Share

Bab 6

Author: Natalie
Jessica menunduk.

Dia sudah menikah dengan Calvin selama tujuh tahun. Ini adalah pertama kalinya pria itu mengingat hari ulang tahunnya.

"Nggak perlu."

Jessica menatap Calvin, luapan emosi di hatinya langsung mereda. Kemudian, dia kembali berkata, "Bukannya saat itu kamu ada proyek yang harus dibahas? Bisnis perusahaan lebih penting."

Pada awalnya, ketika Jessica menikah dengan Calvin. Dia bertindak seperti anak manja dan bertengkar dengan Calvin hanya karena hari ulang tahunnya.

Kemudian, sikap dingin dan acuh tak acuh Calvin bisa dilihat dengan jelas. Jessica sontak berubah, dari yang awalnya sangat berharap, menjadi mati rasa.

Oleh karena itu, saat ini ketika Calvin menyebut tentang hari ulang tahunnya, selain rasa terkejut, Jessica tidak merasakan sedikit pun gejolak di dalam hatinya.

Tatapan Calvin tertuju pada Jessica. Dia selalu merasa ada sesuatu yang salah.

Jessica jarang sekali bersikap perhatian.

Dulu, Jessica mungkin terlihat berpura-pura tidak peduli, tetapi ada semburat rasa gembira yang terpancar di matanya.

Saat mengingat pengabaian dan sikap dinginnya pada wanita itu selama bertahun-tahun. Selain itu juga pada perkataan teman baik serta kakeknya terlintas di benaknya, sorot mata Calvin langsung berubah menjadi lebih lembut.

"Nggak apa-apa." Sorot mata Calvin sangat dalam, lalu dia kembali berkata dengan nada lembut, "Saat itu aku selesaikan pekerjaan lebih awal. Bukannya kamu selalu ingin menonton kembang api? Aku dan Ricky akan menemanimu ke pinggiran kota untuk menonton kembang api."

Ricky memikirkan hal yang dikatakan saat di rumah sakit. Kemudian, saat melihat luka di tubuh Jessica, dia tiba-tiba merasa agak bersalah dan canggung.

Ibu tidak bisa dibandingkan dengan Bibi Sindy dalam hal apa pun.

Namun, bagaimanapun juga dia adalah anak Ibu.

Jika Ibu tidak marah, Ibu bisa terus membuat sarapan untuk dirinya dan menemaninya berlatih piano.

"Ayah benar. Aku dan Ayah bisa menemani Ibu merayakan ulang tahun."

Ricky meraih sudut pakaian Jessica dan segera berbicara.

Jessica menatap putranya yang selalu bersikap dingin dan jarang menyetujuinya dengan bangga dan patuh. Akan tetapi, dia tidak merasakan kegembiraan sedikit pun.

Jika ini terjadi di masa lalu, Jessica mungkin akan memiliki sedikit harapan di hatinya.

Namun, saat ini, Jessica sudah sangat jelas.

Kehangatan yang diberikan suami dan putranya, tidak bisa dibandingkan dengan kebaikan mereka terhadap Sindy.

Jessica sudah lama melewati masa-masa ketika dia membutuhkan cinta mereka.

Namun, Jessica juga tidak menolak.

"Baiklah."

Dia menatap Calvin sambil menyetujui perlahan.

Karena Calvin bersikeras, anggap saja ulang tahun kali ini sebagai perpisahan terakhir antara Jessica dengan mereka.

Cedera Jessica juga tidak serius.

Namun, karena luka di kakinya, Jessica masih kurang nyaman saat banyak bergerak.

Malamnya, ketiganya pulang bersama.

Meskipun Ricky masih muda, dia sangat mandiri sejak masih kecil. Setelah makan malam, dia kembali ke kamarnya dengan patuh.

Sementara Calvin sangat bertentangan dengan perilaku biasanya. Pria itu tidak kembali ke sikapnya yang asli.

Jessica agak terkejut dan hanya menatapnya dengan heran.

