Zura menatap layar ponselnya dengan gamang. Nama Edric tertera di sana untuk yang ke sekian kalinya. Setelah kembali dari rumah sakit, dia langsung pulang ke apartemen dan menghabiskan waktu bersama Embun. Oh come on, dia adalah cucu Galaxy Group. Tidak kembali ke kantor pun tidak masalah. Yang jadi masalah itu kalau identitas puterimu sudah diketahui oleh ayah kandungnya. Zura sampai tidak tau harus berkata apa.
“What?” Zura kembali flashback ke percakapan dia dan Edric di dalam mobil tadi. Setelah pria itu mengutarakan permintaannya untuk tidak menjauhkan dia dari Embun.
"Kamu mendengar kata-kata saya dengan jelas, Zura." Edric menolak untuk percaya akan raut wajah Zura yang terlihat kebingungan.
"Siapa yang anak kita? Embun bukan anak Bapak." Zura menjauhkan dirinya dari Edric dan mencoba menguasai detak jantung yang mulai memburu.
"Are you sure?" Edric kembali menarik pergelangan tangan wanita itu, berencana melihat air m
Untuk pertama kalinya mereka malam bertiga. Edric, Zura dan Embun. Oke, ada Santi juga sebagai pelengkap. Bagi Zura, ini sedikit mendebarkan. Sekalipun tidak pernah terlintas di benaknya hal seperti ini akan terjadi. I mean, Edric datang ke apartemennya, bermain tanpa beban dengan Embun, lalu makan bersama layaknya keluarga kecil yang bahagia. Dia terlalu naif untuk mengakui jika diam-diam dia menyukai ini. Setelah selesai makan, Edric bertanya kepada Zura apa yang biasanya Embun lakukan menjelang tidur. "Cuci muka, ganti baju, baca dongeng," jawab Zura. "Oke, saya bagian membaca dongeng saja." "Tapi ini sudah malam, Pak." Zura menunjuk jam di dinding. Sudah jam delapan malam. Namun bukan Edric namanya jika mengindahkan perkataan wanita itu. Dia justru menyuruh Zura untuk segera membawa Embun. Semuanya berjalan dengan cepat. Edric membacakan dongeng dan menghantarkan anak kecil itu tidur dengan pulas di dekapannya. Di
Jika Edric saja sudah terkejut dengan kabar yang baru saja dia terima, apalagi Dom yang selama ini menjadikan Yonathan sebagai tangan kanannya, sumber informasinya."Bagaimana kejadiannya?" tanyanya dengan nada biasa. Edric tidak pernah tau jika ayahnya dekat dengan Yonathan."Belum tau pasti, Pa. Katanya masih sedang diusut pihak yang berwajib." Edric meletakkan ponselnya dengan sedikit kebingungan. Kabar ini bagaikan petir di siang bolong yang sama sekali tidak pernah dia duga. Perasaan mereka baru juga bertemu kemarin di Dubai."Kabari kami setiap ada perkembangan ataupun informasi baru," pinta Dominic dengan serius dan dijawab dengan anggukan oleh Edric.Sementara itu di kediaman Zura. Sudah satu jam berlalu sejak Edric meninggalkan apartemennya. Namun kedua mata wanita itu tak kunjung terpejam. Dia tidur menyamping seraya memandangi Embun yang sedang tertidur dengan pulas.Kembali mengulang kejadian yang masih begitu le
Sudah pukul sebelas malam, tapi sampai sekarang kedua mata Dominic belum bisa terpejam. Chalondra sejak tadi sudah tidur dan dia hanya bisa memandangi sang istri sambil terus berpikir. Entah kenapa feeling-nya mengatakan jika kecelakaan Yonathan ini bukanlah sebuah kebetulan. Walaupun belum tau apa dasarnya dia berpikir demikian, Dom hanya sangat yakin kalau ini terlalu mencurigakan. Berdasarkan info dari Edric, siang harinya Yonathan dan Radesh sedang kunjungan ke pabrik Eco Paper dan berdasarkan saksi mata yang ada di sana pula, mereka terlihat baik-baik saja, tidak ada cekcok atau sejenisnya. Dominic menyugar rambutnya ke belakang. Memilih untuk turun dari kasur dan membawa ponselnya ikut serta keluar ke balkon kamar. Satu-satunya orang yang ingin dia hubungi sekarang adalah ayah mertuanya, Chriss Ellordi. "Dom, malam sekali. Ada apa. Uhukk." Chris menjawab. Sesaat Dom lega karena ayah mertuanya masih berkenan mengangkat panggilannya. "Pa, salah se
Mood Zoey terlanjur hilang sejak anak buahnya membeberkan informasi yang selama ini tidak dia ketahui. Mendadak statusnya sebagai kembaran Zac dipertanyakan karena orang-orang justru lebih cepat mendapat update tentang hubungan laki-laki itu dengan Donna ketimbang dirinya. Kembali ke kantor dengan wajah yang masih ditekuk, Zoey langsung masuk ke ruangan Zac. Pintu dia gebrak begitu saja tanpa perduli ada orang yang mendengar.“Holy shit!!” Zac tersentak di mejanya. Kedua tangannya yang sedang mengetik di keyboard Imac terangkat dengan spontan seperti orang yang sedang digerebek polisi. “What’s wrong, Jo?” tanyanya masih dengan nada tinggi.Zoey tidak menjawab. Malah duduk di sofa dan mengangkat salah satu pahanya menimpa paha yang lain sembari memangku tangan di dada. Wajahnya sama sekali tidak ramah. Kedua matanya
