurusi pakaian suaminya juga untuk kesehariannya. Santai, tapi bersih dan tertata. "Makasih sayang," jawab Shaka memakainya begitu saja di depan istrinya. Sudah tidak tabu lagi. Bahkan menjadi pemandangan men
Tepat pukul lima sore hari Nyonya Jesy menghembuskan napasnya yang terakhir. Shaka sangat terpukul dengan kepergian ibunya. Pria itu tersedu sembari membacakan ayat-ayat suci di dekat ibunya. Tsabi mengusap lembut punggung Shaka setelah menyelesaikan surat yasin menutup doa ibu mertuanya. "Yang ikhlas Mas, biar mommy tenang," ucap Tsabi menguatkan. Dia tahu ini berat, hanya doa terbaik untuk almarhum mommy yang sekarang bisa ia lakukan. Wanita itu langsung menghubungi keluarganya. Ummi Shali, Ustadz Aka, dan Khalif serta beberapa orang abdi dalem langsung bertolak ke rumah sakit. Tentu saja untuk mengurus kepulangan dan juga pemakamannya. Beberapa orang lainnya nampak sudah bersiap menunggu jenazah pulang ke rumah duka. Suasana mengharu biru saat jenazah itu tiba dan hendak disholatkan. Ustadz Aka sendiri yang mengimaminya. Berhubung waktu belum terlalu malam, almarhum langsung dikuburkan malam itu juga. Tepatnya setelah sholat maghrib. Semuanya seakan berjalan begitu cepat. Padah
"Tsabi, apa yang terjadi sayang?" Ummi Shali dan suaminya langsung bertolak ke rumah menantunya begitu mendapatkan kabar dari Shaka. "Zayba jatuh Ummi, dia sepertinya sangat kaget," jelas Tsabi mengingat bocah kecil itu terlepas dari troli. Salah satu karyawan toko yang menggendongnya dan langsung mengamankan bayi itu. "Astaghfirullah ... Mas, cucuku gimana ini. Kita bawa ke tukang pijat.""Kenapa bisa sampai seteledor itu menjaga anak kecil. Bukankah kamu di rumah?""Tsabi tidak enak badan abi, tadi habis periksa. Aku nitip ke mommy, tapi malah ada musibah begini.""Kamu sakit?" tanya Ummi Shali menatap dengan serius. "Sakit, tapi sebenarnya—" Tsabi terdiam, agak ragu berkata jujur saat ini. Namun, bukankah kabar baik itu harus berbagi. "Sebenarnya apa?" tanya Abi Aka giliran yang menatapnya. "Zayba mau punya adik, Ummi," kata Tsabi malu dan ragu membagi kabar bahagia tersebut. "Kamu hamil lagi?" tanya Ummi cukup kaget. Baby Zayba belum genap satu tahun sudah mau punya bayi. Ba