Share

Episode 4/ Sebuah Janji Hingga Tua.

Di sepanjang jalan, Dikta terus saja memikirkan Rahayu.

"Pasti Rahayu masih menunggu kedatangan ku," gumam Dikta mempercepat laju mobilnya.

Hanya menghabiskan waktu lima belas menit, mobil Dikta sudah terparkir di garasi mobil mereka.

"Bagaimana mungkin aku bisa berpisah dari Rahayu? Sementara Rahayu adalah wanita yang berada disampingku ketika masih belum memiliki ini semua. Apa mungkin aku bisa membuat Rahayu menangis nantinya?" gumam Dikta menatap rumah hasil kerja keras mereka.

"Ini semua hasil kerja keras aku dan Rahayu, setiap melangkah ke dalam rumah ini. Maka wajah Rahayu selalu terlihat sedang menyambut kedatangan ku dengan senyum manis itu," 

"Aku tidak mungkin untuk tidak bisa melihat senyum manis dari Rahayu satu hari saja," ujar Dikta kembali melangkah ke dalam rumah.

Sembari masih melangkah, Dikta terus kepikiran dengan ucapan dari mamanya sendiri.

"Aku tahu jika Mama ingin memiliki seorang cucu, tapi tidak dengan cara seperti ini. Mana mungkin aku bisa menceraikan Istri ku hanya karena dia tidak bisa memberikan aku keturunan,"

"Itu tidak mungkin akan terjadi dan aku akan terus mempertahankan pernikahan ini hingga akhir, apapun yang akan terjadi dan seberapa kuat Mama meminta aku untuk menceraikan Rahayu. Itu semua tidak akan terjadi!" ujar Dikta dengan serius akan ucapan nya.

Dikta tidak melihat Rahayu di ruang tamu.

"Apa Rahayu sedang menyiapkan makan malam yah sekarang?" gumam Dikta melangkah ke arah dapur.

Di dapur Dikta tidak menemukan Rahayu, dirinya hanya melihat Mbok Mina.

"Ada apa Tuan Dikta? Kenapa ke dapur? Apa ada yang perlu saya siapkan?" tanya Mbok Mina ketika melihat Dikta sedang mencari sesuatu di ruangan dapur tersebut.

"Nyonya Rahayu mana Mbok Mina? Tidak ada disini?" tanya Dikta.

"Nyonya ada di kamar Tuan," balas Mbok Mina.

"Oh, begitu. Terima kasih yah Mbok, saya permisi dulu. Jika Mbok capek lebih baik sekarang istirahat saya Mbok,"

"Tugas ini bisa Mbok Mina lanjutan besok ," saran dari Dikta.

"Oh, gak usah Tuan. Mbok Mina masih belum bisa tidur," ucap dari Mbok Mina.

Dikta tersenyum dan berucap.

"Baiklah, Mbok. Saya mau menyusul Nyonya dulu ke kamar," ucap Dikta pamit dari ruangan dapur untuk menemui istri tercintanya.

Mbok Mina tersenyum ketika berada di lingkungan Dikta dan Rahayu yang begitu baik, mereka berdua memperlakukan Mbok Mina tidak seperti seorang pembantu melainkan seperti seorang bagian dari keluarga kecil Dikta dan Rahayu.

"Aku sangat beruntung bisa bertemu dengan Nyonya Rahayu dan Tuan Dikta tujuh tahun yang lalu," gumam Mbok Mina yang tersenyum bahagia ketika mengingat masa lalunya.

Mbok Mina kembali memotong sayuran dan menyiapkan keperluan untuk besok pagi.

Sementara itu, Dikta sedang melangkah ke dalam kamar mereka yang terletak di lantai dua.

Sebelum membuka pintu kamar, Dikta kembali teringat dengan air mata Rahayu yang ia lihat hari ini.

"Maaf untuk air mata itu sayang, ini semua salah aku. Seharusnya aku tidak mengizinkan Mama terlalu lama untuk berkunjung ke rumah kita," gumam Dikta menghela nafas dan memegang gagang pintu dan membukanya.

"Assalamu'alaikum," ucap Dikta masuk melihat Rahayu sedang membaca ayat Alquran dengan suara merdu.

Dikta tersenyum dan bergumam tanpa menghilangkan pandangan matanya dari Rahayu.

"Dimana lagi aku bisa mendapatkan istri sebaik Rahayu? Aku adalah pria paling beruntung di muka bumi ini," gumam Dikta menunggu hingga Rahayu selesai membaca ayat Alquran.

Tidak berapa lama, Rahayu akhirnya selesai.

"Alhamdulillah, aku masih diberi waktu untuk tetap beribadah kepada Mu ya Allah. Terima kasih banyak," ucap Rahayu kemudian berdoa.

