Share

Bab 4

Lila berusaha untuk memejamkan mata. Ia menguap beberapa kali tapi ia tak bisa memejamkan mata.

Lila mendengkus kesal.

Kepalanya makin pusing, apalagi suara dari sound system itu makin keras terdengar.

Mereka meletakkan sound-sound ukuran besar itu di halaman rumah Lila.

Bi Pur bahkan tidak ijin pada empunya rumah saat meletakkan empat buah sound besar itu di sana.

Bagaimana bisingnya suasana rumah Lila saat itu.

Pesta Pernikahan mewah di gedung saja tidak memakai sound besar yang berisik seperti itu.

Lagu-lagu dangdut patah hati terdengar seperti konser sejak pagi, padahal pernikahan baru akan dilaksanakan keesokan harinya.

Lila semakin geram saja melihat ulah keluarga Bibinya itu.

Tapi bapak dan Ibu tidak pernah berusaha membalas atau memarahi keluarga Bi Pur. Mereka masih menghormati Bibi Purwati sebagai keluarga meski adik kandung ibu itu tidak pernah memperlakukan hal yang sama mereka.

"Ayo, kamu ikut saja tidur di rumah Bu Anggraini!" Titah Ibu begitu menyibak pintu kamarnya.

Lila bangkit dengan malas. Ia berganti baju dan mengambil jilbabnya.

"Ibu sudah pulang dari rumah Bi Pur?"

Tanya Lila mengeraskan suaranya yang tenggelam karena suara lagu dangdut itu.

"Iya! Malas aja lama-lama di sana!"

Seru ibu sambil mendekat.

"Apa!" Tanya Lila sambil memegang telinga.

"Ayo kita ke rumah Bu Anggraini saja. Lama-lama orang satu rumah seperti orang tuli," ucap Bapak mendekat dengan suara keras.

Lila dan ibu tertawa terbahak.

"Bawa baju ganti juga, sekalian bawa baju yang akan kita pakai ke pesta nanti," Seru Ibu sambil keluar dari kamar Lila.

Lila segera mengambil tas dan mengemasi baju gantinya. Lebih baik ia mengikuti ibunya menginap di rumah majikannya daripada tidur di rumah sendirian.

Karena Suara rumah begitu riuh oleh suara sound system yang disewa untuk acara hajatan itu.

Kaca jendela bahkan sampai bergetar-getar saking kerasnya.

Akhirnya malam itu mereka keluar rumah menuju rumah majikan ibunya Lila dengan mengendarai motor.

Badan mungil Lila cukup untuk bersepeda bertiga dengan orangtuanya.

Seketika motor bebek itu terlihat begitu penuh sesak dan melaju pelan meninggalkan kecil itu.

Bapak menekan bel rumah itu sekali.

Tak lama suara alas kaki beradu dengan lantai terdengar mendekat.

"Lo, kok balik? Biasanya kalau libur kalian menginap di rumah sendiri." Tanya wanita itu begitu pintu terbuka lebar.

"Iya, Bu. Kami menginap saja di sini," Sahut ibu sambil tersenyum malu-malu.

Bu Anggraini, majikan ibu itu membuka pintu lebar-lebar.

Lila mendekat dan segera mencium tangan Bu Anggraini.

"Enggak apa-apa! Kami malah seneng kalian berlibur di sini. Jadi besok kita enggak repot bikin sarapan," Kata bu Anggraini sambil tertawa.

"Lila sudah besar, ya! manis banget!" Ucap Bu Anggraini sambil menepuk pipi Lila.

Lila hanya tersenyum malu.

"Maaf bu, kami terpaksa membawa Lila menginap di sini, di rumah berisik banget, karena suara hajatan saudara."

Ucap bapak menjelaskan sambil mengikuti anak istrinya memasuki rumah mewah itu.

"Apa adik Bu Eni itu yang mengadakan hajatan?"

Tanya Bu Anggraini yang mendapat anggukan dari Ibu.

"Iya, Bu, pestanya besok, jadi kami libur, untuk bantu-bantu di pesta itu."

