Share

Fitnah

“Faleesha! Apa yang terjadi padamu?”

Faleesha tersenyum maklum kala sahabatnya berteriak seperti itu. 

Sedari tadi, orang-orang sekitar sudah melihatnya penasaran karena penampilannya yang berantakan.

Untungnya, Amber mau menjemput dan menemaninya ke mall terdekat. 

Setidaknya, dia tidak akan dihadang petugas keamanan.

“Udah nanti aja ceritanya. Aku butuh ke rumah sakit sekarang juga, tapi sebelum itu anterin ke mall terdekat ya, kamu bawa mobil, kan?” ucap Faleesha memastikan. 

Amber mengangguk beberapa kali. “Yaudah, cepet masuk,” balasnya sambil menggandeng Faleesha berjalan cepat. 

“Aduh,” rintih Faleesha. Dia berhenti sejenak. 

Sungguh, apakah berhubungan badan untuk pertama kali akan sesakit itu?

Gadis itu tak mampu membayangkannya. Padahal tadi, dia belum ke tahap itu...

Amber yang tidak tahu yang apa terjadi padanya sontak menatap Faleesha bingung. “Kamu kenapa? Kok jalannya ngangkang-ngangkang gitu? Bisulan?” tanyanya polos.

“Iya, bisulan. Mana bisulnya gede banget, mau lihat?” balas Faleesha menanggapi kekonyolan Amber.

“Ih, jijik deh kamu. Makanya kalau mandi yang bersih, digosok-gosok yang lama itu daerah-”

Amber menjeda ucapannya. Melihat sekitar barang kali ada orang mendengarnya. “Selangkangan,” lanjutnya lirih.

Faleesha tersenyum geli. Setidaknya, Amber mampu membuatnya lupa sejenak dengan kejadian yang dia alami barusan. 

“Pastilah, Am. Aku udah mandi tiga kali sehari. Bahkan, mandi kembang tujuh rupa,” kelakar Feleesha membuat Amber terbahak-bahak. “Yaudah yuk, cepet. Aku butuh bayar biaya operasi Papa,” lanjutnya. 

Amber lantas  segera mengendarai mobilnya bersama dengan Faleesha menuju ke mall terdekat.

Setelah mandi dan berganti baju di toilet mall, Faleesha merasa begitu segar. 

“Langsung ke rumah sakit ya, Am,” ajak Faleesha buru-buru.

“Yap, let's go,” jawab Amber bersemangat. 

Faleesha mengangguk. Dalam hati, dia bersyukur karena Amber selalu ada di saat dia butuh bantuan. 

Ditatapnya jalanan lepas memikirkan segala hal yang terjadi padanya hari ini.

“Udah sampe nih, ngelamun aja,” tegur Amber saat mereka sudah sampai di pelataran parkir.

“Eh iya,” jawab Faleesha tergagap. “Kamu ikut apa di sini aja?”

“Ikut dong, nanti kamu kesepian kalo nggak ada aku,” sahut Amber dengan mengedipkan kedua matanya.

“Ih jijay deh,” sungut Faleesha mencubit lengan Amber.

Keduanya tertawa bersamaan seolah tak ada beban apa pun. 

Dengan cepat, Faleesha lantas melengkapi berkas administrasi yang diperlukan. 

Dia juga sudah membayar biaya pengobatan sang ayah..

“Udah lunas semua biayanya?” tanya Amber saat Faleesha menghampirinya.

“Iya, tinggal nunggu Papa dioperasi sore nanti,” jawab Faleesha harap-harap cemas.

“Semangat! Papamu pasti sembuh,” balas Amber membesarkan hati.

“Makasih ya, Am. Aku mau ngomong sebentar sama Papa, dia sudah melewati masa kritisnya, mumpung Angela sama Mami nggak ada, kalau ada mereka, aku pasti nggak dibolehin masuk,” urai Faleesha bercerita.

“Jahat banget sih,” sungut Amber ikut kesal. “Yaudah cepet kamu masuk gih, aku tunggu sini buat jaga-jaga,” lanjut Amber mendorong Faleesha menjauh.

