Share

Bab 4. Calon Pengantin Yang Ditukar

"Calon suami kamu," jawab Shaka dengan percaya diri. Tersenyum manis menatapnya lekat.

"Calon suami? Sebenarnya apa maumu, kenapa saya bisa ada di sini?" tanya Tsabi langsung turun dari ranjang memberi jarak. Menatap sekitar yang terasa asing.

"Tentu saja tidak becanda, sebelum pagi aku akan mengantarmu, ayo pulang! Kedua orang tuamu cemas," ujar Shaka sudah siap mengganti pakaian tidurnya.

Tsabi baru ingat kalau dirinya malam tadi hendak kabur dari rumah daripada dinikahkan dengan pria yang tidak dikenal. Terlebih mengaku-ngaku tentang kehamilannya yang Tsabi sendiri masih belum yakin kalau dirinya hamil.

"Nggak, Anda harus menjelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi? Maksud Anda apa? Kenapa memfitnah aku, tolong jelaskan sebelum pernikahan besok dimulai atau aku tidak akan pernah mau datang besok!" ancam Tsabi menatap waspada.

"Kamu mengancamku? Tenangkan dirimu, setelah kita menikah,akan kujelaskan semuanya. Bersiaplah ... besok kita akan menikah."

"Konyol, bagaimana mungkin kita menikah? Sedang kita tidak mengenal satu sama lain," tolak Tsabi jelas tidak mau.

"Kamu tidak tapi aku mengenalmu dan keluargamu. Sudah cukup bagiku dan juga restu kedua orang tua kita," kata Shaka tenang.

Sejak kejadian itu, Shaka langsung mencari tahu siapa perempuan yang telah menjadi salah sasaran benih dirinya. Ia tidak mau anaknya tumbuh di rahim orang tanpa pengawasannya.

Tsabi terdiam, sebenarnya pria misterius itu siapa? Benarkah keluarganya mengenal dengan baik? Lalu bagaimana ceritanya Tsabi hamil, kenapa orang ini tiba-tiba mau tanggung jawab.

"Aku tidak percaya denganmu. Apakah Anda menculik saya? Lalu membuat drama?" tanya Tsabi waspada.

Shaka ngakak mendengar penuturannya. Sejak kapan ia menjadi pecinta drama, kenapa hidupnya drama sekali sejak berhubung dengannya.

Pria itu terdiam begitu saja dengan raut dinginnya. Menatap tajam dan lekat.

"Saya tidak banyak waktu untuk becanda, silahkan keluar lebih dulu biar kuantar," kata Shaka dingin.

Melihat aura pria itu yang cukup serius, membuat Tsabi langsung melangkah keluar kamar dengan penuh pertanyaan bersarang di otaknya.

Pria itu menuju mobilnya, duduk bersahaja di bagian jok belakang. Terlihat sang driver membukakan pintunya.

"Silahkan masuk Nona, sudah ditunggu Tuan Shaka di dalam," ujar pria itu mempersilahkan.

Tsabi tertegun, dirinya semakin bingung. Apa yang terjadi dengan hidupnya. Kenapa harus bertemu dengan pria asing ini. Gadis itu masuk dengan ragu, memasrahkan diri pada Sang Pemilik Kehidupan. Benarkah dirinya akan dibawa pulang?

Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Hening di antara ketiga manusia di dalamnya. Baik pria itu maupun Tsabi tidak ada yang membuka suara. Perempuan itu duduk cukup berjarak menghimpit pintu mobil. Sementara Shaka duduk tenang tanpa banyak bicara.

"Sudah sampai Tuan," kata sang driver menginterupsi.

Tsabi benar-benar dipulangkan ke kediamannya. Pria itu juga ikut turun mengantarnya sampai depan rumah.

"Selamat beristirahat, sampai ketemu nanti di kursi pelaminan," ucap Shaka gamblang.

Pria itu langsung undur diri begitu menyerahkan Tsabi pada keluarganya. Terlihat Ustadz Aka begitu murka menyambut kedatangannya.

"Memalukan! Masuk dan gunakan waktu yang tersisa untuk beristirahat. Kamu tidak boleh keluar sebelum akad nanti," kata pria itu serius.

Tsabi langsung masuk dengan bingung. Sepertinya takdir tengah mempermainkan dirinya hingga terjebak ke dalam sarang masalah yang bahkan dirinya tidak tahu menahu dari mana asalnya.

"Tsabi sudah pulang?" tanya Ummi Shali menghadap suaminya.

"Sudah di kamar," jawab Ustadz Aka tak bisa tidur lagi. Sebentar lagi waktu subuh, dia memutuskan mengambil wudhu lalu sholat sunah dan murajaah sambil menunggu waktu subuh.