Urai ibu menjelaskan pada Bu Anggraini yang terlihat malah sibuk mengamati Lila.

"Iya, boleh saja," Sahut Bu Anggraini singkat.

"Apa keponakan kalian jadi menikah dengan mantan tunangan Lila?"

Tanya wanita setengah baya itu sambil melirik Lila.

Lila sedikit terkejut, darimana majikan ibunya itu tahu cerita tentang Dimas yang akan menikahi Sari, sepupunya.

Ah, pasti ibu yang bercerita pada Bu Anggraini.

"Ya, jadi, Bu!" Jawab Bapak cepat.

"Sabar, ya!" Ucap bu Anggraini sambil merangkul bahu Lila, membuat gadis itu canggung.

"Iya, Bu!"

Lila mengangguk rikuh sambil mengikuti langkah Bu Anggraini memasuki ruang tengah yang terdengar riuh.

Keluarga Bu Anggraini berkumpul sambil menikmati kudapan di ruang santai itu.

"Tidak jadi berlibur, pak Man?" Sapa Zain, putra bungsu bu Anggraini itu.

"Liburan di sini saja, Mas!" Jawab Pak Man sambil tersenyum.

"Ini Lila, ya?" Sapa wanita yang Lila duga sebagai menantu Bu Anggraini itu.

"Iya, Bu!" Jawab Lila sambil mengangguk.

"Jangan panggil Bu, begitu. Panggil mbak Aiza, saja!" Sahut wanita manis itu ramah.

"Hem, menolak tua!" Sindir Zain melirik Aiza.

"Apaan, sih!" Sergah Aiza sewot.

"Ayo, duduklah. Kamu juga Lila," Ucap Bu anggraini sambil duduk di sofa bed itu.

Pak Man dan Bu Eni mengikuti duduk di atas karpet berbulu tebal itu, bergabung dengan kedua cucu Bu Anggraini yang sedang bermain ular tangga itu.

Ibu dan Bapak memang akrab dengan majikannya yang baik itu. Bahkan Bu Anggraini yang membiayai sekolah Lila dari SD hingga ia bisa sekolah SMA di sekolah terbaik di kota itu.

Karena Lila juga termasuk gadis yang cerdas dan berprestasi membuat Bu Anggraini tidak segan mengeluarkan uangnya untuk membiayai pendidikan Lila.

"Lila, kamu nanti bisa tidur di paviliun saja, kalau di kamar ibu enggak akan muat!"

Ucap Bu Anggraeni sambil menatap Lila.

"Apa Lila kerja di sini, juga?" Tanya Zain sambil menatap Pak Man dan Bu Eni bergantian.

Ia merasa sayang jika gadis itu menjadi pembantu di rumah mereka.

Zain juga tahu, putri Pak Man itu anak yang pandai dan ia bahkan bisa kuliah jika ada kesempatan.

"Enggak, Zain. Mereka ini berlibur ke sini dalam rangka mengungsi," Terang Bu Anggraini.

"Adik Bu Anggraini akan melaksanakan pesta pernikahan putrinya dan mereka terganggu suara bising dari sound system hajatan itu." Cerita Bu Anggraeni seolah menjadi jubir terpercaya mereka.

"Tapi, kok kalian gak bantu acara pernikahan itu?"

Tanya Zain heran.

Bu Eni dan Pak Man saling pandang.

"Gini! Jadi adik keponakannya Bu Anggraini ini akan menikah dengan mantan tunangannya Lila." Jelas Bu Anggraini kepada.

Lila menatap Bu Anggraini terkejut, darimana majikan ibunya itu tahu tentang semua kisah dramatisnya?

Kini Lila melirik ibunya, pasti ibu yang bercerita banyak hal pada Bu Anggraini.

"Kok bisa?"

tanya Zain terkejut.

"Buktinya bisa!" Sahut Bu Anggraini lagi.

"Menurutku, gagalnya perjodohan Lila ada sangkut pautnya dengan mereka. Buktinya, setelah putus dari Lila, beberapa saat kemudian sepupu dan mantan tunanganmu akan menikah."

