Home / Romansa / Hasrat Liar Sahabat Suami / 7. Bayang diantara kami

Share

7. Bayang diantara kami

last update Last Updated: 2025-10-27 16:24:38

Rani kemudian menaiki motor dengan diam meskipun seleranya sudah hilang. Sungguh malas rasanya jika harus berdebat dengan Bima untuk hal seperti ini.

Sepanjang jalan, Bima terus komplain karena menurut estimasi waktu, mereka sudah terlambat lima belas menit.

Bima menyalahkan Rani yang tidak bisa mengatur waktu dan mengurusnya untuk pergi ke acara. Sepanjang jalan, telinga Rani di sakiti oleh kemarahan Bima yang tidak penting. Beruntung, suara angin di atas motor menyamarkan rata-rata ucapan Bima.

Sesampainya di tempat acara, Bima menyuruh Rani turun sambil mencari tempat parkir.

"Ayo, masuk." kata Bima berlenggang pergi meninggalkan Rani.

Rani tampaknya ingin digandeng seperti tamu-tamu yang datang berpasangan namun Bima tampak menolaknya. Alih-alih memikirkannya, Rani memilih untuk melihat-lihat sekitar. Rumah Fabio tampak besar dengan halaman yang luas. Yah, setara dengan kerja keras yang ia lakukan selama ini pastinya.

"Mas Bima." sapa seorang wanita muda pada Bima.

Rani yang mengekori dari belakang langsung menaruh perhatian. Bima yang melepasnya begitu saja membuat Rani mengekor seperti anak sapi yang hilang.

"Wina!" balas Bima sambil memberikan salam cium pipi kiri dan kanan di depan Rani dengan santai.

Rani merasa canggung melihat suaminya seperti itu dengan perempuan lain. Hatinya terasa ganjil.

"Mas baru nyampe, ya?" tanya Wina basa-basi.

"Iya, nih. Repot banget tadi jadinya baru nyampe." jawab Bima akrab.

Wina tersenyum lebar saat melihat Bima. Gaunnya pas di tubuh, menonjolkan kesan muda dan segar. Ia mencondongkan badan sedikit, suaranya ringan namun menggoda.

“Mas makin sibuk aja ya? Padahal di kantor juga udah kejar-kejaran.”

Bima tertawa kecil. “Namanya juga kerjaan, Win. Kalau nggak sibuk, bukan Bima namanya.”

Wina ikut tertawa, menatapnya dengan mata berbinar. “Aku baru sebulan di kantor, tapi udah sering denger cerita soal Mas. Katanya, disiplin banget.”

“Ah, masa?” Bima terkekeh, senyum puas muncul di wajahnya.

Rani berdiri di belakang mereka, menunggu diperkenalkan, tapi Bima tak juga menoleh. Ia akhirnya berdeham pelan. “Mas, ini—”

“Oh iya,” sahut Bima singkat. “Ini Rani.”

“Oh, halo Mbak Rani,” sapa Wina sopan, sekilas menatap sebelum kembali ke Bima. “Mas, nanti ajarin aku input laporan ya. Aku masih bingung banget.”

“Siap. Nanti aku bantu,” jawab Bima cepat, nada suaranya jauh lebih hangat daripada tadi di motor.

“Mas baik banget sih,” Wina tertawa kecil, menepuk lengan Bima pelan.

Rani mencoba tersenyum, tapi dadanya terasa sesak. “Kamu kerja di kantor yang sama, Win?” tanyanya berusaha masuk.

“Iya, aku CPNS baru,” jawab Wina ramah tapi singkat. “Mas Bima yang bantu aku adaptasi. Orangnya sabar banget, ya.”

Mereka tertawa lagi.

Rani berdiri di antara tawa itu—membeku, merasa kecil, seperti tamu yang tak diundang di sisi suaminya sendiri.

Melihat itu semua, Rani menyadari betapa ia bahkan tak tahu apa-apa soal suaminya.

Tak lama kemudian, mereka masuk bersama sambil Wina terus berbincang dengan Bima sedang Rani hanya mengekor dari belakang.

"Hai, Bim." Seorang perempuan lain datang dan menyapa.

Wajahnya manis dengan tubuh berisi namun padat membuat gaun span hitam ketatnya memeluk sempurna.