"Astaghfirullah ...," ucap Ustadz Aka beristighfar banyak-banyak. Ia memohon ampun atas kelalaiannya terhadap putrinya sampai Tsabi mengalami musibah seperti ini. Ustadz Aka merasa gagal menjadi orang tua. Terlihat sangat begitu sedih.

Hal yang sama dilakukan oleh Tsabi, bagaimana ia bisa istirahat dengan tenang, sedang ia seperti tengah di sebuah lingkaran kobaran api yang menyala-nyala. Tidak bisa melangkah memadamkannya atau dirinya akan terbakar oleh panas magmanya.

Gadis itu duduk bersimpuh di atas sajadah. Memohon pengampunan dan berserah diri atas apa yang terjadi besok.

Sementara di bilik kamar yang berbeda, seorang gadis belia juga nampak sibuk memikirkan nasib dirinya yang mau tidak mau besok harus menjadi pengantin pengganti.

"Ini konyol namanya, kenapa Kak Tsabi bisa seceroboh ini sih!" Amena menggerutu kesal.

Gadis itu tidak begitu mengenal Gus Iqbal. Walaupun yang Amena tahu pria itu orang baik pilihan Abi, tetap saja menikah di usia belia dengan modal dadakan sama sekali tidak ada dalam daftar list hidupnya. Terlebih pria itu calon suami kakaknya.

"Duh ... kenapa tidak dibatalin saja sih, masa aku harus nikah besok. Gimana dengan sekolahku," gumam Amena bingung. Ia mondar-mandir di kamarnya. Karena tidak tenang, Amena sampai mampir ke kamar kakaknya.

"Kak Tsabi sudah bangun? Atau tidak tidur?" tanya Amena dengan wajah masam.

"Belum tidur, kakak tidak bisa tidur Dek," jawab Tsabi dengan beban pikiran ganda. Menikah dengan pria asing, hamil dengan jalan pintas tanpa tahu prosesnya.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Bisa tidak kalau besok Kak Tsabi tetap menikah dengan Gus Iqbal, Amena belum mau menikah, Amena masih mau sekolah." Gadis itu menangis tersedu.

"Maaf Menna, Kak Tsabi tidak tahu," jawab Tsabi dengan hati sesak.

Dia sudah bermimpi menjadi istri dari pemuda yang sudah melamarnya sejak dua tahun lalu. Walaupun jarang bertemu, komunikasi mereka sehat dan juga baik. Sangat disayangkan bila akhirnya nanti bukan nama dirinya yang diikrarkan di meja akad. Miris, dan tentunya lara hati.

Kedua kakak beradik itu saling memeluk dalam tangis. Entahlah waktu beberapa jam lagi benar-benar akan mengubah semuanya.

"Ikuti kata Abi, mungkin yang terbaik begitu. Kakak tidak mungkin melanjutkan dengan Mas Iqbal," kata Tsabi sendu.

Sakit sebenarnya mengatakan itu, tetapi tidak ada pilihan lain baginya. Iqbal tidak mungkin akan sudi mempersunting dirinya jika tahu kalau kini tengah berbadan dua dengan pria lain. Walaupun demi langit dan bumi Tsabi tidak pernah melakukan itu, semesta telah membuktikan kalau dirinya positif. Entahlah, itu ujian yang harus Tsabi Terima atas takdir dirinya.

Waktu terus bergulir, detik dan menit berjalan cepat. Menjemput dua perempuan yang sama-sama tengah galau dengan nasibnya. Berharap semuanya akan menjadi baik. Walau Tsabi ragu akan pernikahannya.

Perasaan perempuan itu makin tidak karuan saat menjelang siang. Ia bahkan berkali-kali mengusap bulir bening di matanya yang menghalangi rasanya. Mungkin beberapa kali membuat MUA kesal lantaran harus membenahi kekacauan calon mempelai wanita.

"Ning, jangan nangis terus, ini make up-nya rusak," tegur seorang penata rias kewalahan.

Tsabi tidak menyahut, dia tidak minat lagi melanjutkan acara. Namun, apa daya pernikahan itu tetap akan berlanjut. Walau dengan orang yang beda.

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Ida Nur
kasihan Shabi dan Amena, kenapa terjadi pada mereka orang baik. tolong jelaskan Shaka kepada semua keluarga Al Hasan dan Ausky kenapa Shabi bisa hamil anakmu. Agar mama baik dan kehormatan keluarga Al Hasan tetap baik
goodnovel comment avatar
Duma Candrakasi Harahap
ya sabar buat tsabi,,,oalah jd hamil nu tsabi dr hasil proses inseminasi ya... kasian ny lihat ameena,,,jd inget kisah nya azmi dan nana yang nikahnya juga mempelainya masih bocil
goodnovel comment avatar
Siti fatimah Sifa
adek kakak semoga selalu bisa saling menguatkan satu sama lain..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status