Home / Romansa / Hate You To The Bone / 1. Pertemuan Kembali

Share

Hate You To The Bone
Hate You To The Bone
Author: Rainina

1. Pertemuan Kembali

Author: Rainina
last update Last Updated: 2025-02-07 00:02:13

“Kamu nggak mendengarkan kata sambutanku sampai akhir.” Suara itu tenang dan ramah, terlalu ramah hingga membuat Silvi terlalu takut untuk mengangkat wajahnya.

Sambutan, arti dari kata itu sudah melebur jika dia yang menyebutkannya. Itu bukan lagi omong kosong atau kata yang sebenarnya tak berarti yang diucapkan di atas panggung. Kata sambutan dari pria itu tidak pernah berarti ucapan selamat datang atau perkenalan. Tapi pengingat yang terus mengatakan bahwa ia tidak akan bisa lari dari dirinya.

Sama seperti hari ini, ketika ia kira sekarang masih sama dengan hari-hari sebelumnya. Hari-hari di mana ia bisa lepas dari kendali pria itu. Tapi dia kembali, naik ke atas panggung lengkap dengan sambutan kepadanya, sebagai anak dari pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Dan semua orang bertepuk tangan, seolah mereka saling bekerja sama, mengejek ilusi kebebasan yang telah Silvi bangun selama ini.

Tidak ada yang berubah, semua masih sama dengan saat itu, saat Silvi hanya seorang siswa yang terus mempertahankan harga diri yang bukan lagi miliknya dengan kebohongan. Dan dia di sana, tertawa mengejek sambil bertepuk tangan memuji pentas yang Silvi mainkan.

Lalu, tanpa sedikitpun rasa bersalah, Julian si pria brengsek itu membisikkan kalimat di telinga Silvi yang untuk pertama kalinya membuat ia menangis. Sambil memeluknya erat seolah itu pengakuan cinta. “Aku melakukannya karena aku tidak mau kamu melupakanku, Silvi. Terus ingat siapa aku.”

Dan sama seperti harapannya, Silvi tidak pernah melupakan nama itu lagi, nama yang terus muncul di mimpi buruknya: Julian. Bahkan ketika dia tidak ada di hadapan SIlvi selama bertahun-tahun lamanya hingga akhirnya mereka bertemu lagi sekarang.

“Aku... perlu ke toilet.”

“Supaya kamu nggak perlu melihat wajahku?”

Silvi tidak menjawab. Ia terlalu lelah untuk berbohong, tapi juga terlalu takut untuk menjawab jujur. Ia tahu Julian dengan baik dan pria itu tidak suka sesuatu yang tidak berjalan sesuai keinginannya.

Julian mengangkat dagu Silvi dengan jari telunjuknya, memaksa agar mata mereka bertemu. “Kamu cantik. Sama seperti dulu.”

Dan kamu sama mengerikannya seperti dulu.

Matanya bergerak ke sekeliling, ke karpet merah yang seolah sengaja dibentang untuk mengejeknya, ke dinding-dinding yang polos tanpa gambar yang mulai terlihat seperti penjara. Apa pun... asal bukan Julian. Lalu matanya jatuh ke arah beberapa pegawai hotel yang mencuri pandang ke arah mereka sambil berpura-pura fokus pada barang yang mereka bawa.

Silvi bisa merasakan tatapan mereka, seolah seluruh dunia menyaksikan setiap detik ketidakberdayaannya. Sama seperti dulu, tidak ada yang berubah.

“Ah...” Julian yang tadi hanya menyentuh dengan telunjuknya kini menggenggam wajah Silvi erat. Membuat gadis itu meringis.

“Kenapa kamu terus melihat ke arah lain, padahal aku sedang bicara denganmu?”

Silvi menatap Julian. Senyum lebar Julian kini hilang, digantikan dengan tatapan marah yang membuatnya merasa tercekik.

“Jangan melewati batas, Silvi. Aku tidak suka.”

Tidak suka? Dia bicara seolah aku ingin berada di situasi seperti ini.

Ini sudah pernah terjadi sebelumnya. Bertahun lalu, Julian juga pernah memaksa wajah Silvi menghadapnya, menuntut perhatian dengan cara yang menyiksa. Dan mengatasnamakan perasaan sebagai dasar dari perilakunya yang tidak masuk akal.

Jari Julian berpindah dari dagunya ke rambut, menyusuri helaiannya pelan, dengan kasih sayang palsu yang justru mengintimidasi. Ia membungkuk, mencium helaian rambut yang berada di tangannya.

“Masih wangi. Seperti yang kuingat.”

Sial. Dia masih sesakit itu.

Silvi menepis tangannya, ekspresinya berubah jijik. “Katakan sejak awal kalau anda hanya berniat untuk membuat saya tidak nyaman.”

Julian hanya tertawa kecil. Bukannya marah, senyumnya justru semakin lebar. Silvi membuang muka. Sadar bahwa dia sudah menunjukkan emosinya, sesuatu yang paling Julian inginkan.

