Share

Bab 2. Positif

"Ini kertas apa, ini bukan punya saya," tolak Tsabi jelas tidak mengakuinya. Dari mana asalnya saja Tsabi tidak paham.

"Kamu boleh menyangkalnya, tapi kehamilan kamu tidak bisa dicegah," kata Shaka tenang.

"Tidak mungkin, bagaimana bisa aku hamil. Sedang mengenalmu saja tidak," pekik Tsabi murka.

"Benar, ummi juga tidak percaya Tsabi hamil. Bisa saja kan orang ini fitnah," sela Ummi juga tidak percaya.

"Kenapa tidak Anda buktikan saja pada putrimu, biar jelas semuanya," kata Shaka memberi solusi. Pria itu sudah mempunyai cukup banyak bukti yang valid. Bahkan membuktikan sendiri dengan jelas.

Ummi langsung menatap Tsabi dengan penuh selidik. Dia tidak mau percaya dengan pria misterius di depannya. Namun, untuk menyakinkan dirinya, tidak ada salahnya juga membuktikan sendiri.

"Tidak mungkin Ummi, jelas Tsabi tidak pernah bercampur dengan pria mana pun. Aku mohon Ummi dan Abi percaya," kata Tsabi menggeleng resah.

Suasana menjadi semakin tidak kondusif. Jika memang benar, putrinya telah mencoreng nama baik keluarga. Kenapa Tsabi malah diam saja menerima pinangan dari orang lain. Bagaimanapun, hamil dengan orang lain terus menerima lamaran dari pria yang jelas bukan orang yang menghamilinya suatu kebohongan besar yang tidak dibenarkan.

"Mari kita buktikan, kalau Anda melakukan kekeliruan, akan kami pastikan masalah fitnah ini sampai ke jalur hukum!" Ummi menatap tajam Shaka dan juga putrinya.

"Siap, saya siap dengan konsekuensi omongan saya," ucap Shaka yakin. Menoleh ke arah Tsabi yang kini terlihat tidak baik-baik saja.

Perempuan yang tak lagi muda itu menyuruh seseorang untuk membelikan alat test kehamilan. Ia ingin menguji langsung pada putrinya, benarkah Tsabi hamil atau tidak. Rasanya tidak mungkin sekali putrinya mencoreng nama baik keluarga.

Ummi Shali menunggu dengan tidak sabar. Setelah beberapa menit berlalu, orang suruhannya menyerahkan benda penting itu tanpa banyak bertanya. Tentu saja tidak berani mengingat itu perintah orang dalam sendiri.

"Ummi? Ini pesanannya," ujar seorang perempuan menyodorkan pada Ummi dengan penuh tanda tanya.

"Terima kasih," jawab Ummi datar.

Perempuan itu langsung menuju kamar putrinya yang sudah disulap menjadi kamar pengantin. Seharusnya hari ini menjadi hari paling bahagia untuk keluarga mereka. Tak disangka kedatangan Shaka membuat porak-poranda sebuah acara dan rencana.

"Cepat masuk! Ummi menunggu di sini!" titahnya dengan rasa kesal.

Tsabi menurut dengan perasaan gelisah. Belum pernah rasanya setakut ini. Dirinya bahkan belum pernah disentuh pria mana pun, bagaimana bisa ada seorang pria ngaku-ngaku menanam benih padanya.

Gadis yang sudah siap dengan gaun pengantinnya menatap wadah kecil di depannya. Fokus pada benda yang baru ia cemplungkan ke dalam wadah. Setelah menunggu beberapa menit dengan hati berdebar. Perempuan itu cukup shock melihat hasil yang tertera menunjukkan dua garis merah.

"Tidak mungkin, ini tidak mungkin," batin gadis itu menatap nanar test pack di tangannya dengan perasaan hancur. Mendadak kepala Tsabi berdenyut tak karuan.

"Tsabi, udah belum!" teriak Ummi dari luar, menunggu dengan tidak sabar. Kenapa putrinya lama sekali. Ummi sampai menggedor-gedor pintu kamar mandi.

Gadis itu terpaksa keluar dengan raut bingung. Marah, tidak paham dengan apa yang terjadi, dan tentu saja pernikahan impiannya dengan calon imam gagal sudah gara-gara berisi.

"Bagaimana hasilnya?" tanya Ummi cemas.

Tsabi terdiam menggenggam alat penguji kehamilan itu. Ummi langsung memeriksanya sendiri dengan hati berdebar. Ikut shock dengan hasilnya.

"Astaghfirullah ...," ucap Ummi Shali lemas. Benarkah putrinya hamil. Ini seperti mimpi buruk baginya.

Bagaimana dengan pernikahannya. Bagaimana cara menjelaskan dengan keluarga calon besan kalau sudah begini. Nama baik keluarga dipertaruhkan di sini.

"Jangan keluar kamar selangkah pun sebelum Ummi menyuruh," kata Ummi Shali menatap dingin. Sorot matanya menatap penuh amarah. Membuat Tsabi makin terluka di tengah kebingungannya. Ia pun bertanya-tanya dalam hati, apakah dirinya mendapatkan pelecehan seksual saat pingsan tempo lalu.

