Share

10. Hati yang sepi

Penulis: Cherry Blessem
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-29 13:01:09

Setibanya di rumah, Bima tak banyak bicara dan langsung membuka pintu. Tanpa basa-basi, Bima memukul tiang rumahnya dan mulai menunjukkan emosinya.

"Dasar pelacur! Apa yang kamu rencanakan, hah?!" Teriak Bima marah, bahkan sebelum masuk ke dalam rumah.

Rani membeku, bingung harus bagaimana. Karena takut, segera ia masuk ke dalam rumah—khawatir teriakan Bima menggangu tetangganya.

"Kamu sengaja mau godain Fabio, Kan?! Ngaku!" kini Bima menuduh Rani. Jarinya menunjuk tepat di biji mata Rani.

Rani gemetar namun jelas tidak terima dengan tuduhan Bima. "E—enggak sama sekali, kak ...," lirihnya terdengar takut dihadapan Bima.

"Bohong!!" Bima berteriak, menendang meja kayu dan membuat asbak rokok dari stainless terbang membuat bunyi yang memekakkan. "Kamu sengaja mau menggodanya! Kamu pikir aku buta, Hah?!" Bima berteriak.

Rani memaku. Ia akui Fabio tadi sangat manis namun tak ada terbesit dipikirannya untuk menggoda Fabio.

“Kak, aku gak ada kepikiran begitu sama sekali!”

Tid
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   76. Membawa Rani pergi

    “Halo,” Fabio langsung mengangkat telepon begitu melihat nama itu muncul di layar ponselnya.“Halo, Fab.” Suara berat di seberang terdengar tenang dan santai. Entah kenapa, hanya mendengarnya saja sudah cukup membuat semangat Fabio sedikit merosot. “Ada apa? Aku lihat kamu nelepon.”Pikiran Fabio seketika melayang pada Mira yang kini sedang dalam perjalanan menjemput Rani. Apakah perempuan itu sudah tiba di sana? Atau justru sedang menghadapi situasi yang tidak ia ketahui?“Iya, Bim.” Fabio menarik napas pelan sebelum melanjutkan. “Oh ya, aku lagi nyuruh asisten aku buat jemput Rani. Ada beberapa sumbangan yang mau aku kasih. Kamu mau ambil sekalian?” tanyanya, merapikan kebohongan yang telah ia siapkan jika nanti Mira muncul di rumah itu.“Waduh, Fab. Nggak usah repot-repot,” jawab Bima cepat, meski nada suaranya jelas terdengar sungkan bercampur tertarik. “Emang apa sumbangannya?”“Cuma sembako aja. Biar Rani aja yang ngambil kalau kamu lagi sibuk,” jawab Fabio ringan. Lalu, seolah

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   75. Bayang-bayang kecurigaan

    Terkejut oleh bunyi nampan yang jatuh, Rani buru-buru membungkuk mengambilnya. Tangannya sedikit gemetar. Ia berniat segera kabur dari ruang tamu sebelum situasi semakin canggung, namun langkahnya terhenti ketika pria muda itu kembali menahan pergerakannya.“Kemarin perginya sama Mas Bima, kan?” tanyanya santai, seolah hanya basa-basi. Namun bagi Rani, kalimat itu terasa seperti jerat.“Enggak,” jawab Bima ringan sambil mengambil cangkir kopi dan menyesapnya. “Waktu itu dia pergi sama teman-temannya,” lanjutnya, terdengar yakin.Dada Rani berdebar kencang. Ia menelan ludah, matanya bergantian memandang dua laki-laki di hadapannya dengan perasaan ngeri. Tubuhnya terasa dingin. Ia ingat jelas bagaimana Fabio memperkenalkannya sebagai istri. Bukan teman dan bukan istri sahabatnya. Hanya Istri.“Aneh,” gumam pria muda itu sambil mengernyit. “Aku taunya Mbak Rani pergi sama Mas Bima. Soalnya yang aku dengar, Mbak Rani sama suaminya,” ujarnya, ragu namun tetap menatap Rani seakan mencoba m

