Hantaran Diminta Kembali"Kok tiba-tiba saja Lila mau menikah?" tanya Bi Pur dengan nada menyelidik.Ibu sudah menduga pertanyaan ini akan terlontar saat ia mengundang keluarga adiknya itu untuk datang ke pesta pernikahan Lila. "Iya, memang acaranya mendadak. Karena sudah saling merasa cocok satu sama lain!" jawab ibu kalem. "Ya, daripada direncanakan jauh-jauh hari, ternyata masih gagal, ya, kan?" janjut ibu sambil menatap Sari. Seketika Sari mengalihkan wajah dengan jengah. Ia merasa tersindir. Dimas hanya melirik Sari. Pria itu tampak salah tingkah. "Lila menikah dengan siapa? Apa anak kampung sini?"tanya Bi Pur mengalihkan pembicaraan. "Iya, calon suami Lila orang perumahan kampung sebelah!" jawab bapak datar. "Ooooh!" seru Sari dan Bi Pur sambil saling pandang. "Oh, orang kampung sebelah!" ucap Sari mengulang kalimat itu sambil manggut-manggut. Bapak dan Ibu saling berpandangan, mengangguk sambil tersenyum. Mereka tahu ucapan Sari itu bermaksud merendahkan. Ibu lega
Hantaran Diminta Kembali Lila menatap lekat-lekat pria yang menjadi suaminya itu. Berusaha membaca mimik wajah dan menyelami arti tatapan mata itu. Yang jelas terlihat oleh Lila adalah tatapan dari seorang pria pada seorang wanita. Tatapan tajam sekaligus sendu. Rizal tak menyadari Lila sedang menatapnya dan membaca dirinya, ia terlalu fokus melihat wanita cantik bergaun silver itu sedang berfoto mesra dengan seorang pria. Sang pria melingkarkan tangan di pinggang ramping itu dan mereka tersenyum lebar sambil menatap kamera. Entah itu tatapan cemburu atau tatapan kagum, tapi Lila berharap ia berpikiran salah, bahwa Rizal terpaku menatap wanita yang masih menjadi adik iparnya itu. Wanita itu adalah Aiza, istri Zain."Ehem!" Deheman Lila seketika mengalihkan pandangan Rizal. Rizal menatap Lila dan seketika tatapan mata itu berubah dingin. Lila termangu.Bagaimana bisa ia tidak mendapatkan tatapan yang sama seperti wanita itu. Wanita yang tak seharusnya dipandang Rizal s
Hantaran Diminta Kembali"Bisa agak cepat, Yud!" perintah Rizal gusar. "Telpon ke ponselnya ibu saja, Pak!"ucap Yuda sambil melirik Rizal lewat spion. "Ibu siapa?"tanya Rizal sambil mengerutkan kening. "Bu Lila, pak!""Masa Bu Tejo!" gumam Yuda dalam hati saja. "Kenapa panggil Ibu, dia juga lebih muda dari kamu!" seru Rizal kesal sambil merogoh ponselnya. "Bu Lila majikan saya sekarang, Pak, masa saya panggil namanya,"kilah Yuda merasa panik. Yuda sebenarnya juga tak nyaman memanggil Lila dengan sebutan Ibu. Tidak cocok untuk Lila yang masih cukup muda itu. "Ya panggil dengan sebutan yang lain kan bisa,"sahut Rizal sambil menghubungi nomer ponsel Lila. Wajah pria itu makin terlihat gelisah."Saya panggil siapa, Pak?""Terserah kamu!"Sahut Rizal kesal. Nomer Lila tidak aktif. "Tidak bisa dihubungi, Yud!" keluh Rizal. Ia meremas ponselnya gemas. Entah tiba-tiba saja ia merasa khawatir. Rizal biasanya bisa bersikap tenang meski keadaan sedang gawat sekalipun. Tapi kapi ini
Hantaran Diminta Kembali Rizal berjalan mendekati Lila. Gadis itu sekarang sedang duduk mencangkung di sofa sambil melamun. Pandangannya kosong menatap ke sembarang arah."Minumlah!" ucap Rizal pelan. Pria itu mengulurkan Secangkir coklat panas itu pada Lila.Lila menerima cangkir itu dan menggenggamnya begitu saja. Ia merasakan panas cangkir itu menghangatkan tangannya yang dingin. Pelan Lila menyesap minumannya. Rizal melihatnya lekat-lekat. "Kamu lapar?"tanya Rizal pelan, Lila hanya menggeleng. Sejurus mereka hanya diam. Tenggelam dalam pikiran masing-masing. "Maaf, aku tadi pergi karena ada urusan di cafe," cerita Rizal tanpa diminta. Diam-diam pria itu merasa sedikit bersalah, karena telah meninggalkan Lila sendirian di tempat itu. Apalagi Lila menjadi korban dari pria yang menjadi musuh Rizal. Hardi bahkan tak ada urusan dengan Lila."Ada razia narkoba di cafeku, kemungkinan ada yang melapor pada pihak kepolisian,"cerita Rizal sambil melirik Lila. Ia mencoba menar