"Iya Ummi," jawab Tsabi bingung mengangguk mengiyakan. Dia masih belum begitu yakin dengan apa yang telah terjadi. Kalau memang seseorang telah merenggut kesuciannya, kenapa setelahnya Tsabi bahkan seperti tidak pernah melakukan apa-apa. Bukankah yang pertama biasanya sakit. Gadis itu terisak di kamarnya.

"Bagaimana?" tanya Ustadz Aka pada istrinya.

"Kacau Mas, positif," jawab Ummi Shali tegang.

"Astaghfirullah ... berarti benar putri kita hamil? Haruskah kita membatalkan pernikahan ini?" Ustadz Aka nampak memijit pelipisnya.

"Tentu saja, bagaimana mungkin Tsabi hamil dipaksa menikah dengan orang lain." Ummi nampak stress dibuatnya.

Ustadz Aka pun terpaksa keluar dan meminta membicarakan masalah ini secara kekeluargaan. Mereka harus membicarakan perihal penting ini secara terbuka. Walaupun masalah ini nantinya akan membuat keluarga merasa malu. Berharap tidak menyebar keluar dan cukup keluarga dan calon besan yang tahu.

"Ada apa, Tadz?" tanya calon besan yang sedari tadi sudah menunggu. Harusnya mereka tengah sibuk menyambut detik-detik ijab qobul berlangsung.

"Maaf sedalam-dalamnya Tadz, kami tidak tahu harus memulai pembicaraan ini dari mana. Tapi ada suatu hal yang ingin kami sampaikan sebelum akad dilanjutkan, sangat mendesak," ucap Ustadz Aka menata perkataannya.

"Iya, katakan saja, Tadz."

"Kami tidak bisa melanjutkan pernikahan ini antara Tsabi dan juga Iqbal," kata Ustadz Aka terpaksa. Dia tidak mempunyai alasan selain kejujuran itu.

"Apa? Maksudnya bagaimana? Anda jangan becanda," sahut calon besan tak percaya.

Akad nikah tinggal menunggu beberapa detik lagi, Iqbal sebagai calon mempelai pria pun dibuat bingung dan ikut shock dengan ujian yang tiba-tiba melanda ini. Bagaimanapun keluarga Ustadz Zubair harus tahu kondisi Tsabi saat ini. Sebelum pernikahan itu terjadi.

"Maaf Pak Ustadz, ada suatu hal di luar perkiraan kami, bisa kita bicara."

Kedua keluarga mengadakan mediasi yang cukup membuat orang di dalamnya tersulut emosi. Jelas sekali keluarga Ustadz Zubair sangat kecewa dengan hal ini.

"Kita ambil jalan yang terbaik. Kami menerima pembatalan pernikahan ini karena memang kondisi putri kami begini," ucap Ustadz Aka menguatkan hati. Tidak punya pilihan daripada masalah di kemudian hari.

"Astaghfirullah ... kenapa tidak katakan sedari awal Pak Ustadz, saya dan keluarga sangat kecewa. Bagaimana ini?" Keluarga mempelai pria nampak murka dan bingung.

"Mohon maaf yang sebesar-besarnya, di luar kendali kami."

"Terus bagaimana dengan acaranya, kita akan malu kalau sudah begini," ucap Ustadz Zubair bingung.

"Bagaimana kalau Amena yang menggantikannya. Dia sudah besar kan, daripada kita sekeluarga menanggung malu begini," usul Ustadzah Mutia. Istri dari Ustadz Zubair sendiri.

"Astaghfirullah ... Amena masih sekolah, Bu, apa Iqbal tidak apa-apa?" tanya Ustadz Aka galau. Putri bungsunya masih terlalu kecil untuk berumah tangga.

"Biar pun kecil, tapi dia sudah SMA kan? Bisa berarti menggantikan kakaknya. Aku pikir ini solusi dari semua masalah daripada kita semua akan malu."

"Apa Iqbal mau?" tanya Ustadz Aka ragu. Tidak menyangka kedua nasib putrinya harus seperti ini.

"Dia seharusnya mau, Iqbal biar menjadi urusanku, dan Amena menjadi urusan Pak Ustadz. Kita harus mengatakan ini semua."

Dua keluarga inti itu kembali bermusyawarah. Pak Aka juga menjelaskan perihal genting tersebut hingga melibatkan Amena untuk menjadi pengantin pengganti bagi kakaknya. Gadis tujuh belas tahun itu diberi tahu dan seketika merasa shock.

"Menikah? Sama Gus Iqbal? Abi jangan becanda ya? Saya nggak mau! Dia itu kan calon kak Tsabi, kenapa malah jadi aku yang menikah."

"Kamu dan juga Tsabi, semuanya akan menikah besok," ucap Ustadz Aka di luar ekspektasi.

Comments (9)
goodnovel comment avatar
Ida Nur
aduuh kak Asri, aku juga ikut bingung ini. kasiha keluarga ustadz Aka. ada apa sebenarnya, apa Shabi korban pelecehan ya...
goodnovel comment avatar
Duma Candrakasi Harahap
wah ,,,parah,,,kasian tsabi,,,duch,,malah adek ny tsabi lagi yg gantikan posisi ny kakaknya...
goodnovel comment avatar
Devi Pramita
dipaksa menikah amena
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status