Share

Bab 6 Hamil

Author: Penulis Hoki
last update Huling Na-update: 2025-08-21 16:36:25

Tiga minggu setelah pernikahan, Anna masih belum terbiasa memanggil dirinya dengan nama belakang Damien. Di meja makan yang penuh bunga dan porselen, ia duduk dalam diam, memikirkan cara untuk kabur. Ia merasa diawasi setiap saat.

Pagi itu, Damien bersamanya seharian. Tapi tubuh Anna sedang tidak bersahabat. Mual datang tiba-tiba, membuatnya berlari ke kamar mandi. Ia muntah hingga perutnya kosong.

“Pagi-pagi begini, kau kenapa, Anna?” tanya Marsha, salah satu pelayan.

Anna tidak menjawab. Ia mencuci wajah, menatap dirinya di cermin. Wajahnya lelah, dan tubuhnya… berubah. Dua hari terakhir ia tak datang bulan. Mual pagi ini adalah alarm terakhir. Ia menyentuh perutnya dengan tangan gemetar.

“Tidak. Ini tidak mungkin. Semoga tidak. Jangan, aku mohon.”

Ia mengambil tiga alat tes kehamilan dari lemari. Beberapa menit kemudian, tiga-tiganya menunjukkan dua garis merah yang sangat jelas.

Ia menjerit dalam hati. Tubuhnya jatuh terduduk di lantai. “TIDAK…” bisiknya berulang kali. “Ini bukan bagian dari rencana. Ini bukan--”

Anna terduduk di atas penutup kloset yang dingin, memegang benda mungil putih dengan dua garis merah muda mencolok. “Aku hamil…?” gumamnya nyaris tak bersuara.

Ia mengusap perutnya yang masih rata. Perut ini, tubuh ini, bukan untuk anak Damien. Bukan bagian dari rencana. Bukan bagian dari hidupnya. “Ini seharusnya cuma lelucon balas dendam… bukan… bukan hidupku, lalu bagaimana dengan Lucian?”

Ia bangkit dengan susah payah, lemas. Ia mencari cara menggugurkan kandungan di internet. Semua tampak mengerikan, semua berisiko. Tapi itu terasa lebih bisa dikendalikan daripada hidup bersama anak Damien.

Namun ada satu masalah besar yaitu Damien. Ia tak tahu cara keluar dari rumah itu tanpa terpantau. Ponselnya terkunci. Hari itu, Anna menyembunyikan alat tes di lacinya.

Saat makan malam tiba, Damien sudah duduk di ujung meja. Wajahnya tenang. Ia tersenyum tipis.

“Kau baru bangun, Anna?” tanyanya.

Anna mengangguk kecil, tak berani menatap langsung.

“Apa kau sakit?” Damien kembali bertanya, dengan nada lembut. “Kau pucat.”

“Tidak, hanya… pusing sedikit,” jawab Anna cepat.

Damien tak berkata apa-apa, tapi Anna tahu ia memperhatikannya. Malam itu, Anna kembali mencari cara untuk mengakhiri segalanya. Tapi setiap kali ia ingin melakukannya, ia merasa perutnya… menolak. Seolah ada bagian kecil dari dirinya yang berkata “jangan.” Ia membenci keraguan itu.

Air mata kembali turun saat ia duduk di depan kaca. Ia mengambil surat yang dulu pernah ia robek, dan kali ini, ia menulis satu kalimat: “Aku ingin mati sebelum anak ini lahir.”

Anna tidak tahu bahwa Damien berdiri di balik pintu. Sejak makan malam, ia sudah mencurigai sesuatu. Tapi ia tidak ingin langsung memaksa. Namun saat Damien melihat pantulan Anna yang menangis dan mencengkeram perutnya di kaca, rasa sakit muncul di dadanya. Untuk pertama kalinya, ia merasa takut kehilangan Anna. Dan sekarang… Damien mundur perlahan, membiarkan Anna menuliskan kesakitannya sendiri.

***

Hujan mengguyur keras ketika Anna akhirnya menginjakkan kaki di jalanan luar. Baju tidurnya basah, rambutnya lengket di pelipis. Akhirnya ia berhasil kabur. Lewat lorong belakang, saat Damien pergi menghadiri rapat mendadak dan satu penjaga tertidur di dapur.

Ia tidak tahu harus ke mana. Ia tak punya uang, dan juga tidak membawa ponselnya. Ia hanya tahu satu tempat yang tak bisa ia lupakan, yaitu rumah Vivienne.

Ia berdiri di gerbangnya. Pagar besar yang dulu selalu tertutup kini terbuka. Rumah yang dulu megah kini seperti bangunan tua yang ditinggalkan.