Hantaran Diminta Kembali Lila memegang kartu atm itu bingung. Percuma ia memegang kartu debit jika ia tidak memegang uang tunai. Kalau dia masuk warung mi ayam, ia tidak bisa menggunakan kartu itu untuk membayar. Ia masih butuh uang tunai. "Kamu belum pernah punya kartu Atm?" Rizal bertanya bingung. Bagaimana mungkin di era serba digital ini Lila tidak punya atm. "Punya tabungan saja tidak ada," sahut Lila enteng."Lila, bagaimana aku bisa menikahi gadis sekudet kamu!" keluh Rizal kesal. "Ayo, kita jalan-jalan dulu, kita ke supermarket, belajar mengambil uang di mesin Atm," ajak Rizal cepat. Ia merasa harus cepat mengajari Lila bagaimana menggunakan kartu itu dengan benar.Rizal segera berdiri dari duduknya. Lila mengikuti berjalan di belakang Rizal. "Selamat pagi Nona!"Tiba-tiba saja ada yang menyapa dengan sopan ketika Lila muncul di depan pintu hotel. "Biasanya memanggil ibu!" sindir Lila sambil menatap Yuda. Yuda menatap Lila sekilas, kemudian menunduk lagi. Ia me
Hantaran Diminta Kembali Yuda mengemudikan mobil perlahan membelah jalanan ramai lancar itu. Rizal melirik Lila yang sedang sibuk memperhatikan suasana di balik jendela mobil. Ia harus menyesuaikan hawa dingin mobil, karena Lila lebih menikmati perjalanan dengan hembusan angin alami ketika naik ojek online, daripada AC mobil yang berbaur dengan aroma pewangi itu. "Sebaiknya saat pulang nanti kita bersikap wajar saja, ya!" ucap Rizal membuka pembicaraan. Ia melirik ke arah Yuda sekilas."Perasaan, ia sendiri yang selama ini bersikap tak wajar," batin Lila tanpa menoleh. "Kamu dengar, Lila?" tanya Rizal, karena Lila tak menjawab atau merespon ucapannya."Ya, Pak!" jawab Lila datar, tanpa menoleh. "Kamu jangan memanggilku 'bapak' lagi," sahut Rizal dengan nada menekan. "Tapi saya harus memanggil apa? Mas?"Tanya Lila sambil menoleh pada Rizal. "Terserah," Sahut Rizal enteng "Panggil 'Sayang' juga boleh!" Imbuh Rizal tenang. "Tapi bapak lebih tua dari saya," Ucap Lila bing
Hantaran Diminta Kembali Mereka sudah berkumpul di ruang melingkari meja makan besar itu. Bapak dan Ibu juga berada di sana. "Ayo, kita ambil makanan sambil menunggu Rizal," ucap Bu Anggraini sambil meraih piringnya. Lila melirik ke arah pintu kamar yang masih tertutup. Apa suaminya itu memang sengaja menghindari makan dan nonton televisi bersama hanya karena ada adik iparnya, Aiza."Ayo, Mbak Lila, makan yang banyak!" kata Aiza sambil meletakkan nasi dan lauk di piring Aiza. "Cukup, terima kasih, Mbak!"sahut Lila sambil tersenyum. Diam-diam Lila mengamati Aiza. Wanita dengan pembawaan tenang dan supel itu. Ia santai saja mengambilkan makanan untuk semua orang. Ia memang cantik meski ada yang lebih cantik. Tapi wanita itu sangat menarik dan tentu, ia sangat baik. Lihat sikapnya sebagai menantu keluarga kaya tapi ia bisa begitu akrab dengan Bapak dan Ibu Lila yang hanya sebagai pembantu di rumah besar itu."Ayo, Rizal. Kita nunggu kamu, lo!"seru Bu Anggraini melihat Riz
Hantaran Diminta Kembali Lila dengan ragu memasuki kamarnya. Seketika ia termangu melihat kamar besar dengan ranjang besar dan jendela kamar yang lebar. Ada meja rias, dan sebuah sofa bed dan meja nakas kecil di sebelahnya. Sudah ada layar televisi dan sebuah kulkas kecil di kamar. Ada sebuah pintu lagi di kamar itu, terdengar suara gemericik air dari sana. Rupanya itu kamar mandi dan sepertinya Rizal sedang berada di sana.Lila segera mencari tas miliknya, ia tak menemukan tas miliknya yang dibawa masuk oleh Rizal tadi.Lila segera meletakkan paperbag dari Aiza di atas ranjang. Ia kini sibuk mengamati ruangan mencari tasnya. Lila membuka rak nakas itu. Kosong, tak ada barang di sana. "Sedang apa kamu?" tanya Rizal ketika melihat Lila sibuk membuka rak kayu itu. "Mas melihat tasku?" tanya Lila sambil berdiri, membalikkan badan menghadap Rizal. Pria itu masih berdiri di depan pintu kamar mandi, tubuhnya hanya terbungkus handuk berwarna putih itu. Rizal sepertinya hobi s