Edric dan Zura kembali ke Jakarta dengan perasaan yang dipenuhi tanda tanya. Tadi mereka tidak jadi masuk ke rumah duka lantaran istri Yonathan mengatakan semuanya baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semuanya semakin terasa aneh karena wanita itu memberi tahu kepada mereka bahwa ada yang mengirim se koper uang tunai kepadanya sebagai bentuk jaminan jenazah suaminya akan tiba di rumah dengan selamat. Siapa? Dan untuk apa? Jika itu bukan orang Eco, then who? Siapa juga orang asing yang tiba-tiba mengenal keluarga Yonathan dan berbaik hati memberikan banyak uang dan bersedia mengurus semua hal tentang Yonathan di Dubai??? Tangan kiri Edric berada di kemudi sedangkan tangan kanannya bertopang di space kosong yang ada di pintu. Sedari tadi dia mencoba mengingat-ingat siapa saja karyawan Eco Paper yang berasal dari Indonesia. Bisa saja, semasa hidupnya, Yonathan sempat berbagi cerita tentang keluarganya. Edric mengambil ponselnya dan mencari nomor H
Mereka tiba di apartemen tepat seperti dugaan Zura. Jam tujuh malam kurang sedikit. Saat baru saja mendorong pintu, Embun sudah berjingrak-jingkrak di pangkuan Santi, menyambut mereka. Dalam hitungan detik anak kecil itu melompat dan berpindah ke pelukan ibunya. "Aaaah, mama kangen Embunnnnn." Zura memeluk putrinya dengan begitu erat. Sampai kedua matanya berkaca-kaca lantaran masih merasa bersalah membuat mereka kelamaan menunggu. Edric meletakkan tas Zura yang sejak tadi dia pegang di atas sofa. "Embun, come to uncle. Biar mama mandi dulu." Edric menepuk kedua tangannya sebanyak dua kali, pertanda meminta Embun dari pangkuan Zura. "Baru juga dipeluk," protes wanita itu kemudian. "Kamu ganti baju dulu. Biar enak main sama Zura-nya." Setelah mencium Embun sampai puas, Zura pun menuruti perintah Edric. Masuk ke kamar dan mandi. Untungnya Embun sudah kompak dengan Edric. Dia dengan cepat melupakan mama yang sedari tadi dia rindukan.
Zura tidak tau apa yang merasuki dirinya sampai-sampai memutuskan untuk membawa ayah dari putrinya itu ke kamar tamu yang masih tersisa di dalam apartemen. Jari-jarinya mencengkeram pergelangan tangan Edric dengan kuat karena takut pria itu akan kabur.Edric pun tidak tau apa yang akan dilakukan perempuan itu. Dari belakang dia melihat kuncir kuda Zura bergerak-gerak kecil, sesekali menunjukkan tengkuknya yang putih itu lagi. Ah, dia belum punya kesempatan untuk meninggalkan tanda merah di sana.Zura mendorong pintu kamar dan menarik Edric masuk ke dalam. Yang terjadi selanjutnya, dia langsung mendorong pria itu ke daun pintu dan tiba-tiba menyerangnya dengan sebuah ciuman.Oke, Edric shock berat! Namun bibir Zura yang lembut sudah menerobos terlebih dahulu ke dalam rongga mulutnya. Tidak ada waktu untuk menganalisa kenapa dan untuk apa perempuan itu melakukannya. Dia tidak ingin membuang-buang waktu.Maka dari itu, tanpa berlama-lama lagi, Edric la
“Ini si Edric kenapa nggak angkat-angkat telepon lagi?” Chalondra merasa gemas lantaran sampai pukul sepuluh malam, putera sulungnya itu tidak memberi kabar akan keberadaan dirinya. Biasanya, kalaupun Ed akan pulang malam, dia akan selalu mengabari rumah. Dominic yang sedang rebahan di kasur hanya bisa memandangnya dengan kepala yang sedikit menggeleng. “Tadi ‘kan Calvin sudah bilang dia ke Bekasi bareng Zura. Kamu seharusnya bisa menebak dia ada di mana sekarang, Chalondra,” ujar Dom sambil menguap lebar. “Maksud Dad dia di rumah Zura?” “Hm. Seperti kemarin.” “Kemarin ‘kan dia sudah pulang jam sembilanan?” Chalondra masih ingin membela diri. “Mungkin kali ini menginap. Sudahlah, dia sudah besar. Tidak perlu terlalu mengkhawatirkan dia seperti itu. Sini, tidur.” Dominic menarik-narik ujung jubah tidur istrinya. “Nggak bisa gitu, Dad! Nanti Zura itu hamil lagi gimana? Tentang Embun saja belum kelar, sudah nambah bayi baru!