Ya, Amber mengetahui segala hal tentang keluarga Faleesha yang berantakan karena mereka sudah berteman sejak SMA. Amber juga tahu, jika ibu kandung Faleesha diusir dari rumah ayahnya setelah perceraian keduanya. Hingga saat ini, Faleesha tidak tahu di mana keberadaan ibunya. 

Setelah itu, dia punya ibu dan saudara tiri sebagai keluarga baru. Namun, dia tak sempat menceritakan kesulitan mengenai biaya rumah sakit ini. Kejadian dijual sudah lebih dulu terjadi dan ia sadar Sanders sepertinya berbahaya.

Jadi, Faleesha tak ingin melibatkannya.

***

“Pa…”

Begitu masuk ruangan, dilihatnya lelaki paruh baya yang dulu gagah, kini terbaring lemah dengan selang infus dan tabung oksigen untuk alat bantu pernapasannya. 

Jantungnya mengalami pembengkakan sebab katupnya tidak bisa berfungsi normal.

Dan Faleesha tak habis pikir dengan respon ibu tirinya yang hanya biasa saja. Padahal, Fahaz Abraham selalu mendahulukannya saat masih di masa kejayaan karena begitu cinta.

Kapan pria ini sadar betapa istrinya itu sangat jahat?

“Fales?” 

Faleesha terkesiap. Sang papa memanggil namanya! 

“Ya, Pa. Fales di sini, Papa butuh apa?” balas Faleesha lekas duduk di samping ranjang Fahaz.

“Kenapa kamu baru datang. Ke mana saja kamu kemarin?” tanya Fahaz dengan suara teredam.

“Aku nggak ke mana-mana, Pa. Maafin Faleesha,” ungkap gadis itu hampir menangis.

“Kamu sudah dewasa, jaga diri baik-baik. Jangan membantah perkataan mamimu. Dia juga ibumu. Dia yang merawatmu dari kamu usia delapan tahun,” lanjut Fahaz sambil terbatuk-batuk.

Deg!

Tangan Faleesha mengepal erat.

Sudah menghilang tanpa kabar setelah menjual dirinya, sekarang justru papanya ditinggal sendiri di rumah sakit?

Rupanya nenek sihir itu masih saja membuat image-nya buruk di depan sang papa. 

Sayang, Faleesha tak bisa membongkarnya sekarang.

Alih-alih percaya, papanya ini pasti akan mengamuk dan kesehatannya menurun.

Itu terlalu berbahaya. Biarlah dia pendam ini sebentar lagi.

“Iya, Pa. Fales mengerti,” jawabnya singkat.

Benar dugaannya, sang ayah tampak tersenyum puas.“Oh, iya. Kata mamimu, kamu tidak ada di kamar, kamu kabur ke mana? Jangan bilang kalau kamu pergi ke club' malam dan mabuk-mabukan?”

Hah?

Kini darah Faleesha terasa mendidih mendengar rentetan kalimat yang dilontarkan Papanya.

Ibu tirinya sungguh keterlaluan! Dia memanfaatkan kebaikan sang ayah dan memfitnahnya habis-habisan. Apalagi ayahnya mudah sekali percaya dengan ucapannya.

“Pa, aku nggak pernah melakukan hal tercela macam itu, apalagi sampai mabuk! Ke diskotik aja, nggak pernah.”

Suara Fallesha bergetar sangat mengatakannya.

Menangkap emosi putrinya Fahaz tampak mengerutkan kening. “Jadi? Maksudmu, Mamimu yang berbohong? Untuk apa dia bohongin Papa, Nak? Dia sangat baik, dia yang selama ini merawat Papa,” sangkalnya.

Fallesha hanya bisa menghela napas.” Ya sudah, Papa istirahat dulu, ya? Mungkin, ada kesalahpahaman di sini.”

“Yang penting, Papa percaya saja padaku,” ucap Faleesha sepenuh hati. 

Meski bingung, Fahaz mengangguk lemah. Terlebih, kantuk kembali menyerang syarafnya.

Setelah memastikan pria kesayangannya itu tertidur, Fallesha pun keluar.

Dia menahan tangis. Rasanya, dia ingin sekali berteriak keras dan protes.

“Mengapa ini terjadi padaku?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status