Hanya saja, tak ada yang dapat dilakukannya selain mengangguk agar dapat dilepaskan oleh Tuan Sanders.
Tak lama, pria itu menatapnya dingin sebelum bangkit dari atas tubuh Faleesha.
Diperhatikannya punggung lebar pria itu yang mengecil dan menjauh darinya.
Brak!
Pintu kamar itu tertutup membuat Faleesha memejamkan mata.
Disugarnya rambutnya asal dan memakai pakaiannya yang bentuknya sungguh di luar nalar.
Hanya saja, nominal 500 juta terus memutar di kepalanya.
"Ya Tuhan, di mana aku menemukan uang sebanyak itu?" lirihnya pada diri sendiri sebelum akhirnya meninggalkan unit apartemen itu.
Namun, ekspresi Faleesha berubah dingin kala menyadari saudara tirinya ternyata tengah menunggu di luar gedung itu sembari menghisap sebatang rokok.
“Bagaimana, Faleesha? Kau sudah melayani Tuan Sanders hingga puas?”
Faleesha menatap tajam Angela.
Wanita itu benar-benar tidak menyembunyikan bahwa dirinya menunggu Faleesha untuk melihat kehancurannya.
Senyuman puas bahkan tersungging di wajah Angel kala melihat pakaian Faleesha yang robek, serta beberapa bercak merah yang terlihat jika diperhatikan dengan seksama.
“Selamat! Sekarang, kamu resmi menjadi pelacur. Oh, iya! aku sudah mentransfer lima ratus juta. Rekeningmu juga telah diaktifkan sama Mami,” ucapnya lagi.
Disodorkannya ponsel ke hadapan Faleesha sebagai bukti.
Saking bahagianya, wanita licik itu tak sadar jika ekspresi Faleesha semakin dingin mendengar penuturannya!
Mudah sekali mereka menyetir keuangan ayah Faleesha?
Padahal sejak seminggu yang lalu, dia tidak bisa menggunakan kartu ATM miliknya karena telah dibekukan secara tiba-tiba. Brak!Faleesha melempar kembali ponsel milik Angela padanya–membuat gadis itu terkejut melotot. “Kau…!”“Dasar pelacur sialan!” bentak Angela kesal, “Ini ponsel mahal, bukan barang murahan seperti milikmu.” Namun, Faleesha mengindahkan ucapan Angela.Dia memilih meninggalkan saudari tiri berhati iblis itu.
Toh, Faleesha harus cepat ke rumah sakit sekarang juga untuk membayar biaya rumah sakit sang ayah. Untungnya, Tuan Sanders tidak mengatakan apapun pada keluarganya, hingga 500 juta itu sudah di rekeningnya.
Tetapi sebelum itu, dia harus membeli pakaian yang layak dulu karena baju yang dia kenakan sekarang sobek kanan kiri sebab paksaan Sanders yang membabi buta!
Di sisi lain, Angela berdecak kesal. Dia bingung kenapa saudara tirinya itu tak mudah dihancurkan?
Mengapa Faleesha masih bisa sekokoh itu padahal harga dirinya pasti sudah dikoyak tadi?
Matanya menatap apartemen milik Sanders.Cukup lama, hingga sebuah ide muncul di kepalanya. “Lihat saja, Faleesha. Aku akan membuatmu tak berani menatapku!”
Tanpa tahu malu, ternyata Angela melangkah masuk ke gedung apartemen yang baru ditinggalkan Faleesha.
“Tuan Sanders!” panggilnya di depan kamar Sanders yang masih tertutup rapat.
Untungnya, tak berselang lama, Sanders keluar hanya dengan memakai kaos dalam dan celana jins selutut.
Angela membeliakan netranya–tidak percaya bisa melihat secara langsung pemandangan di depannya. Sanders terkenal sebagai pengusaha dingin dan kejam.Aset pribadinya tersebar di berbagai kota. Yang terbesar perusahaan kelapa sawit di Kalimantan dan perusahaan tambang batu bara di Sumatra. Namun, Sanders menetap di kota Bandung dan mengelola bisnis properti miliknya yang mendulang banyak profit.
Banyak rumor tentang pria ini yang katanya sungguh lihai di tempat tidur.Tapi, Angela tak menyangka jika tubuhnya juga kekar dan begitu menggoda.
Sungguh, Faleesha beruntung mendapat pengalaman dengannya!
Angela jadi membayangkan jika tubuh itu berada di atasnya. Apakah dia bisa melakukannya?