“Benar. Nada sinis dan arogan itu lebih cocok denganmu. Persis seperti Silvi yang kuingat, begitu tidak tahu diri.”

Wajah Silvi memerah, matanya mulai memanas karena emosi yang mendidih dalam dirinya.

Tangan Julian kembali mendekat, tapi Silvi memalingkan wajah. Hanya beberapa helaian rambut yang sempat menyentuh kulit dingin pria itu.

“Saya tidak akan bersikap arogan kalau anda tidak bersikap seperti ini.”

“Oh, ya? Maksudmu seperti apa?”

Silvi ragu, tapi akhirnya menjawab lirih, “Anda bertingkah seperti orang mesum.”

Julian tertawa lepas. Beberapa pegawai hotel melirik ke arah mereka. Silvi menunduk, malu dan tak nyaman. Ia tidak lagi menyukai tatapan orang-orang yang melihat ke arahnya dengan penasaran. Tidak, karena itu hanya mengingatkannya pada luka masa lalu yang coba dikorek oleh Julian.

"Aku cuma memperlakukanmu seperti seseorang yang penting bagiku. Apakah itu salah, Silvi?"

Silvi tersenyum, sinis. Tapi berusaha menyembunyikan ekspresinya dibalik juntaian rambut di wajahnya. “Bukan seperti cara memperlakukan orang yang penting bagi anda.”

“Kenapa? Karena aku cuma boleh menyentuh wanita yang satu level denganku?”

Wajah Silvi memucat. Perkataan itu... dia masih ingat.

“Saya... nggak bermaksud seperti itu…” bisiknya. Ia memeluk tubuhnya sendiri. “Saya salah bicara. Saya minta maaf.”

Julian membuka tangan, seolah memamerkan dirinya. “Aku juga belajar banyak, Silvi. Tidakkah kamu melihatnya? Sekarang jawab pertanyaanku.”

Dengan nafas tercekat, Silvi berbisik, “Pertanyaan apa?”

Silvi hampir tidak berani mengangkat kepala.

Ia tahu apapun jawaban yang diberikan hanya akan membawanya semakin dalam ke permainan Julian. Tapi Julian menunggu, dengan tatapan menusuk yang seolah dapat menembus pikirannya.

“Apakah sekarang aku sudah berada di level yang bisa jadi kekasihmu?”

Silvi membeku. Pria ini gila. Jauh lebih gila dari siapapun yang ia kenal. Tapi jika ia melawan, Julian bisa menjungkirbalikkan hidupnya dengan mudah.

“Saya hanya karyawan di perusahaan keluarga Anda,” ucapnya pelan.

“Kalau begitu, siapa yang sekarang berada di level lebih tinggi?” Senyum mengejek muncul di bibir Julian.

Silvi menatapnya, nyaris tak percaya. Ia menggigit bibir dan menjawab lirih, “Anda.”

“Aku nggak dengar.”

“Anda, Pak Julian!” Kali ini Silvi berteriak. Tapi tangannya bergetar, menahan emosi yang hampir meledak.

Dia sedang mempermainkanku, pikir Silvi. Dan aku... tidak punya pilihan selain bermain dalam permainannya.

Julian menyentuh bahunya, senyum puas merekah di wajahnya. Selalu seperti ini, ia akan membuat Silvi tidak mampu melawan dan kemudian ia akan tersenyum. Seolah semua yang ia lakukan adalah bentuk kasih sayang.

“Berbahagialah, Silvi. Karena aku tidak keberatan menurunkan levelku... hanya untuk kamu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hate You To The Bone   54. BAB 54

    Silvi membenci ibunya.Sejak pertama kali ia menyadari bahwa hidupnya dibangun atas dasar kebohongan, Silvi selalu mengingatkan dirinya akan satu hal. Apa pun yang dikatakan ibunya, semuanya hanyalah kebohongan yang diberikan demi keuntungan wanita itu.Tapi Silvi selalu mempercayai satu hal secara konsisten, satu hal yang dikatakan ibunya untuk pertama kali saat ia pulang dengan keadaan rumah yang berantakan. Bahwa Silvi adalah pembawa sial.Wanita itu mengatakannya sambil memegang bahunya dengan erat hingga meninggalkan jejak yang baru hilang setelah berhari-hari.Silvi mencoba melupakan kalimat itu, berusaha menjalankan hidupnya seolah kalimat yang sama tidak menghantuinya di setiap malam di mana ia merasa kesepian. Tapi, ia tidak bisa. Kalimat itu terus berbisik di kepalanya dan tidak berhenti dari ia bangun hingga tidur lagi. Bahkan, kalimat itu kembali muncul di hari ini ketika ia melihat ibunya berada di depan pintu, berdiri di depan seorang asisten rumah tangga yang terli

