Share

Permintaan

Author: Pipit Aisyafa
last update Huling Na-update: 2022-06-02 12:20:57

"Begini, Dok. Suami saya itu ...." Aku menjeda, malu untuk menyebutkan.

"Lanjutkan, jangan merasa sungkan," ucap Dokter yang kutahu bernama Maria. Terlihat dari papan nama di baju putihnya.

"Jadi suamiku itu kalau semalam meminta itu ... Lebih dari tiga kali, Dok." Akhirnya terucap juga. Susah payah aku mengeluarkan kata-kata itu.

Terlihat raut wajah kaget namun kemudian wajah Dokter Maria datar.

"Sebenarnya sebelum memiliki anak, saya tidak terlalu keberatan. Saya masih mampu mengimbanginya. Tapi ... Setelah melahirkan, rasanya badanku ngga sanggup, terlebih suamiku maunya sebelum melakukan ritual itu harus mandi dulu." Aku membuang pandangan, malu sekali sebenarnya, tapi aku ingin mencari sebuah solusi.

Terlihat Dokter Maria berfikir sejenak, "sepertinya suami Mbak maniak s*x, dalam istilah lain hipersex. Itu sebuah kelainan yang bisa di alami seseorang. Banyak kasus yang seperti ini. Memang benar, orang yang memiliki kelainan ini cenderung mempunyai sikap aneh. Bahkan saya pernah dengar ada yang di siksa dulu sebelum di gauli. Ibu termasuk ringan hanya di suruh mandi. Cuma ya memang tetap tertekan. Saya tahu perasaan, Mbak."

Aku menghembuskan nafas berat. Sedikit banyak mendengar penjelasan Dokter Maria membuat aku sedikit lega.

"Saya tak bisa kasih masukan banyak, karena ini bukan bidang saya, Mbak. Tapi, sekedar membantu untuk memberi solusi lebih jauh. Saya punya kenalan dokter psikolog. Mungkin Mbak bisa konseling padanya. Insya Allah akan di bantu. Masalah dengan suami, Mbak. Biar saya yang bicarakan. Setidaknya agar Mbak sehat dan fit dulu untuk kembali melayaninya."

Aku mengangguk, kemudian Dokter Maria pamit. Ia hanya memberi support dan do'a. Dia baik dan pengertian. Aku beruntung bertemu dan bercerita dengannya.

Aku masih merenung, saat Bang Fardan masuk bersama Ibu.

"Bagaimana keadaanmu, Mel?" tanya Bang Fardan.

"Beginilah, Bang!" jawabku dengan nada jutek.

"Di tanya suami kok gitu!" tiba-tiba Ibu mertua berceloteh.

Aku dongkol, dia itu memang nggak pernah ngerti apa yang terjadi. Selalu cari ribut.

"Bukan begitu, Bu! Tapi aku kaya gini kan karena dia!" balasku.

"Lah ya sudah wajarkan suami minta haknya, memang sedang apes aja jadi kaya gini. Ngga usah deh di besar-besarkan dan menyalahkan anakku!" Ibu mertua makin membuat aku dongkol, dia selalu saja membela anaknya walau salah.

"Bang! Aku mau pulang kerumah Mama!" Malas berdebat, aku alihkan pembicaraan. Aku ingin pulang kerumah Mama saja. Di sana aku akan merasa terayomi bukan malah di dzolimi.

"Jangan begitu dong. Kita kan sudah punya rumah. Masa kamu pulang kerumah Ibu. Nanti apa kata Ibu dan Bapakmu! Mengertilah, maafkan Aku. Aku memang salah, tapi nanti ngga akan terjadi lagi. Tadi dokter bilang aku harus puasa lagi sampai kamu benar-benar sehat." 

Benarkah begitu? Itu artinya untuk sementara aku terbebas dari siksa batin.

"Iya, tapi jangan salahkan dia kalau jajan di luar! Dia masih muda, hal semacam itu masih sangat menggelora!" 

Nyeesss

Kata-kata Ibu mertua menyakiti hati, bukan memberi nasihat pada anaknya malah memberi pintu kejurang. Wanita siapa yang ikhlas suaminya bermain dengan wanita lain.

Aku sedikit terisak, tak menyangka ucapan Ibu Mertua begitu pedas. Tak lama pintu di ketuk, ternyata papa dan mama bersama Wiwin adikku.

"Kamu kenapa, Mel. Kami panik mendengar kabar ini. Kamu ngga papa kan?" tanya mama memberondong.

"Ngga papa kok, Buk! Cuma kelelahan mungkin, maklum baru punya anak!" Ibu mertua menyela, aku yang akan menjawab sudah kedahuluan Ibu. Aku memilih diam.