Timpal Bu Anggraini lagi.

Zain dan Aiza menatap Lila dengan tatapan penuh simpati.

"Kalau begitu besok tidak usah datang saja. Biar kamu di sini saja, daripada kamu makan hati,"

Seru Bu Anggraini mulai kesal. Entah kenapa ia menjadi ikut baper.

"Ya enggak boleh gitu, mereka itu sepupu. Pasti orang akan menilai Lila ini jelek."

sahut Zain memberi opininya. Lila mendengarkan serius ucapan itu.

"Orang akan menilai kamu itu tidak bisa move on, sirik hingga gak mau hadir di pernikahan saudaranya sendiri." Tambah Zain lagi.

"Iya juga, sih. Kamu harus datang Lila! Kamu harus tampil cantik dan buat mantan tunanganmu itu menyesal memutuskan pertunangan denganmu,"

Seru Aiza bersemangat.

"Heem, bener juga! Tapi apa kamu siap mental, nih?" Tanya bu Anggraini sambil menatap Lila yang tampak bingung itu.

"Dia harus datang dengan seseorang yang bisa menguatkannya, Bu. Tapi bukan ibu dan Pak Man aja, lo!" Imbuh Aiza lagi.

"Jadi, Kamu juga harus menggandeng cowok juga. Minim buat menunjukkan kalau kamu sudah move on!"

Kata-kata Bu Anggraini membuat Lila seketika putus asa.

"Tidak mungkin, Bu. Saya ini tidak pernah punya teman cowok!"

Sahut Lila pasrah

"Teman kerja? yang bisa diajak main sandiwara gitu?"

Tanya Bu Anggraini

Lila menggeleng.

"Saya kerja di butik, nggak ada teman cowoknya," sahut Lila pelan.

"Carilah jomblo yang sekiranya mau dibawa ke pesta pernikahan itu!" Ucap Aiza sambil tersenyum pelik.

Zain hanya melirik istrinya sekilas.

Lila hanya tertawa kecil. Pak Man dan Bu Eni menatap putrinya dengan tatapan kasihan.

"Bu, buatkan saya kopi, ya!" Seru suara yang berasal dari kamar yang terletak di dekat ruang santai itu menghentikan perbincangan seru itu.

"Iya, Mas!"

Jawab Bu Eni segera berdiri. Ia segera melaksankan titah Rizal, putra sulung Bu Anggraini itu.

Semua orang melirik ke arah pria yang hanya berdiri di ambang pintu kamarnya itu.

"Om, sini! Ada kue!" Seru Almira. Gadis itu melambaikan tangan pada pada Rizal.

Rizal hanya menggeleng

"Habiskan buat Mira, aja!" Ujar Rizal sambil tersenyum kecil kemudian kembali berbalik dan masuk ke kamarnya.

Lila melirik sekilas anak majikannya yang berwajah dingin itu. Pria itu memilih berada di dalam kamar sementara semua orang berkumpul di ruang tengah menonton tengah. Bahkan para pembantu saja ikut bergabung dalam ruang keluarga itu.

"Nah, begitu kalau jomblo, ngadem aja dalam kamar," gumam Bu Anggraini setengah mengeluh.

Aiza dan Zain saling menatap.

"Jomblo!" Mereka berkata bersamaan sambil mengerling iseng.

"Maksudnya?" tanya bu Anggraini menoleh pada Zain.

Zain tidak menjawab, ia hanya mengangkat alis tebalnya sambil menatap Lila yang masih bersimpuh di karpet itu.

"Oooh ...."

Bu Anggraini membulatkan mulut sambil manggut-manggut. Wanita sepuh itu paham dengan maksud Zain.

"Sad man dan sad gril." Gumam Bu Anggraini sambil melirik ke arah Lila yang kini sedang bermain dengan Almira.

"Manis juga!" Gumam Bu Anggraini sambil mengerling pada Aiza, menantunya itu.

"Ibu mau apa?" Tanya Zain sambil menatap ibunya curiga.

Ia paham sekali sifat ibunya.

"Enggak, kok!" Sahut Bu Anggraini cepat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status