“Misteri pembunuhan Sarah Deelin, model utama Shue Magazine.”
“Vittoria Joa Shue selaku direktur dan head designer sebagai salah satu tersangka, saat ini sedang dalam tahap pemeriksaan,” Evans membacakan berita terbaru pagi ini.
“Apa?” sahut Simon langsung merebut Ipad Evans.
“Bukankah ia adalah klienmu?”
“Gantikan shiftku hari ini ya,” tawar Simon langsung melepas jas putihnya.
“Hei, hei. Aku punya janji dengan pacarku hari ini.”
“Aku akan kembalikan dua kali lipat bye,” tukas Simon langsung berlari keluar sambil menelepon.
*
Su
Simon Ziche adalah dokter psikiater yang membantuku selama masa pemulihan, hingga aku berhasil memantapkan hatiku untuk bangkit kembali. Ia adalah anak angkat dari pemilik perkebunan kecil dekat gereja, Paman Jovis. Lady Anne memperkenalkan kami berdua, ditambah lagi Simon berdarah campuran Korean-American. Kami akan lebih mudah dalam hal berkomunikasi. Selain Lady Anne, Simon juga mengetahui masa laluku dengan baik. * “Aku tunangan Ms. Joa,” ucap Eric memperjelas kembali pernyataannya. “Oh.” “Biar aku bukakan,” tawar Simon sambil meraih kaleng minum dari tanganku. “Hanya ‘oh’?” gumam Eric yang tidak senang melihat reaksi kaku dari pria asin
Seharian mencari tanpa arah dalam tumpukkan koran, lebih parahnya kepalaku bertambah pusing setiap melihat tulisan koran dengan jarak spasi berdekatan. Aku menaikkan alis dan memejamkan mataku berkali-kali, sekedar senam ringan untuk melatih otot mata. Lady Anne datang membawakanku teh bunga hangat, “Istirahat dulu Joa, jangan terlalu memaksakan diri,” sarannya. Aku hanya tersenyum dan berterima kasih padanya, aku masih merasa asing dengan Lady Anne yang baik—takut merasa akrab. Aku sedang mencari berita tentang kematian Carina Rossi—ya, kematianku sendiri. “Tanggal 15, tanggal 16, tanggal 17, tanggal 15…16…17…18…,” gumamku berulang kali. “Kenapa tidak ada? Apa Bilson merahasiakan kematianku? Bajingan tid
Simon menawarkanku untuk mengunjungi Lady Anne, kesehatannya semakin memburuk akhir-akhir ini. Sementara sidang ketiga atas kasus Sarah Deelin masih berlangsung, karena Maurice bersikeras tidak mau mengakuinya. “Kau sudah merasa baikan?” tanya Simon seraya menyetir. “Pemandangannya indah dan udaranya sangat sejuk, aku merasa luar biasa,” terangku seraya mengulurkan tangan dari kaca jendela mobil. Bangunan tua bernuansa kayu yang bertuliskan “Love&Peace” dengan simbol salib emas sudah terlihat di depan mata. Lady Anne menyambut kami dengan teh bunga dan cookies jahe buatannya. “Joa, Simon, apa semuanya berjalan baik-baik saja?” “Masalah kantor sedikit
“Ssshh....,” desisku yang ikut ngilu melihat luka di pipi Simon saat mengoleskan obat. “Aku akan mengusir anak itu pulang sekarang juga,” dengusku kesal. Simon menahan tanganku dan menggelengkan kepala, masih memegang pipinya yang membengkak. “Kau terlalu baik, anak itu perlu diberi pelajaran,” geramku. “Lady Anne sedang berbicara padanya, biarkan saja. Lagipula, kau sudah memukulnya tadi,” tutur Simon. Aku mendengus kesal lagi. “Urus pipiku saja, okay?” timpal Simon berusaha tersenyum padaku. * Di luar, Eric sedang mengompres belakang lehernya dengan kantong es. &n
“Joa, sudah bangun?” sapa Lady Anne kala menyiapkan sarapan pagi. “Iya. Wah, masakannya indah sekali,” pujiku. “Duduklah, semuanya sudah selesai,” ucap Lady Anne sambil tersenyum hangat. “Seharusnya anda membangunkanku agar bisa membantu,” anjurku sembari mencicipi Taroz khas Italia. Lady Anne hanya menggelengkan kepala, ia tahu aku tidak pernah memasak dengan benar. Di saat bersamaan, Simon muncul dengan berpakaian rapi, “Simon, kau sudah mandi?” “Sudah, aku baru selesai menyiram tanaman depan,” ucapnya sembari menggeser kursi dan duduk di sampingku. “Kemana anak itu?” tanyaku heran. “Eric sudah berpamitan pagi-pagi, ia bilang ada telepon mendesak,” terang Lady Anne. “Ow,” sahutku tak acuh. Dipikir-pikir lagi, Eric memukul Simon karena
“Mungkin, korban pernah berurusan dengan organisasi hitam semasa hidupnya,” duga Mr. Foster. Sarah adalah wanita manis dengan pemikiran polos dan hidupnya suci, meskipun dunia modeling memiliki banyak sisi gelap, namun aku yakin Sarah berbeda. Mendiang Ibunya juga adalah seorang model papan atas, aku pikir dengan nama Ibunya, ia tidak perlu berusaha keras mencari koneksi. “Ms. Joa, aku belum bertanya apa maksudmu kemari?” “Aku hanya tidak sabar menunggu, studioku tak bisa dipakai dan pekerjaanku menjadi terhambat. Kau tahu wajahku terpampang jelas pada berita utama dalam sepekan ini,” ruahku. “Belum lagi, kelu
“Halo, kau hilang ke mana sih? Pergi tanpa pamit.” Aku bisa mendengar suara Joke diikuti dengan dengusan kesal dari telepon, ia pasti kalang kabut mencariku seharian ini. HAHAHA. “Kau masih bisa tertawa?” “Anak bodoh itu membawaku ke dokter kandungan, dia pikir aku mengandung anak Simon. Lucu sekali, sangat konyol HAHAHA.” Joke mengomel super panjang di telepon—mengatakan aku dan Eric sama-sama gila, padahal aku hanya ingin melihat wajah linglungnya. “Jadi kapan kau bisa menjemputku?” tanyaku. &nb
(FLASHBACK) Aku terbangun dalam kamar yang hangat dan seorang wanita sedang merawat luka yang memenuhi sekujur tubuhku. Aku berusaha memanggilnya, “Pe—Permisi.” Tenggorokanku kering dan seluruh badanku mati rasa, aku pikir aku sudah lumpuh. Aku harus duduk di atas kursi roda berbulan-bulan. Lady Anne dan Simon adalah orang yang selalu berada di sisiku, syukurlah aku dipertemukan dengan dua malaikat asing. Dalam pikiranku hanya satu, aku ingin menangkap Bilson Moretz dan menjebloskannya ke penjara seumur hidup. Aku menghubungi Marco, pengacara keluarga Rossi untuk membicarakannya—“Mrs. Carina, tolong jangan pernah menghubungiku lagi. Kami semua sudah menganggapmu mati di jurang hari itu.”