  • Hate You To The Bone   53. BAB 53

    Vanessa memperhatikan Silvi dari celah pintu yang ia buka. Anak tirinya itu tidak lagi bergerak dari kamarnya selama dua hari. Bahkan walau dua orang yang terakhir kali datang menemuinya kembali datang ke rumah mereka, Silvi menolak kedatangan mereka secara terang-terangan.Ia tidak tahu apa yang terjadi, tapi ia sudah berniat akan melakukan apa pun untuk membantu Silvi begitu ia mendengar dari suaminya bahwa wanita itu sedang hamil dan butuh banyak dukungan.Tapi bagaimana cara untuk membantu seseorang yang bahkan tidak ingin dibantu?Silvi selalu diam di kamarnya, makan secara terpisah ketika Vanessa sudah selesai makan. Selain itu, ia hanya keluar jika memang diperlukan. Fakta bahwa Silvi hanya keluar

  • Hate You To The Bone   52. BAB 52

    Saat keheningan di ujung telepon bertahan terlalu lama, Anastasia tahu pria di seberang sana telah memakan umpannya. Maka ia melanjutkan dengan nada yang manis."Kalau kamu mau tahu, aku bisa memberitahumu… dengan satu syarat."Terdengar helaan napas dari seberang lalu suara yang terdengar terasa dingin, tapi tak bisa sepenuhnya menyembunyikan kegugupan yang mulai merayap."Apa maumu?"Anastasia bangkit dari tempat duduk dan berjalan perlahan ke arah jendela. Menatap bayangan wajahnya di sana."Aku ingin kamu membantuku," ucapnya ringan, "Aku ingin Silvi menghubungiku. Kamu bisa menyebut namaku kapan saja. Kalau dia tahu kamu tahu tempatnya dariku, dia akan menghubungiku."

  • Hate You To The Bone   51. BAB 51

    Mami tahu kamu kembali ke rumah itu.Silvi membaca pesan yang baru saja masuk dari ibunya dengan tangan yang gemetar. Belum ada 24 jam sejak Samuel dan Celine datang ke rumah ini dan sekarang ia harus menghadapi ibunya?Apa Papi kamu menanyakan keadaan Mami?Silvi sudah mengangkat tangannya untuk melemparkan ponsel itu ke dinding ketika benda itu bergetar di tangannya, membuatnya mengintip nama yang muncul di layarnya.MamiSesuai dengan dugaannya. Silvi mulai bertanya-tanya mengapa ia masih menyimpan nomor itu.Dan kenapa wanita itu masih memiliki cukup rasa percay

  • Hate You To The Bone   50. BAB 50

    "Apa kalian pikir yang paling aku butuhin saat ini itu balas dendam?" Silvi bergumam pelan, masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar sebelumnya. Celine membuka mulut, tapi Silvi melanjutkan, "Aku bahkan nggak bisa berdiri lama tanpa merasa kram. Kalian pikir aku masih mau terlibat ini semua?"Samuel terlihat canggung, "Kami cuma… kami cuma ingin bantu.""Kalau kalian benar-benar ingin bantu," suara Silvi mulai bergetar, "Kalian harusnya mulai dengan bertanya apa yang aku butuhin. Bukan ngebawa rencana yang bahkan ga aku mau."Ruangan itu hening, hanya ada suara nafas Silvi yang terdengar berat. Tangannya menyibakkan rambutnya ke belakang dengan wajah yang gusar.Dan tepat di tengah keheningan itu, ponsel Silvi berdering. Ia merogoh sakunya dan mata Silvi seketika memicing saat melihat siapa yang menelpon.Mami. Lagi.Seakan dunia tak memberinya ruang untuk sekadar duduk dan mencoba berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja. Silvi mematikan panggilan itu dan kembali menatap Cel

  • Hate You To The Bone   49. BAB 49

    Semuanya terasa begitu kacau.Julian mencoba melakukan pekerjaannya seperti biasa. Ia bahkan mulai lebih sering hadir di kantor yang dulu hanya ia kendalikan di belakang layar. Mencoba mengalihkan dirinya dari bayang-bayang Silvi yang duduk tenang sambil membaca buku maupun menonton televisi di tempat tidur mereka.Julian mencoba memindahkan ruang kerjanya ke tempat lain agar tidak semakin terganggu dengan bayang Silvi, tapi usahanya gagal ketika ia keluar untuk makan siang dan melihat bayangan Silvi yang duduk di meja makan sambil memainkan ponselnya.Hingga akhirnya ia memilih keluar dari rumah untuk bekerja. Mungkin ia bisa lebih fokus di tempat baru, mungkin dia bisa benar-benar melakukan sesuatu di tempat yang tidak pernah didatangi Silvi sebelumnya.Tapi, pekerjaannya justru terus terhenti karena Julian terus menerus mengecek ponselnya. Membuka pesannya dengan Silvi yang bahkan tidak memiliki banyak history karena mereka tinggal di rumah yang sama.Alhasil, asistennya harus

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status