Hantaran Diminta Kembali"Lilaa!" Lengkingan penuh amarah itu menggema memenuhi ruangan. Dengan berang Selvi membanting ponselnya. Ponsel itu hancur berserak di lantai. "Ini ponsel ke tiga yang kau hancurkan," ucap Elsa dengan nada dingin. "Kau seharusnya sadar kemarahanmu itu merugikan!" ucap Elsa sambil menyilangkan kedua kakinya. "Percuma kau meladeni gadis kampungan itu," sambung Elsa sambil meneguk diet cokenya. "Lalu aku harus apa? menyerah?" seru Selvi marah. "Aku tidak bisa membiarkan orang lain merebut Rizal dariku!" ucap Selvi dengan nafas memburu. "Kalau begitu bermainlah yang benar, yang anggun," seru Elga kesal. "Jangan bertindak kampungan dan kasar seperti tadi," nasehat Elga sambil menatap Selvi. Selvi memicingkan mata. Ia kini menatap tajam Elsa sambil menyilangkan tangan di dada. "Dia wanita kampung, dia tidak terlalu peka dengan semua peringatan kasarmu itu. Ia hanya menganggap kamu itu wanita yang kalah!" ucap Elsa dengan nada dingin. Selvi mulai tert
Hantaran Diminta Kembali Aiza segera memasuki mobil. Tangannya sigap melajukan mobil keluar dari halaman rumah Lila. Ia melambaikan tangan sekali lagi pada Lila yang masih berdiri di halaman rumahnya. Aiza tertawa lebar. "Kenapa tertawa?" tanya Bu Anggraini sambil menutup kaca mobil. "Entah, Aiza merasa kasihan sama mbak Lila,"ucap Aiza sambil menahan senyum. "Duh, iya, ya. Gimana kalau ia minum air itu dan Rizal belum pulang, kan dia bisa tersiksa itu!" sahut Bu Anggraini miris. "Kita dosa, nggak sih?" Tanya Bu Anggraini sambil menoleh pada Aiza. "Ya, iya!"Aiza berkata sambil menahan senyum. "Rasanya kita tidak usah ikut campur lagi, Bu!" ucap Aiza sambil menahan senyum. "Lo, kenapa? Ibu bermaksud baik, kok," Sanggah Bu Anggraini heran."Tapi ibu tahu enggak vitamin yang diminum mbak Lila tadi?" tanya Aiza dengan mata tetap fokus mengemudi. "Enggak, apa itu pil KB? Tapi sepertinya bukan?" ucap Bu Anggraini ragu."Ibu sama saja dengan mbak Lila, polos!" sahut Aiza sam
Hantaran Diminta Kembali Para gadis cantik berpenampilan rapi dan menarik telah berdiri berjajar menyambut tamu. Sekuriti berbaju hitam membawa HT berkeliaran untuk mengamankan acara dan mengawal para tamu penting. Para wartawan dan reporter dari stasiun televisi juga sudah memasuki tempat acara. Selvi melihat tenda mewah itu, beberapa pejabat yang penting bahkan hadir di acara itu. Hal itu menunjukkan bahwa Rizal sosok yang cukup diperhitungkan di kota itu.Selvi dengan langkah mantap menuju tempat acara itu. Ia ikut kagum melihat karier Rizal yang semakin menanjak. Ia juga mendengar berapa rumor tentang berapa omset dan bisnis sampingan apa yang dimiliki pria itu sekarang. Hal itu yang membuat Selvi menyesal telah melepaskan pria yang ia nilai terlalu mengungkung kebebasannya. Pria posesif yang Selvi pikir akan menghambat kariernya, namun kini Rizal justru semakin cemerlang tanpanya. Selvi dengan langkah mantap mendekati meja penerima tamu itu. "Kartu undangannya, Bu?" t
Hantaran Diminta Kembali Selvi melempar bantal kursi itu. Ia begitu marah dan malu. Wanita itu terduduk di lantai dengan wajah kusut masai. Rambutnya yang telah ditata MUA profesional itu telah acak-acakan, riasannya telah terhapus airmata yang mengalir deras itu. Ia tidak menyangka hari yang ia impikan akan indah itu menjadi begitu memalukan. Asisten sok keren itu juga berlaku kurang sopan padanya. Berani-beraninya pria itu mengusir dirinya dan menjauhkannya dari Rizal. Siaran di televisi tentang konferensi pers itu juga cukup membuatnya terpuruk. Bagaimana Rizal dengan tersenyum penuh arti menyebut nama wanita kampungan itu. Wanita yang tak sebanding dengan dirinya. Ia adalah Selvi, wanita yang kaya sejak kecil, ia dari keluarga terhormat dan ia wanita karier yang sukses. Orangtuanya sangat memanjakannya dan ia tidak pernah mendapat perlakuan buruk dari siapapun. Dan wanita bernama Lila itu, hanya dari keluarga miskin dan rakyat jelata dan dengan bangga Rizal menyebut n