“Alihkan matamu dariku!” hentak Sanders dengan ekspresi datar. Meski suka dikelilingi wanita, tapi Sanders muak jika dipandang dengan intens oleh wanita yang tampaknya jauh lebih murahan dari Faleesha ini.“Ma-maaf, Tuan Sanders,” balas Angela terbata-bata. Dia segera menundukkan wajahnya–menahan malu. “Kenapa kau ke mari?”“Bisakah saya meminta gambar dari CCTV yang ada di kamar Anda? Tolong,” pinta Angela memohon. “Adik tiri saya sudah terbiasa dengan kehidupan malam, Tuan. Jadi, saya perlu rekaman itu untuk–” “Lancang!” Sanders meninggikan suaranya. “Saya janji hanya akan mengambil foto adik saya saja, saya hanya ingin menggunakannya untuk mengancam dia,” ucap Angela kembali beralasan. Sanders seketika tersenyum sinis. “Kau pikir aku bodoh?”“Sebaiknya, kau tak bertingkah. Sekali lagi kau menggangguku, jangan harap hidupmu bisa tenang,” ancam pria itu. Angela menelan saliva-nya dengan susah payah. Dia tidak berkutik dengan ancaman Sanders. “Ba-baik, Tuan. Saya tidak akan memintanya, saya permisi,” ujar Angela berpamitan sebelum Sanders bertambah marah. Melihat itu, Sanders menggelengkan kepala. “Penakut.” Sungguh berbeda dari Faleesha.Gadis itu setidaknya berani menatap tajam Sanders dan menolaknya. Hal ini membuat Sanders yang tadinya malas kembali bergairah.Terlebih, wajah cantiknya dan tubuhnya membuat nafsunya secara aneh meningkat.Ini sungguh berbeda dari wanita lain. Seolah tubuh Faleesha memang diciptakan untuknya dan dia tidak ingin menikmati itu secara sembarangan.
Sayang, permainan mereka berakhir karena gadis itu "belum siap" hari ini.
Namun, dia teringat perjanjiannya dengan gadis kecil itu.
Segera dihubunginya sang asisten untuk “mengatur” semuanya.
Detik ini juga, Faleesha tidak akan pernah mendapatkan 500 juta itu ke mana pun dia mencarinya!
Sambungan telepon antara dirinya dan sang asisten akhirnya terputus.
Namun, senyum di bibir Sanders seketika luntur.
Direbahkan kembali tubuh kokohnya ke atas ranjang.
“Sebentar lagi, dia akan kembali merangkak padaku dan memuaskanku,” gumam Sanders membayangkan gadis kecil yang kini sudah diklaim sebagai miliknya secara sepihak.
Sanders menghentikan gerakannya. Dia menatap wajah Faleesha yang sedikit pucat. “Apa kau sakit? Kenapa tidak bilang?” tanya pria itu. Faleesha hanya menggeleng pelan. “Aku tidak tahu, akhir-akhir ini tubuhku lemas sekali. Aku juga mual kalau mencium baumu.” Sanders seketika mengernyit. “Maksudmu aku bau?” Dia pun mengendus-endus tubuhnya sendiri. Merasai tidak ada yang salah dengan badannya. “Entahlah, aku tidak tau. Kenapa rasanya aku mual jika dekat denganmu,” balas Faleesha. Tetiba gadis itu berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi dalam perutnya. Sanders mengikuti dan memijat tengkuk belakangnya. “Istirahatlah, aku panggilkan dokter,” titah Sanders. Faleesha hanya mengangguk lemah. Dia berjalan sembari memeluk pinggang sang suami. Walaupun mual dekat Sanders, tapi Faleesha tiba-tiba ingin sekali bermanja-manja dengannya. “Ck, katamu aku bau,” sungut Sanders merengkuh tubuh mungil istrinya. Tiba-tiba saja, Faleesha ambruk. Beruntung Sanders segera menangkapnya. “
Sesampainya di rumah sakit, Sanders segera memeluk Faleesha erat. Menghirup aroma tubuhnya dalam-dalam. “Sialan, kau membuatku sangat khawatir,” rutuknya. Pria itu mengecup lembut bibir Faleesha sampai tidak menyadari Meera menatap mereka dengan pandangan yang sulit diartikan. “Sst, kamu bisa tidak cium aku nanti aja. Itu Mama lagi sedih,” balas Faleesha berbisik. Sanders langsung terkesiap. Dia baru sadar jika ibu mertuanya berada tak jauh dari Faleesha. “Mama,” sapanya. Meera tersenyum sendu. “Tidak apa-apa, aku pernah merasakan seperti kalian. Masa pengantin baru, yang sulit berjauhan.” Sejurus kemudian tatapannya mengarah ke ruang Fahaz dirawat. “Bagaimana kondisi papa mertuamu?” tanya Meera. “Tidak ada luka yang parah, Ma. Dokter sudah menanganinya. Tetapi karena benturan yang cukup keras, Papa belum sadar hingga sekarang,” terang Sanders. “Baiklah, kalian bisa pulang. Aku yang akan menjaga Fahaz,” sela Meera. “Kita obati dulu tangan Mama,” jawab Faleesha. Meera baru s