Anna melangkah masuk.

Setiap dinding seolah menyimpan gema masa lalu. Di sana ia belajar berjalan. Di sana ia menyembunyikan surat cinta dari Lucian. Dan di meja makan ia melihat Vivienne duduk di kursinya.

Atau lebih tepatnya, terjatuh ke sisi kursi.

Tubuh wanita itu miring ke kanan, mulutnya terbuka, tangannya gemetar. Matanya menatap Anna… mengenali, namun tak bisa bicara.

“Vivienne?” bisik Anna, terkejut bukan main.

Tak ada jawaban. Hanya air liur yang mengalir dari sudut bibir wanita itu.

Tubuh Anna kaku. Perasaannya berkecamuk. Ini wanita yang membuat hidupnya neraka. Yang menjualnya ke Damien demi balas dendam. Yang membuatnya kehilangan Lucian. Tapi sekarang, wanita itu bahkan tak bisa mengangkat sendok sendiri.

Sejenak, Anna ingin pergi. Ingin meninggalkannya di sana, membusuk bersama dosa-dosa masa lalu.

Namun kakinya justru melangkah mendekat. Ia menyentuh bahu Vivienne. “Apa yang terjadi padamu, mom?”

Vivienne tidak bisa menjawab. Hanya menangis dalam diam, air matanya menetes tanpa suara. Jemari lemah itu mencoba meraih Anna atau mungkin hanya sekadar menyentuh sesuatu yang masih hidup.

Anna terdiam. Lalu berjongkok.

“Ini… balasan, ya?” katanya dingin. “Balasan dari Tuhan? Dari semua yang kau lakukan ke aku dengan menyerahkan ke Damien… ini balasannya?”

---TBC---

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Hasrat Pria Lumpuh   Bab 86 Pertarungan fajar

    Jam digital di dinding ruang kerja baru Damien menunjukkan pukul 22.17. Enam jam terasa seperti enam detik.Atmosfer di ruangan itu telah berubah. Ini bukan lagi markas pemulihan. Ini adalah pusat komando untuk sebuah operasi yang mustahil. Markus berdiri di depan papan tulis digital, yang kini menampilkan denah lantai bandara dan foto file Rudi yang buram."Dia gila," kata Damien. Dia tidak lagi duduk. Dia mondar mandir di ruangan, bahunya yang terluka tegang karena adrenalin, menolak untuk menunjukkan rasa sakit. "Mengirimmu ke sana. Aku tidak akan mengizinkannya.""Kau tidak punya pilihan," balas Anna.Dia sudah siap. Dia tidak lagi mengenakan piyama atau jubah kasmir. Dia mengenakan celana panjang hitam praktis, sepatu bot datar, dan blus sutra gelap di bawah mantel wol panjang. Dia terlihat ramping, kuat, dan berbahaya. Dia tampak seperti bayangan."Rudi adalah pengecut," lanjut Anna, suaranya stabil. "Dia takut padamu. Dia takut pada Markus. Tapi aku... aku adalah Nyonya Damien

  • Hasrat Pria Lumpuh   Bab 85 Enam jam

    Desember tiba, membawa udara yang lebih sejuk dan rasa normal yang menipu.Di rumah bata merah di puncak bukit, sebuah rutinitas baru telah terbentuk. Itu adalah rutinitas yang tenang, dijaga ketat, dan didedikasikan untuk satu hal: pertumbuhan.Anna duduk di kursi dekat jendela di ruang tamu, meringkuk di bawah selimut kasmir. Sinar matahari pagi menerpa halaman, dan untuk pertama kalinya, dia tidak melihat bayangan di setiap pohon. Di pangkuannya bukan novel. Itu adalah buku tebal berjudul Apa yang Diharapkan Saat Anda Hamil. Dia membacanya dengan konsentrasi seorang sarjana."Kau tahu," katanya ke ruangan yang sepi, "rupanya mual di pagi hari itu pertanda baik. Itu berarti kadar hormonnya tinggi.""Aku akan mencoba mengingatnya," suara Damien terdengar dari seberang ruangan.Dia tidak sedang bekerja. Atau, setidaknya, dia tidak sedang bekerja seperti dulu. Dia duduk di sofa yang berhadapan dengan Anna, laptop di pangkuannya. Alih alih data pasar saham, dia sedang meneliti... sistem