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   74. Tamu yang aneh

    Mendengar itu, Fabio refleks menarik tangan Rani, berniat membawanya menjauh sebelum hal buruk terjadi. Namun Mira cepat menahan lengan Rani, langkahnya mantap seperti biasa.“Sebaiknya Ibu Rani saya antar pulang, Pak,” ucap Mira tegas, tatapannya lurus pada Fabio.Fabio ingin membantah. Ada ketidaksukaan yang jelas di wajahnya. Tapi ekspresi Mira yang serius—ditambah sifatnya yang jarang sekali bercanda—membuat Fabio sadar bahwa keadaan ini bukan hal remeh.Dengan berat hati, ia melepaskan genggamannya pada Rani.“Aku akan menemuimu,” kata Fabio lembut, suaranya seperti memohon.Rani buru-buru menggeleng. “Jangan,” tolaknya. Ia menggigit bibir sebelum melanjutkan, “Aku dengar, beberapa tetanggaku mulai menyadari keberadaan kamu. Maafkan aku, Kak. Tapi aku nggak yakin kita boleh bertemu untuk sementara waktu di rumahku.”Fabio mendesah panjang. Rasanya seperti seluruh dunia sengaja memisahkan mereka setiap kali ia mencoba meraih kebahagiaan.Mira kemudian menggiring Rani menuju mobil.

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   73. pembicaraan rahasia

    Mereka berhenti di depan sebuah rumah besar bergaya modern dengan bangunan yang tinggi, terasa dingin, dan cukup mengintimidasi. Halaman depannya saja tampak jauh lebih rapi dan mewah dibanding seluruh lingkungan tempat tinggal Rani. Mira turun lebih dulu, lalu membuka pintu mobil untuk Rani dengan gerakan anggun khasnya. Rani menatap pantulan dirinya di kaca mobil—daster lusuh, rambut dijepit seadanya. Ketidakpercayaan melintas di wajahnya. Ia menelan ludah, merasa kecil di hadapan bangunan semegah itu. “Kenapa kita ke sini?” tanyanya pelan, nyaris berbisik. “Anda akan tahu ketika masuk nanti,” jawab Mira, tak banyak ekspresi namun tatapannya seolah menilai kondisi Rani dengan hati-hati. Rani mengigit bibir, ragu untuk turun. “Kamu …, tidak ikut?” Mira menggeleng pendek. “Tidak. Saya hanya mengantar sampai sini saja.” Suaranya tetap datar dan profesional, seolah garis batas jelas sudah digambar di antara mer

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   72. Secara tak terduga dijemput

    Dada Rani benar-benar tercekat. Ia mematung, hanya bisa melihat bagaimana ibu mertuanya menarik gagang pintu dan membukanya tanpa sedikit pun keraguan. Begitu pintu terbuka, perasaan Rani jatuh mendadak—seolah tenggelam sampai dasar bumi.“Halo?” sapa Dina, ibu mertuanya, dengan suara dibuat-buat lembut.Rani terbelalak. Suara itu pasti bukan Fabio. Ia mendengar jawabannya sebelum sempat bernapas lega.“Halo, Bu.” Suara perempuan yang terdengar tegas dan familiar, jelas sekali bukan Fabio.Perlahan, Rani melongok dari belakang untuk memastikan dengan matanya sendiri.“Kamu siapa, ya?” tanya Dina dengan nada bingung yang berubah cepat menjadi nada menantang.“Saya Mira. Saya mencari Ibu Rani.” jawab perempuan itu, suaranya datar, dingin, tanpa basa-basi.Rani melihat ibu mertuanya menatap Mira dari ujung rambut hingga ujung kaki—tatapan khas Dina yang penuh penilaian. Mira berdiri tegap dengan ekspresi nyaris tak bergerak

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   71. Tamu yang membuat sakit kepala

    Rani menegang seketika. Tenggorokannya kering, jantungnya berdegup sangat keras. Ia memandang Bima dengan tatapan horor, seolah tubuhnya terpasung di tempat.“Ini dari adikku. Rio. Katanya Ibu minta ketemu aku,” ucap Rani terbata, mencoba terdengar meyakinkan. Tapi nadanya bergetar. Bahkan ia sendiri bisa mendengar kebohongannya jelas-jelas.Di dalam hati, ia tahu, ini kebohongan yang sangat bodoh. Rasanya seperti menggali kubur sendiri.“Bohong!” Bima menggeram sambil melangkah maju tiba-tiba.Sebelum Rani sempat menjauh, tangan Bima meraih ponselnya dengan kasar. Tarikannya begitu keras sampai membuat pergelangan tangan Rani tersentak.“Kak, jangan—!” Rani spontan mencoba merebut ponselnya kembali. Satu langkah maju saja tapi Bima berbalik cepat, menantangnya dengan sorot mata gelap.“Apa? Mau ambil? Ambil coba!?” suaranya keras dan tajam, membuat nyali Rani langsung ciut.Rani membeku di tempat. Tubuhnya bergetar.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status