"Ngga papa, Ma. Ini udah berhenti kok darahnya. Kata dokter beruntung karena aku kuat dan di bawa masih posisi sadar."

"Bener kamu kecapaian? Bagaimana kalau mama Carikan baby sitter agar kamu ngga terlalu kelelahan?" Mama menawarkan sesuatu yang sangat kuinginkan.

"Bukan menolak apa yang Mama tawarkan, tanpa mengurangi rasa hormat, sepertinya untuk sementara tak perlu. Karena Ibu saya juga masih bisa menghandle, membantu Amel mengasuh Zia. Saya cuma tak ingin Zia justru tergantung dengan orang lain karena dia masih terlalu bayi." Kali ini Bang Fardan yang menyela. 

Memang mereka berdua benar-benar tukang menyela dan selalu merasa benar, merasa jika tak mau keluarganya di masuki orang lain selain keluarga sendiri. Rasanya makin kesal kalau seperti ini. Mana tak di perbolehkan kerumah mama lagi.

Aku harus minta pulang langsung ke mama saja!

"Ma, Kalau ...."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Hasrat Berlebih Suamiku   Keadilan (TAMAT)

    "Zia, Ma. Zia ...." Amel meraung. Ia tak sanggup saat tadi mendengar jerit tangis pilu anaknya. Lira menelfon Amel dengan menunjukan jika sekarang Zia tengah di siksa karena ulah ayahnya.Lira tak terima di permainkan. Ia mengancam akan membuang Zia kejurang jika Fardan tak mau membayar ganti rugi, atau menikahinya."Amel, yang kuat. Kamu jangan seperti ini!" tentu Riana bingung. Ia sangat takut jika Amel kambali kambuh seperti dulu."Wiwin, Hera!" Riana memanggil orang yang ada di rumah.Bergegas mereka datang dan memapah Amel masuk kedalam rumah."Ambilkan air minum!" ujar Riana. Hera segera beranjak. Ia mengambil satu gelas air mineral."Minum dulu, Mel!" Riana menegakkan badan Amel."Ma, Zia, Ma! Dia di bawa Lira dan berujar akan di bunuh. Bahkan dia juga telah menyiksa Zia hingga dia menangis pilu. Amel ngga kuat!" Setelah mengatakan itu Amel tak sadarkan diri. Telinganya masih berdering suara jerit tangis Zia.Sementara itu, Sanusi kehilangan jejak penculik, dan kehilangan arah

  • Hasrat Berlebih Suamiku   Kasus

    "Mel!" Fardan masuk keruangan. Terlihat Amel dan dokter Maria tengah menggotong Lira yang pingsan."Kok sampai pingsan?" tanya Fardan heran. Sedangkan Amel dan Dokter Maria serius."Maaf ya, Dok. Sudah merepotkanmu!" Amel merasa tak enak. "Sebenarnya ini sudah menyalahi prosedur. Tapi, saya niatkan untuk menolong. Insya Allah tak apa-apa." Dokter Maria tersenyum."Terima kasih banyak, Dok." Fardan tersenyum. Mereka menunggu sampai Lira tersadar."Lira!" ucap Fardan saat Lira tengah memijit keningnya. Mengingat apa yang terjadi pada dirinya sampai berapa disana."Kamu sudah sadar?" Fardan memegang tangan Lira. Seketika Lira teringat akan apa yang membuatnya pingsan."Jangan sentuh aku!" "Loh, kenapa? Amel sudah ikhlas aku menikah denganmu. Kita akan menikah secepatnya ya!" Fardan lebih mendekat pada Lira.Lira menepis tangan Fardan. Ia ketakutan. Bayangan dirinya di siksa oleh Fardan membuat ia bergidik ngeri. Jangan sampai aku jadi pelampiasan nafsu brutalnya. Pantas Amel sampai gil

  • Hasrat Berlebih Suamiku   Roy Tertangkap

    Iryani merasakan dadanya sakit. Sudah dua hari ini ia hanya bisa duduk di tempat tidur. Sedangkan Fardan sibuk mengintai keberadaan Roy. Belum ada kabar dari Wiwin tentang permintaan Wiwin yang ingin bertemu dengan Roy.Hari beranjak sore, Farah yang sudah beberapa Minggu mengurung diri dirumah, tentu merasa jenuh. Ia berniat untuk sekedar jalan-jalan didepan rumah. Perutnya yang buncit ia tutupi dengan dress panjang dan longgar.Tanpa Farah sadari, ia tengah di intai oleh seseorang dari kejauhan. Dengan mata elangnya ia mengamati setiap gerak laangkah Farah.Tiba saatnya Farah menyebrang, sebuah mobil menghantam tubuhnya hingga tersungkur. Ia terkulai di jalan raya hingga tak sadarkan diri."Tolong! Tolong ...." Teriak beberapa orang yang tengah ada di depan taman. Segera orang berkerumun. Darah segar mengalir dari jidatnya dan kakinya juga terlihat darah mengalir. Segera Farah dibawa kerumah sakit.Fardan yang masih di kantor, dapat telfon dari tetangga. Sedangkan Iryani, dadanya m