  • Hasrat Pria Lumpuh   Bab 84 Rumah diatas puing

    Satu minggu setelah suara tembakan terakhir.Sebuah sedan Mercedes lapis baja hitam, tidak lagi terburu buru, melaju pelan menyusuri jalanan pinggiran kota yang tenang. Ini adalah dunia yang berbeda. Dunia pepohonan ek tua, halaman rumput yang baru dipangkas, dan anak anak yang bermain di trotoar.Anna menatap ke luar jendela. Dia belum pernah berada di bagian kota ini. Rasanya... asing. Normal."Kita hampir sampai," kata Damien pelan dari sampingnya.Dia tidak duduk di kursi pengemudi. Lengan kirinya terikat erat di dadanya dengan gendongan medis profesional, kemeja hitamnya sengaja dibuat longgar agar pas. Dia masih pucat, rasa sakit yang konstan terlihat jelas di matanya. Markus yang mengemudi, dengan satu mobil pengawal lagi mengikuti di belakang.Mobil berbelok ke jalan masuk pribadi yang tersembunyi di balik pagar tanaman tinggi. Dan di sana, di puncak bukit kecil yang menghadap ke lembah, berdirilah rumah itu.Itu bukan penthouse. Itu bukan benteng kaca dan baja.Itu adalah seb

  • Hasrat Pria Lumpuh   Bab 83 Diantara puing

    Udara malam yang dingin terasa seperti tamparan di wajah, bersih dari asap, tetapi penuh dengan suara sirene yang menusuk.Anna tersandung keluar dari ramp garasi, menopang hampir seluruh berat badan Damien. Lengan pria itu yang sehat melingkari lehernya, sementara tangan kirinya yang hancur berlumuran darah, tergantung lemas. Kemeja hitam yang Damien kenakan kini basah kuyup oleh darahnya sendiri, menempel di tubuhnya."Hampir... sampai," desis Damien, giginya terkatup.Tapi Anna tahu dia tidak akan berhasil. Dia bisa merasakan tubuh Damien yang berat semakin merosot."Damien! Tetap bersamaku!" teriak Anna, kakinya gemetar. "Kumohon!"Di depan mereka, pemandangan itu seperti zona perang yang nyata. Mobil polisi, pemadam kebakaran, dan ambulans memblokir seluruh jalan. Lampu merah dan biru berputar, memotong kegelapan, menerangi wajah wajah ngeri para penonton yang ditahan di belakang barikade.Gedung safe house itu kini menjadi obor. Api menjilat dari jendela lobi dan, yang mengerika

  • Hasrat Pria Lumpuh   Bab 82 Bang!

    Garasi parkir bawah tanah itu dingin dan senyap. Sangat kontras dengan neraka yang meraung di lobi di atas mereka. Satu satunya suara adalah tetesan air yang jatuh dari pipa sprinkler dan dengungan rendah lampu neon yang berkedip di kejauhan. Udara berbau beton basah dan asap yang samar.Damien membuka pintu tangga darurat dengan perlahan, celah demi celah. Pistol teracung.Dia memindai. Kiri. Kanan. Kosong.Hanya ada deretan mobil mewah yang diparkir, tertutup lapisan tipis debu dan jelaga."Dia di sini," bisik Damien. Dia menarik Anna keluar dari tangga, membiarkan pintu tertutup pelan di belakang mereka. "Markus dan timnya akan membuat keributan di atas. Itu memberi kita... mungkin tiga menit.""Tiga menit untuk apa?" bisik Anna, memegang pistolnya erat erat. Benda itu terasa berat dan dingin."Untuk menemukannya sebelum dia menemukan kita."Damien bergerak. Dia tidak berlari. Dia bergerak seperti predator. Menyelinap dari satu pilar beton ke pilar beton berikutnya, menggunakan mobi

  • Hasrat Pria Lumpuh   Bab 81 Kau siap?

    Atap itu adalah neraka yang berangin.Bilah bilah rotor helikopter berputar melambat, whup... whup... whup, suaranya seperti detak jantung monster yang sekarat. Hujan gerimis dan asap dari granat asap di lobi bercampur menjadi kabut yang menyesakkan. Di bawah mereka, suara tembakan otomatis terdengar seperti popcorn yang meledak tanpa henti."Kau tetap di sini." Suara Damien serak, penuh adrenalin."Seperti neraka aku akan tetap di sini!" balas Anna. Dia sudah membuka ranselnya, mengeluarkan pistol kedua yang berat dan dingin."Anna, kau tidak tahu cara...""Kau mengajariku," kata Anna, suaranya gemetar tapi tegas. Dia memeriksa magazen dengan tangan yang basah. "Di pernikahan pertama kita. Kau bilang seorang istri harus tahu cara melindungi dirinya sendiri. Aku ingat." Dia berhasil memasukkan magazen itu dengan bunyi klik yang memuaskan. "Dan sekarang... aku punya sesuatu untuk dilindungi."Dia menepuk perutnya yang rata, sebuah gestur yang kini terasa nyata dan menakutkan.Damien me

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status