"Malam ini, kamu mau tinggal di sini?"

Jessica mengatakannya tanpa emosi. Dia sendiri tahu rasa benci dan ketidakpedulian Calvin terhadapnya.

Selain penolakan Jessica dua hari lalu, dia sama sekali tidak mengira Calvin akan tetap tinggal.

"Kakimu terluka, nggak akan nyaman kalau sendirian."

Melihat ekspresi ragu-ragu Jessica, Calvin segera melirik luka di tubuhnya. Sudut bibirnya melengkung tanpa alasan, lalu dia kembali berkata dengan tenang, "Jangan khawatir, aku nggak akan menindas orang cacat."

Jessica tidak tahu mengapa sikap Calvin tiba-tiba berubah.

Namun, dia juga tidak dapat menemukan alasan untuk menolak. Jessica hanya bisa menelan perkataan di mulutnya, lalu mengangguk perlahan.

"Kalau begitu aku mau mandi dulu."

Keduanya sangat jarang untuk bersikap tenang, jadi suasananya mulai agak canggung. Pada akhirnya, Jessica mencoba berbicara lebih dulu.

Dia berjalan dengan langkah tertatih ke kamar mandi, tetapi bayangannya tampak seperti sedang melarikan diri.

Calvin menatap punggung wanita itu. Ekspresi wajahnya yang selalu tampak dingin dan acuh tak acuh mulai agak melunak. Bibirnya yang tipis juga agak melengkung.

Jika kejadian saat itu benar-benar tidak ada hubungannya dengan Jessica.

Maka kemungkinan, mereka masih bisa memulai awal yang baru.

Jessica tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Calvin.

Dia seharusnya merasa senang karena sikap Calvin tidak lagi sedingin biasanya. Akan tetapi saat ini, Jessica sama sekali tidak bisa mengungkapkan semua yang dia rasakan di dalam hatinya.

Jessica selalu percaya bahwa rasa cinta itu sakral dan eksklusif.

Dia sudah bekerja keras selama bertahun-tahun, tetapi Calvin masih tetap jatuh hati pada Sindy.

Oleh karena itu, Jessica memenuhi keinginan mereka.

Jika begitu, apa arti harapan yang ditinggalkan Calvin untuknya?

Mungkin karena pikiran Jessica agak terganggu dan lantainya yang terlalu licin.

Saat baru saja menyelimuti tubuhnya dengan handuk mandi, kakinya tiba-tiba terpeleset, lalu dia terjatuh di ubin yang basah dan dingin.

Rasa sakit ini membuat Jessica terkesiap.

Keributan yang terjadi di kamar mandi langsung menarik perhatian Calvin. Tidak lama kemudian, suara rendah seorang pria terdengar dari balik pintu.

"Kenapa?"

Rasa sakit itu membuat wajah Jessica agak pucat. Dia menahannya sambil menjawab dengan suara pelan, "Nggak apa-apa, cuma terpeleset."

Begitu bicara, pintu kamar mandi terbuka.

Calvin mencondongkan tubuh dan memeriksa luka Jessica. Saat melihat wajahnya yang pucat, Calvin bertanya sambil mengernyit, "Sakit sekali?"

Jessica menggelengkan kepalanya dan hendak mengatakan sesuatu.

Detik berikutnya, Calvin kembali mencondongkan tubuhnya dan segera menggendong Jessica.

Jessica meronta tanpa sadar, tetapi dia mendengar suara omelan pelan pria itu tepat di telinganya.

"Jangan bergerak."

Rasa sakit itu membuat Jessica tidak bisa mengerahkan banyak tenaga. Dia juga tidak punya pilihan selain membiarkan Calvin menggendongnya kembali ke tempat tidur.

Calvin kembali memeriksa lukanya dan memastikan bahwa itu hanya luka kulit. Alisnya mulai agak mengendur, lalu dia berkata, "Nggak terlalu parah, tapi demi menghindari infeksi, aku akan mengambilkan anggur obat untuk dioleskan."