Hantaran Diminta Kembali"Dijemput kemana?" tanya Lila cepat. Ia merasa sedikit cemas. Apa Rizal baik-baik saja? "Kita harus buru-buru, Non, bisakah Non bersiap sekarang?" pinta Yuda kalem, tapi ia terlihat tak sabar. "Baiklah, aku segera berganti baju," sahut Lila segera beranjak. Di depan kamar Reni sudah menunggunya. "Reni, siapkan-"Belum selesai Lila berkata, "Semua sudah saya siapkan di dalam, Non tinggal pakai!"sahut Reni membuka pintu kamar. Lila segera masuk. Benar saja, baju, hijab dan tasnya sudah tersedia di atas ranjang. Bahkan sandal heels itu juga ada di sana. "Reenii, ini baju apa?" seru Lila kesal. Reni membuka pintu kamar dan segera mendekat. "Pakai saja Non, daripada telat milih baju," sahut Reni sambil mendekat, membantu Lila menarik resliting yang ada di bagian bekakang bajunya itu. "Tapi bagaimana kalau aku salah kostum," tanya Lila sambil mengganti bajunya. Tak ada jawaban dari Reni. "Ini baju pesta, bagaimana aku bisa pakai ini ke rumah sakit?"t
Hantaran Diminta Kembali Lila menatap cincin yang diletakkan Rizal di atas map kertas itu. Dan Rizal melepaskan genggamannya pada jari Lila. Lila menarik tangannya pelan. Kini jemarinya bertautan erat di bawah meja. Benaknya dipenuhi berbagai pertanyaan. Apa Rizal bermaksud mengakhiri hubungan mereka sekarang? Saat Lila merasa hubungan mereka telah membaik dan sikap pria itu lebih peduli padanya. Lila masih ragu tentang perasaannya pada Rizal, ia hanya menjalankan kodratnya sebagai istri saja selama ini. Tapi kenapa dadanya sedikit sesak, ya? Lila meneguk ludah saat Rizal mengulurkan map itu sambil menatap tajam. Terbayang nasib orangtuanya, kakak iparnya yang baru saja bekerja di kafe milik Rizal. Apakah nasib mereka juga akan sama dengan pernikahannya nanti. Sama-sama kandas. "Maafkan, Lila, ya, jika semua harus berakhir sekarang!"Monolog Lila dengan hati sedih. "Kenapa tegang begitu?" tanya Rizal dengan nada pelan, tatapan matanya tajam membuat Lila gugup. Lila han
Hantaran Diminta Kembali Rizal berjalan menuju ranjang dengan langkah pelan, seolah takut suara langkahnya mengganggu seseorang yang masih bergelung selimut di atas tempat tidur. Rizal menatap sosok itu sambil tersenyum kecil. Pelan ia menempelkan tangannya yang dingin ke pipi gadis itu. Seketika Lila tersentak. "Aah, ganggu aja!" gerutunya kesal sambil kembali memeluk guling. "Kau tidak bangun?"tanya Rizal sambil menyentuh bahu Lila. Wanita itu hanya menggeleng dengan mata tertutup. Rizal hanya menggeleng pelan. Pelan tangan Rizal terulur mengelus rambut basah itu. Salahnya kenapa ia membuat istrinya itu kelelahan. Ia memang keterlaluan, setelah ia mendapat malam terbaiknya semalam. Rizal masih melanjutkan kemesraan itu selepas subuh. Rizal seolah tak bisa jauh dari wanita itu.Kini ia bisa tersenyum hanya dengan melihat gadis itu tidur di sampingnya dengan nyaman. Tapi ia merasa Lila sedikit acuh. Wanita itu tak menunjukkan perasaannya padanya. Dan kadang membuat Rizal
Hantaran Diminta Kembali"Suasananya sejuk banget, ya!" Ucap Lila sambil mengedarkan pandangan ke sekitar villa. Bangunan villa yang simple dikelilingi tanaman teh yang menghijau terlihat seperti hamparan permadani yang tebal dan empuk. Menyejukkan mata siapa saja yang melihat. "Indah dan sejuk, Mbak!" sahut Mbak Astrid menimpali. Wanita itu mengedarkan pandangan dengan takjub."Ayo kita masuk!" ucap Rizal sambil berjalan mendekati Lila dan keluarga Bu Astrid. "Kita satu vila ya, Pak?" tanya Bu Astrid sambil menyeret travel bag-nya. "Ya, kita akan satu tempat penginapan dengan teman sekantor, tidak random," sahut Rizal sambil menarik koper milik Lila sebelum tangan Lila sempat mengambilnya. Sementara koper Rizal sendiri sudah berada di tangan Yuda. Mereka memasuki vila berdasarkan rombongan dari kantor pusat atau kantor cabang. Yuda tahu pasti Rizal yang meminta panitia merubah aturan itu untuk menghindari mereka satu tempat penginapan dengan Selvi. "Bu Lila tahu, wanita yang m