Dikta yang sedang menunggu Rahayu, mendengar semua doa yang dipanjatkan oleh Rahayu.

"Ya Allah, ya Tuhanku. Aku tahu Engkau maha mengetahui semua takdir hamba Mu. Tapi hamba juga hanya manusia biasa, hamba tidak akan pernah luput dari yang namanya kesalahan. Apa ini memang sudah takdir hamba ya Rabb?" pinta Rahayu yang di dengar dengan begitu jelas oleh Dikta.

"Ya Rabb, hamba juga hanya wanita biasa. Hamba begitu mendambakan seorang malaikat kecil di tengah pernikahan hamba dengan suami hamba,"

"Tapi apa salah, jika hamba tidak dapat memberikan keturunan itu untuk suami hamba? Apa ini semua kesalahan hamba ya Rabb?"

"Apa ini …. Semua …."

Hikkkk hikk hikkk

Tangis Rahayu tidak bisa ditahan lagi sekarang, semua yang dirinya tahan akhirnya menyampaikan rasa sakit yang berusaha dirinya pendam sendiri.

Dikta ikut meneteskan air mata ketika mendengar istri tercinta nya menangis seperti itu.

Dikta melangkah menuju tempat Rahayu dan langsung memeluk tubuh Rahayu.

Rahayu kaget ketika mendapatkan sebuah pelukan.

"Mas?" gumam Rahayu ketika melihat Dikta memeluknya dari samping.

"Jangan menangis seperti ini Sayang, kamu tidak salah. Tidak akan pernah salah," 

"Ini semua tidak kesalahan kamu, mungkin memang takdir kita saja belum dikasih seorang malaikat kecil dalam rumah tangga kita. Mau bagaimanapun aku akan tetap mencintai kamu selamanya," ucap Dikta memegang kedua pipi Rahayu dan menghapus air mata Rahayu yang semakin jatuh dengan deras.

Tangis Rahayu semakin pecah.

"Tapi, Mas. Mau bagaimanapun ucapan Mama itu benar," Rahayu dengan tatapan mata sendu nya menatap pada Dikta.

"Walaupun bagaimanapun, aku tidak akan membiarkan ucapan Mama itu terjadi. Aku tidak bisa kehilangan kamu sayang," jawab Dikta kembali memeluk erat tubuh Rahayu.

"Terima kasih, Mas. Tapi bagaimanapun kamu memang harus memiliki keturunan," ucap Rahayu ketika mereka berdua masih berpelukan.

"No, aku tidak butuh itu sekarang. Yang aku butuhkan hanya kamu," 

"Mau diberi keturunan ataupun tidak, itu sudah takdir. Dan aku tidak bisa kehilangan kamu dalam kehidupanku untuk sedetik saja aku tidak mampu,"

"Jadi, jangan pernah berpikir kamu akan pergi dari sampingku. Kita pasti bisa melewati ini semua," ujar Dikta semakin mempererat pelukannya.

"Tapi, Mas. Aku rela jika kamu memiliki wanita lain selain diriku, asalkan kamu bisa mendapatkan keturunan seperti yang diharapkan oleh Mama. Aku ikhlas Mas," ucap Rahayu yang kembali berlinang air mata.

"Hei, itu semua tidak akan terjadi. Aku tidak akan menikah lagi, aku sudah berjanji pada kamu. Bahwa kita berdua akan menua bersama," ujar Dikta kembali menghapus air mata Rahayu.

"Tapi Mas. Aku juga ingin kamu bahagia,"

"Aku tahu jika kamu ingin sekali memiliki sebuah keturunan,"

"Sementara aku tidak bisa memberikanmu keturunan hingga detik ini, aku merasa gagal menjadi istri kamu Mas. Aku merasa gagal," ucap Rahayu yang kembali berlinangan air mata.

Dikta kembali membelai wajah Rahayu. 

"Kamu tidak pernah gagal menjadi istri aku, Sayang. Dan aku adalah pria yang beruntung di dunia ini yang bisa mendapatkan wanita sebaik kamu,"

"Kita pasti bisa melewati ini semua, dan jika sudah waktunya kita pasti akan mendapatkan malaikat kecil untuk menemani masa tua kita. Aku berjanji kita akan menua bersama,"

"Apapun yang terjadi, sekalipun Mama mengatakan hal seperti itu. Aku tidak akan pernah melepaskan kamu dalam hidupku Rahayu," Dikta tersenyum dan kembali memeluk erat tubuh Rahayu dan kembali berucap.

"Terima kasih, Sayang. Terima kasih telah hadir dalam kehidupanku. Aku berjanji akan selalu berada disampingmu. Kita pasti akan menua bersama, tidak akan ada yang bisa memisahkan kita. Apapun yang terjadi kita pasti bisa melewati ini semua," 

"Aku berjanji Rahayu," 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status