Luka baru ditambah dengan luka lama.

Jessica hanya bisa mengangguk tak berdaya.

Calvin mengambil anggur obat dan hendak mengoleskannya pada lukanya, tetapi kedua matanya tertuju pada kaki Jessica.

Wanita itu hanya terbungkus dengan handuk mandi.

Kulitnya putih dan lembut seperti batu permata. Terutama kakinya yang panjang, jenjang dan ramping, tampak memesona di bawah pancaran cahaya.

Ditambah dengan wajah Jessica yang cerah dan dingin, bahkan membuatnya terlihat lebih memesona.

Calvin terdiam, tatapan matanya agak meredup.

Melihat Calvin yang tidak bergerak, Jessica tampak menyadari sesuatu. Tanpa sadar dia langsung mengambil anggur obatnya.

"Biar aku yang melakukannya."

Jessica tahu bahwa Calvin tidak ingin menyentuh tubuhnya.

Awalnya, Calvin yakin bahwa wanita itu memiliki motif tersembunyi saat naik ke tempat tidur. Karena alasan itu, Calvin merasa sangat jijik dan menolaknya.

Tentu saja, dia tidak ingin menyentuh Jessica.

"Jangan bergerak."

Calvin tiba-tiba menyela, memegang betis Jessica dengan satu tangan. Nada bicaranya sangat tenang, tetapi posturnya sangat kuat.

Jessica terkesiap.

Pria itu sudah mencelupkan anggur obat dan mengoleskannya dengan hati-hati pada Jessica.

Anggur obat itu terasa agak dingin, Jessica menggigit bibirnya sambil agak mengernyit karena menahan rasa sakit.

Calvin mengoleskannya dengan hati-hati. Setelah beberapa saat, dia berhenti dan bersiap untuk menyimpan anggur obat itu.

"Lecet di kakimu agak parah, jangan terkena air selama dua hari ke depan."

Calvin memperingatkan dengan nada suara rendah. Akan tetapi, dia sama sekali tidak menyangka saat mendongak perlahan, alis dan tatapan mata lembut Jessica tepat di hadapannya.

Cahaya di ruangan itu tidak menyilaukan.

Jessica menundukkan matanya, bulu matanya tebal, bibirnya agak terbuka. Terlihat ranum dan lembap.

Fitur wajahnya sangat halus. Sepasang mata almond-nya berkelok-kelok dengan pesona yang menggetarkan jiwa.

Calvin terkesiap.

Dia selalu tahu bahwa Jessica adalah wanita yang cantik.

Pada saat ini, Calvin menyadari untuk pertama kalinya betapa cerah dan menawannya sosok Jessica.

Wanita itu adalah istrinya.

Namun, dalam tujuh tahun terakhir, Calvin memperlakukannya dengan dingin. Dia selalu membenci wanita itu dan tidak pernah memberinya kesempatan untuk lebih dekat dengan dirinya.

Mungkin, mereka sudah melewatkan banyak hal.

"Jessica ...." Jakun Calvin bergulir, tetapi sorot matanya dalam dan lembut, lalu dia berkata "Saat itu di hotel, kamu ...."

Sebelum Calvin menyelesaikan ucapannya, dering ponsel yang mendesak mengganggu suasana canggung dan tenang saat itu.

Jessica melirik nama kontaknya, itu dari Sindy.

Dia tidak mengatakan apa-apa.

Lingkaran pertemanan Calvin tidak besar.

Sepulang kerja, hanya ada sedikit orang di perusahaan yang berani mengganggunya. Teman-temannya juga jarang meneleponnya saat larut malam.

Hanya Sindy yang menjadi pengecualian.

Calvin mengerutkan keningnya, tetapi tetap menjawab panggilan telepon itu.