"Hai, Jihan." Bima teralihkan dari Wina pada Jihan—wanita yang menyapanya.

"Baru nyampe?" tanyanya ramah, melirik Wina dan Bima.

"Iya, baru nyampe." jawabnya.

"Ini istri kamu? Astaga, cantik ya. Awet muda juga." Jihan memuji sambil menatap Wina dengan cerah.

Melihat itu, Rani meremas gaunnya. Ia sudah menahan dari tadi namun kali ini rasa cemburunya membakarnya dari dalam.

"Oh, bukan. Saya bukan istrinya mas Bima." Wina tertawa kecil sambil menyilangkan tangannya pada Jihan.

"Eh, bukan ini istriku. Yang ini." Menyadari ada kesalahpahaman, Bima menarik Rani yang berdiri di belakangnya dengan kasar.

Rani tampak terkejut sambil memandang Jihan dengan canggung. Rani hanya menunduk tanpa bicara karena terlalu kaget hingga membuatnya tampak bodoh.

Rani melirik Bima, memeriksa respon laki-laki itu. Ia tampak kesal melihat kebodohan yang dibuat Rani.

"Oh, halo. Maaf, ya. Saya gak lihat kamu." Jihan meminta maaf, tampak menyelidiki Rani.

"Iya, gak apa-apa. Maaf, gak memperkenalkan diri dengan baik. Saya Rani. ISTRI Kak Bima." balas Rani memperkenalkan diri sambil menekan kata terakhirnya.

"Saya Jihan. Istrinya Fabio." balasnya dengan tersenyum.

Rani merasakan dadanya terjun ke bawah. Sungguh tidak nyata rasanya melihat istri Fabio di depan matanya. Aroma parfum mahalnya seolah membius Rani.

"Silahkan duduk, dulu. Acara mulainya sebentar lagi." katanya kemudian memilih berlalu.

Perginya Jihan membuat Wina ikutan pamit menyapa kenalannya yang lain. Rani merasa lega karena keberadaan Wina sedikit mengiritasi hatinya.

Bima kemudian berbalik memandangi istrinya. "Tadi itu Jihan, istri Fabio." kata Bima.

Rani memandang Bima dengan kesal. Ia tak peduli dengan istri Fabio. Ia peduli pada Wina, perempuan yang barusan tampak akrab dengan Bima.

Alih-alih protes, Rani memilih mendengarkan Bima.

"Jihan itu nikahnya dijodohkan sama Fabio. Tapi, katanya hubungan mereka lagi gak bagus. Jihan gak mau ngurus ibu Fabio yang lagi sakit dan ditelantarkan begitu saja." cerita Bima sambil menuju tempat duduk yang masih kosong.

Rani tampak terkejut. "Oh, ya?!" serunya, melupakan soal Wina.

Bima mengangguk. "Dan desas-desusnya, sejak kejadian itu, Jihan sama Fabio jadi jauh. Apalagi, kata karyawan yang tinggal sama mereka, Jihan ini pelit dan suka mempermainkan gaji karyawan. Padahal ya, Fabio terkenal banget dermawannya." lanjut Bima.

Reaksi Rani yang terkejut membuat Bima puas menceritakannya. "Tapi kok gak keliatan, ya?" Rani tampak setengah heran dan takjub.

"Jelas, lah! Siapa juga yang mau bilang rumah tangganya gak bener? Orang Fabio sama Jihan itu pinter banget buat nyembunyiin ini dan itu." jawabnya tampak bangga.

Hal inilah yang membuat Bima merasa setidaknya berada diatas Fabio sedikit sebab ia memiliki istri yang penurut dan mengurusnya dengan baik.

Bagi keluarganya, Bima tentu sudah berprestasi karena berhasil jadi PNS di usia muda dalam satu kali tes meskipun hanya lulusan SMA.

Meskipun pada kenyataannya, di lingkungan Bima, ia justru yang paling kecil karena PNS lulusan SMA memiliki pangkat lebih rendah.

Tidak ada yang salah dengan itu namun rasa rendah diri Bima sangatlah bermasalah.

Rani kemudian duduk dan memandang sekitar, mengobservasi apa yang terjadi disana.

"Oh, hai, Fabio!"

Rani terkejut begitu Bima menyapa Fabio yang muncul dari belakang.