“Aku yang seharusnya bicara seperti itu, Ervina. Kau datang kemari tidak membawa apa-apa, pergi juga harusnya tidak membawa apa pun,” tegas Meera tak takut. Dia pun lekas memanggil Wira agar membawa Yooshi ke rumah sakit terlebih dahulu. Pria berkaca mata itu datang tergopoh-gopoh dan terkejut melihat darah yang mengalir dari kepala bagian belakang. Sebenarnya, Wira sedikit mencemaskan keadaan Meera tetapi majikannya itu meyakinkannya agar dia berangkat terlebih dahulu. Meera akan menyusulnya nanti. Setelah Wira menghilang dengan membopong tubuh Yooshi. Ervina semakin menyeringai. “Tamat riwayatmu sekarang.” Ervina bergerak cepat mengeluarkan pisau dari balik saku bajunya yang sudah dia sembunyikan dan menyerang Meera. Meera terkejut melihat wanita yang pernah menjadi sahabatnya itu hendak menghunusnya. Dia langsung menahan pisau itu dengan tangannya. Meera meringis kesakitan saat benda tajam itu merobek telapak tangannya. Darah yang mengucur tidak dia hiraukan. Yang terpenti
Secepat kilat mobil Sanders melaju di perjalanan. Dia tidak menghubungi Faleesha terlebih dahulu karena takut sang istri panik. Sesampainya di rumah sakit, Fahaz langsung dibawa ke UGD, beruntung lukanya tidak parah. Hanya benturan kecil yang membuatnya syok hingga pingsan. Dia juga tidak harus dioperasi. Hanya perlu penanganan intensif. Tetapi rahang Sanders sudah mengeras. Pertanda dia benar-benar marah kali ini. “Nick,” panggilnya. “Ya, Tuan,” jawab Nick. “Segera hubungi polisi, dan laporkan kejadian barusan, juga serahkan semua bukti yang memberatkan mereka yang kita dapatkan sebelumnya-” Sanders menjeda ucapannya. “Dan jangan lupa, ambil rekaman CCTV dekat daerah persimpangan kecelakaan terjadi.” “Siap, Tuan.” Pemuda itu bergegas melaksanakan perintah majikannya. Sedangkan Sanders menunggu Fahaz dengan gelisah. Kali ini Ervina dan Angela tidak bisa dibiarkan. Tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Faleesha muncul. Dia terkejut kenapa waktunya tepat sekali. Apa perasaan se
Fahaz tengah bahagia. Usahanya untuk kembali meminta maaf dan mengambil hati Meera tidak main-main. Walaupun wanita terkasihnya itu masih tidak mau sekedar berbincang, tapi Meera sudah sering mengingatkan dia untuk minum obat. Terkadang ketika ibu kandung Faleesha itu ingin pergi atau angkat kaki dari rumahnya, Fahaz selalu mencari cara agar bisa menggagalkannya. Bertahun lamanya dia telah berbuat tidak adil pada keluarga kecilnya. Ini saatnya menebus semuanya. Bahkan dia tidak ingat sedikitpun tentang Ervina. Wanita licik itu sudah berhasil mengobrak-abrik keluarganya. Fahaz tidak akan membiarkannya kali ini. “Tuan, sepertinya ada yang mengikuti kita sejak tadi,” ujar sang sopir. Fahaz menoleh ke belakang untuk memastikan. “Jalan terus saja, Pak. Abaikan saja. Mungkin kebetulan arah kita sama.” “Baik, Tuan.” “Meera, aku akan menebus kesalahanku dan tidak akan membiarkanmu hidup menderita lagi,” gumam Fahaz dengan wajah berbinar. “Tuan, mobil di belakang semakin mendekat, dan
“Kamu keren sekali,” bisik Emily. Faleesha menghembuskan napas pelan. “Kamu tidak tahu saja betapa aku menyesal kenapa tidak bisa tegas sama mereka dari dulu.” “Bahkan ketika mereka mengucilkan aku dulu, Papa dengan mudahnya percaya begitu saja. Aku tak mendapat dukungan dari siapa pun, Em. Tapi sekarang, aku tidak akan tinggal diam setelah membongkar kebusukan mereka,” lanjut Faleesha. “Bagus, kamu memang harus seperti itu,” jawab Emily memberi semangat. “Makasih ya, sudah mau menemaniku dan menjagaku.” tiba-tiba gadis itu menjadi sentimentil. Karena selama ini merasa tidak pernah punya keluarga dekat. Dari dulu sang Papa melarangnya bertemu siapa pun tanpa alasan yang jelas. “Kau ini bicara apa, sudah jadi tugasku. Kau lupa Tuan akan menghabisiku kalau sampai kau kenapa-kenapa,” jawab Emily. Setelah mengatakannya, gadis tomboy itu membuat gerakan menggores lehernya dengan tangan. Membuat Faleesha semakin terkekeh. “Percayalah, suamiku sekarang tidak sekejam itu,” timpalnya.