Setelah beberapa saat, Calvin mengerutkan kening dan segera berkata, "Aku tahu, aku akan segera ke sana."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hitung Mundur Kepergian Nona Jessica   Bab 100

    Calvin mengernyit, suaranya dalam dan berat saat berkata, "Tapi, di hatiku cuma ada kamu."Begitu kalimat itu keluar, Jessica tiba-tiba tertawa.Tawa di dalam ruangan makin keras, membuat ekspresi Calvin tampak khawatir. Dia menatap Jessica dengan cemas.Beberapa detik kemudian.Jessica menyeka air mata di sudut matanya, lalu membuka mulut, mengucapkan setiap kata dengan tegas."Di hatimu benaran cuma ada aku atau cuma karena sifat posesifmu?"Selama tujuh tahun menikah, berapa kali Calvin lebih memilih Sindy daripada dirinya?Sekarang, masih bisa-bisanya pura-pura sangat cinta?Jessica menyunggingkan senyum tipis, lalu berbalik pergi tanpa menoleh sedikit pun.Calvin sempat mengulurkan tangan, tetapi matanya penuh penyesalan.Melihat sosok ramping itu benar-benar menghilang dari pandangan, dia berdiri terpaku dan tak bisa bergerak.Sementara itu.Cahaya pagi menembus jendela dan jatuh ke dalam kamar.Setelah Jessica kembali, dia mendapati Ella sudah terbangun.Gadis itu menatap kosong

  • Hitung Mundur Kepergian Nona Jessica   Bab 99

    Calvin mendengar pertanyaan Ricky. Gerakannya sempat terhenti sejenak, teringat akan sikap dingin Jessica kemarin.Karena insiden pura-pura sakit waktu itu, dia tahu Jessica sudah kehilangan kepercayaan pada mereka berdua.Namun.Saat menatap mata Ricky yang penuh harap, Calvin membuka mulut, suaranya agak serak."Ricky, Ayah akan cari cara."Ricky menunduk kecewa karena tak mendapat jawaban pasti.Beberapa saat kemudian.Ricky berkata dengan lirih, "Sayangnya, aku nggak ketemu kunang-kunang."Mendengar itu, ekspresi Calvin langsung dingin. Nada suaranya tegas saat dia berujar, "Lain kali kamu nggak boleh pergi sendiri ke tempat berbahaya. Paham?"Ricky memalingkan wajahnya. Dia menggumam."Tapi, aku mau tangkap kunang-kunang buat Ibu. Kalau Ibu senang, dia mau ajak aku ke taman hiburan. Ayah 'kan sibuk terus, makanya aku pergi sendiri."Kelopak mata Calvin sedikit berkedut. Hatinya campur aduk antara lelah dan perih. Dia hendak bicara saat tiba-tiba ….Tok, tok!Terdengar ketukan pint

  • Hitung Mundur Kepergian Nona Jessica   Bab 98

    Jessica bisa memahami perasaan Dany saat ini. Dia mengangguk ringan dan berkata dengan suara pengertian."Ya, kalau butuh bantuan, bilang saja."Setelah Dany pergi, suasana di sekitar langsung hening.Kamar rumah sakit ini cukup luas. Selain ranjang tempat Ella berbaring, di sebelahnya juga ada satu ranjang lipat untuk pendamping.Jessica berencana bermalam di sini malam ini. Dia merogoh saku, hendak mengambil ponselnya, tetapi malah menemukan dua ponsel.Ternyata, saat buru-buru keluar tadi, dia tak sengaja membawa ponsel milik Ella.Tring!Suara notifikasi pesan tiba-tiba terdengar.Jessica melirik ke arah Ella yang tertidur pulas, lalu tanpa sadar matanya menatap ke layar ponsel yang menyala."Kematian Soni itu salah kamu!""Kalau saja kamu nggak minta putus, dia nggak akan nekat bunuh diri.""Kamu masih bisa hidup setelah semua itu?"…Mata Jessica membelalak, pupil matanya menyempit. Melihat pesan-pesan jahat itu, rasa penasaran yang selama ini dia simpan akhirnya terjawab.Pantas