Rani buru-buru menyapa dan dibalas dengan hangat. Ia jadi sadar akan satu hal.

Sejak tadi, Jihan dan Fabio tidak menyapa tamu bersama melainkan menyapanya masing-masing.

Jauh di belakang Fabio, Jihan sendirian menyapa tamu lain dan entah bagaimana, Rani bisa merasakan adanya tembok dingin yang membatasi keduanya.

Sementara itu, Bima dan Fabio tampak sibuk menyapa satu sama lain.

Tak sengaja, Rani bertatapan dengan Fabio yang rupanya memandanginya sejak tadi padahal ia sedang bicara dengan Bima.

Rani langsung menunduk, menghindari tatapan Fabio yang kental padanya.

Apakah Rani diperhatikan oleh Fabio sejak tadi?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   9. Awal dari manisnya

    “Kamu tidak apa-apa?” Hal pertama yang terlihat olehnya adalah wajah Fabio yang hanya sejengkal dari wajahnya, menatapnya khawatir.Wajah Rani memerah, ia masih terpesona sesaat hingga seluruh indranya terasa mati. Ekor matanya lantas menengok Bima yang tampak shock dari jauh. Dengan terburu-buru, Rani mendorong Fabio, memperbaiki posisinya.“Ba—baik,” jawab Rani kontras dengan perasaannya yang kini acak kadut. Dadanya berdebar kencang entah karena terpesona atau ketakutan melihat Bima yang shock.Pelayan yang bertabrakan dengannya tampak panik sambil memunguti pecahan gelas, berusaha meminta maaf padanya."Ma—maafkan saya, Bu. Saya tidak sengaja," Ia tampak gemetar sambil memungut gelas di lantai.Rani masih merasakan debaran di dadanya karena kejadian barusan. Ia sampai tidak mendengar permintaan maaf pelayan. Pikirannya kosong dan hanya terjadi pengulangan kejadian yang baruan.“Kamu yakin?” Fabio terdengar khawatir, mendekati Rani. Raut wajahnya yang kaku terlihat melunak.Rani me

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   8. Retak di meja pesta

    “Fab!” seru seseorang dari belakang. Fabio menoleh dan langsung tersenyum. “Revan! Wah, lama banget!” Mereka berpelukan hangat, tawa kecil pecah di antara mereka. “Gila, udah kayak reuni aja nih,” celetuk Revan. Fabio terkekeh. “Emang, kebetulan banget semuanya ngumpul.” “Rani?” suara lain memanggil, menyusul datangnya Revan. Doni—teman kuliah Rani yang lain—melambaikan tangan, tampak tak percaya. Rani terkejut tapi senang. “Hai, Don! Masih inget aku, gak?” Revan menepuk bahunya. “Gila, masa lupa. Sok banget, kamu.” Tawa mereka meledak. Fabio memperhatikan Rani yang tertawa lepas—senyum yang sudah lama tak ia lihat sejak terakhir mereka berpisah dulu. Bahkan kemarin, tersenyum pun Rani tampak tertekan. “Eh, hei!” suara riang memotong. Seorang perempuan hamil muncul membawa aura cerah. “Elen!” seru mereka hampir bersamaan. Rani segera memeluknya. “Astaga, kamu udah tujuh bulan ya? Cantik banget, Len.” Elen tertawa kecil. “Kamu juga masih sama, Ran. Cantik terus!"

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   7. Bayang diantara kami

    Rani kemudian menaiki motor dengan diam meskipun seleranya sudah hilang. Sungguh malas rasanya jika harus berdebat dengan Bima untuk hal seperti ini. Sepanjang jalan, Bima terus komplain karena menurut estimasi waktu, mereka sudah terlambat lima belas menit. Bima menyalahkan Rani yang tidak bisa mengatur waktu dan mengurusnya untuk pergi ke acara. Sepanjang jalan, telinga Rani di sakiti oleh kemarahan Bima yang tidak penting. Beruntung, suara angin di atas motor menyamarkan rata-rata ucapan Bima. Sesampainya di tempat acara, Bima menyuruh Rani turun sambil mencari tempat parkir. "Ayo, masuk." kata Bima berlenggang pergi meninggalkan Rani. Rani tampaknya ingin digandeng seperti tamu-tamu yang datang berpasangan namun Bima tampak menolaknya. Alih-alih memikirkannya, Rani memilih untuk melihat-lihat sekitar. Rumah Fabio tampak besar dengan halaman yang luas. Yah, setara dengan kerja keras yang ia lakukan selama ini pastinya. "Mas Bima." sapa seorang wanita muda pada Bima. R