  • Hasrat Berlebih Suamiku   Tak tik

    Iryani terduduk lemas, ia tengah mengatur nafasnya agar normal kembali. Jantungnya berpacu dengan keras membuat sakit di dada sebelah kiri.Ia tengah bimbang, di hadapankan pada dua pilihan yang sulit. Bagai nemu buah simalakama. Maju kena mundur apa lagi?Fardan duduk dengan menyenderkan tangannya pada dengkul. Ia kesal karena ulah ibunya, ia harus menanggung malu dan sekarang harus rugi."Ini semua salah Ibu!" Fardan mengusap wajahnya kasar. "Dari masalah Amel, sekarang masalah Lira! Semua karna Ibu!" Fardan berdiri, meninggalkan Ibunya yang masih terus memegangi jantungnya. Ia sudah muak dengan semua ulah yang dilakukannya.Masalah Farah yang belum menemui titik terang saja membuat beban mental tersendiri. Kali ini harus ditambah ulah Lira yang nyatanya berhati iblis. Tentu membuat Iryani makin kesulitan untuk dapat bernafas dengan lega. Wanita yang seharusnya hidup damai di hari tuanya justru makin membuat ia tertekan.~~~Fardan menemui Wiwin. Ia ingin tahu pasti di mana rumah R

  • Hasrat Berlebih Suamiku   Lintah darat

    Roy memapah Wiwin menuju mobil, ia sedikit kesusahan. Saat tengah memapah menuju mobil. Fardan menabrak lengan Wiwin karena tak fokus. Fokusnya kedepan pada orang yang tengah duduk di kafe."Maaf!" Fardan memegang pundak Wiwin. Rambut Wiwin yang tergerai menutupi wajahnya hingga Fardan tak mengenali. Namun, ia tersentak dengan baju yang di gunakan."Amel!" Ia menyebut nama Amel. Membuat Roy seketika menoleh. Mata Roy dan Fardan beradu. Fardan sadar dengan orang yang ia cari. Dia sekarang ada di hadapannya."Kamu!" Fardan langsung menarik tangan Roy, hingga Roy melepaskan Wiwin."Aduh!" Wiwin mengaduh saat jidatnya membentur lantai.Tentu Fardan menoleh, kesempatan itu di gunakan Roy untuk melarikan diri. Fardan ingin mengejar Roy, tapi ia tak tega melihat wanita yang jatuh terjerembab tadi."Kamu ngga papa, Mbak?" Fardan mengangkat bahu Wiwin yang setengah sadar. "Wiwin!" Fardan kaget, saat rambut Wiwin tersibak dan mendapati jika ternyata adik iparnya yang ikut jadi korban Roy.Seg

  • Hasrat Berlebih Suamiku   Penjahat kelamin

    "Silahkan masuk, Pak!" Fardan mencium tangan mertuanya."Silahkan duduk, tak perlu segan." Kembali Fardan berucap karena melihat Sanusi yang tengah mengamati rumah."Tentu, buat apa segan di rumah anak sendiri!" Sanusi menjawab dengan melirik Iryani yang berdiri tak jauh dari Fardan."Bagaimanapun, rumah ini milik Amel juga. Masih ada haknya. Kamu tak lupa kan, Dan. Dengan uang siapa rumah ini akhirnya lunas kebeli?" Sanusi sengaja menekankan kata di akhir. Ia ingin Ibu Fardan tahu diri."Ten-tentu, Pak. Saya juga tak pernah mengaku jika ini rumahku. Ini rumah Zia. Rumah anakku." Fardan akhirnya berucap demikian. Ia malu dengan apa yang baru saja di sindiran oleh Sanusi."Bagus memang harus begitu, jangan main ambil. Kalau kamu memang butuh mobilmu! Ambil siang dengan baik-baik. Jangan jadi pencuri!" Sanusi langsung menuju pokok permasalahan. Iryani salah tingkah, ia kemudian memilih untuk meninggalkan tempat itu."Bu! Mau kemana? Tak usah buatkan saya minuman!" ujar Sanusi. Ia tahu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status