  • Hitung Mundur Kepergian Nona Jessica   Bab 97

    Jessica mengernyitkan dahi. Begitu melihat Calvin, reaksi pertamanya adalah menghindar. Dia tak ingin terlibat urusan apa pun lagi dengan mereka.Namun.Tepat saat itu, Calvin seperti menyadari keberadaannya, lalu menoleh dan melihat ke arahnya.Pandangan mereka bertemu. Tatapan mereka saling mengunci.Sorot mata Calvin agak cerah. Dia melangkah cepat mendekat, suaranya terdengar agak terkejut."Jessica, kamu juga di sini?"Lalu, ekspresinya berubah jadi cemas dan perhatian."Ada apa? Kamu sakit?"Jessica menatapnya dingin, menggeleng pelan. Dia menjawab, "Terima kasih atas perhatian Pak Calvin. Aku baik-baik saja."Calvin menghela napas lega, tetapi melihat sikap dinginnya, hatinya terasa sesak.Suasana mendadak jadi canggung.Jessica menatap mereka berdua dengan sorot dingin, lalu berbalik hendak pergi. Namun, Calvin tiba-tiba menarik pergelangan tangannya."Jessica, dengar dulu penjelasanku."Ekspresinya penuh keteguhan. Dia langsung menumpahkan semua yang belum sempat dikatakan di

  • Hitung Mundur Kepergian Nona Jessica   Bab 96

    Wajah Ella pucat seperti kertas, tubuhnya sedingin es, dan dia sudah pingsan karena kehilangan terlalu banyak darah.Dany langsung menggendongnya dan melangkah cepat menuruni tangga, sementara Jessica memungut ponselnya dan segera menyusul.Tak lama, mereka tiba di rumah sakit. Ella langsung dibawa ke ruang gawat darurat.Di lorong rumah sakit.Jessica menunduk. Ekspresinya penuh penyesalan dan rasa bersalah. Nada suaranya terdengar berat."Ini semua salahku. Kalau saja aku lebih cepat menyadari perubahan suasana hati Ella, semua ini pasti nggak akan terjadi."Beberapa hari ini, dia terlalu sibuk menyelidiki masalah Keluarga Sudarso, ditambah Ella memang sudah lama tidak kambuh, makanya Jessica menjadi lengah.Namun, Dany sama sekali tidak menyalahkannya. Dia mengepalkan tangan dan memukulkannya ke dinding dengan keras, seolah tak merasakan sakit sedikit pun."Ini bukan salahmu. Aku juga gagal jadi seorang kakak."Suaranya serak, penyesalannya sama dalamnya dengan Jessica.Namun.Karen

  • Hitung Mundur Kepergian Nona Jessica   Bab 95

    Ricky terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Wajahnya pucat dan mulutnya terus bergumam."Ibu."Calvin mengernyit. Hatinya ikut teriris. Dia mencoba menenangkannya."Ricky, kalau kamu sembuh, Ayah akan ajak kamu ketemu Ibu, oke?"Mendengar itu, Ricky pun berhenti rewel. Dia memejamkan mata dan tertidur lelap.Sindy menggigit bibir bawahnya.Anak tak tahu terima kasih ini … Dia sampai rela mempertaruhkan nyawa demi menemani anak itu cari kunang-kunang ke luar kota, tetapi yang ada di kepala anak itu tetap saja Jessica.Dia berpikir sejenak, merasa tak terima begitu saja, lalu mulai menjelekkan Jessica di depan Calvin."Calvin, Nona Jessica benar-benar kejam. Dia memanfaatkan kerinduan Ricky padanya buat mendorong Ricky melakukan hal berbahaya begitu."Begitu kata-kata itu meluncur, suasana di dalam kamar seketika membeku.Calvin mengerutkan kening lebih dalam. Dia berkata dengan nada tak senang, "Jessica bukan orang seperti itu. Ini pasti ada kesalahpahaman. Aku nggak mau dengar ucapan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status