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   6. Namamu diantara amarahnya

    Setelah pertemuan dengan Fabio, Bima tampaknya memiliki ide baru untuk mengkritik Rani. Sekarang, apapun yang Rani lakukan akan dianggap Bima sebagai upaya "mencari perhatian Fabio". Rani sendiri bahkan jadi muak mendengarnya namun tentu ia tidak mau ambil pusing. Biarkan saja mulut Bima berkicau sepuasnya. "Kak, udah jam tiga. Gih, siap sana! Nanti kita telat ke acaranya Kak Fabio." kata Rani sambil mencuci wajan yang barusan dia pakai memasak. Bima yang baru bangun tidur menguap dengan lebar sambil memandang Rani malas. Tatapannya penuh curiga dan siap sedia mencari masalah. "Buru-buru banget! Kangen kah sama Fabio?" Heran Bima, menyindir Rani sambil menduduki kursi di meja makan. Rani menghela nafas berat. "Kak. Kan kakak sendiri yang minta biar gak telat, diingetin!" kata Rani penuh penekanan di akhir. "Alah! Alesan banget! Sengaja banget pengen ketemu Fabio." Bima membalas penuh tuduhan. Rani menjadi kesal. "Ya, sudahlah. Tidak usah pergilah, kita." Mendengar anca

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   5. Setelah tirai tertutup

    Rani terkejut mematung kala wajah Fabio muncul begitu tiba-tiba dari balik tirai, hanya beberapa inci dari wajahnya saat ia hendak melangkah keluar menuju ruang tamu. “Kakak!” serunya spontan, tubuhnya sedikit melompat mundur karena kaget hampir menabrak Fabio. Fabio yang tak kalah terkejut segera menyingkir satu langkah ke belakang. Ia menatap Rani dengan wajah yang lembut, suaranya tenang seperti biasa. “Oh, maaf! Aku mau pamit pulang,” ujarnya sopan, seolah khawatir telah membuat Rani terkejut setengah mati. Rani berdiri canggung, kedua tangannya saling menggenggam di depan tubuhnya. Ia sempat melirik sekilas ke arah ruang tamu—ke arah Bima yang duduk sambil memperhatikan mereka. “Tidak apa-apa, Kak,” ucapnya cepat, senyum tipis terukir di bibirnya. “Maaf juga, aku yang nggak lihat tadi.” Fabio tersenyum kecil, senyum yang menenangkan sekaligus menimbulkan sesuatu yang tak bisa ia jelaskan dalam dada Rani. “Tidak apa-apa,” katanya lembut. “Nanti, datang ya ke acara syukuran

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   4. Nostalgia masa lalu

    Wajah Rani memerah. Tubuhnya memanas merasakan sengatan nostalgia yang kembali menyala. Masa-masa indah ketika kuliah berusaha mengambil alih pikiranya. Kala itu, Fabio merupakan mahasiswa berprestasi yang aktif berorganisasi dan rajin melakukan aksi kemanusiaan hingga luar negri. Prestasinya di bidang pendidikan sangat banyak dan mendulang sukses. Masa itu, Fabio menjadi senior kampus yang punya banyak penggemar mahasiswi lintas fakultas karena sifatnya yang dingin, kaku, cuek namun sangat perhatian. "Kamu pacaran sama Fabio, Ran?" Mega, sahabat dekat Rani sejak SMP tampak antusias saat muncul tiba-tiba di lorong kampus, mendapati Rani yang sedang memikul buku untuk menuju ruang kelas berikutnya. Rani memandang Mega dengan kebingungan. "Hah?" responnya, bingung. "Kamu pacaran, ya sama kak Fabio?" Mega mengulang pertanyaannya dengan lembut. Rani terdiam sesaat untuk memproses kata-kata Mega. Ia kemudian menghembuskan nafas tawa. "Yang benar saja, Meg! Gak mungkin, lah."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status