Share

Sekilas

     Beberapa kawan melayani customer dengan gelisah, termasuk Handy. Cuaca di luar begitu terik sementara di dalam customer mengular. Sebenarnya wajar saat sabtu seperti ini, di mana kantor justru buka layanan setengah hari. Namun entah kenapa hari ini berasa gerah sekali, meski AC sudah pol. Maya melirik mas Agung, berharap dia tanggap lantas membelikan kami es atau turun membantu melayani. Cuma sepertinya harapan tinggal harapan, mas Agung konsentrasi menyelesaikan laporan bulanan rupanya. Handy tersenyum, geli melihat tampang dan dengusan kawan-kawannya bergantian sementara senyum tetap merekah di bibir. Ini barangkali yang namanya profesionalitas. Handy makin geli melihat Maya melotot saat memergokinya tersenyum. Handy mengirim kode mau bagaimana lagi. Sampai mas Agung berdehem karena mereka tidak menyadari kehadirannya.

     Terbayang kan, sungguh menyiksa sepanjang bekerja diawasi pimpinan seperti ini. Itu sebabnya karyawan di kantor ini keluar masuk. Banyak yang merasa tidak betah. Namun berbeda dengan Handy yang sangat membutuhkan biaya, sementara pekerjaan yang tersedia bagi lulusan SMA sepertinya tidak banyak. Meski jadi cleaning service pun siap dia jalani. Mas Agung juga sebenarnya bukan tipe pemimpin yang otoriter menurut Handy. Malah sebaliknya, cukup memahami dan membantu. Tapi begitulah, pendapat orang selalu berbeda.

     “Makan dulu gih!” Handy mempersilakan Maya istirahat duluan saat melihat wajahnya tampak sangat lusuh. “Jelek tau!” bisiknya mengolok. Maya membalasnya dengan tendangan kecil di kaki, lantas terkikik puas saat dilihatnya Handy mengaduh.

     Handy meluruskan punggung sejenak saat melayani customer entah ke berapa. Maksud hati membuang penat sejurus melempar pandang ke luar. Namun bak disengat beribu lebah saat tertangkap olehnya sosok cewek yang kemarin menghadangnya juga yang begitu membuatnya penasaran, termasuk sangat dicarinya terlihat parkir di depan kantor. Ah! Tidak ternyata! Dia hanya mengantar seseorang. Handy tidak ingin kehilangan. Dia segera berlari keluar seraya minta maaf pada costomer yang sedang dilayaninya.

     Ah! Handy memukul udara. Cewek tadi sudah melesat pergi bersama motornya. Eh tapi, Handy teringat sesuatu. Lantas celingukan mengira-ira mana orang yang tadi diantarnya. Maklum tatapnya terpaku pada cewek itu, sehingga sosok seseorang yang diantarnya terabaikan.

     “Maaf, apa mbak tadi yang diantar oleh mbak yang mengendarai motor bebek biru di sana,” tanyanya untuk kali ketiga. Beberapa orang mulai memperhatikan tingkahnya, tak terkecuali mas Agung. Apalagi customer yang sedang dilayaninya. Namun tekad Handy benar-benar sudah bulat, dia harus memperoleh satu petunjuk.

     “Motor bebek biru? Ah! Saski? Iya mas, betul.”

     Dan jawaban cewek itu membuat Handy bagai diguyur seember es, adem banget. “Setelah saya selesai dengan ibu itu, silakan ke meja saya, akan segera saya layani mbak,” pelan bujuk Handy, supaya customer lain tidak mendengar dan menjadi iri.

     “Saya hanya mengambil pesanan saja kok mas. Dan itu! Sedang diambilkan,” jawab cewek itu.

     Handy segera menengok ke dalam, kemudian setengah berlari memberi pesan kepada kawannya untuk menanyakan nomor Saski. Handy tidak bisa bercerita lebih banyak karena raut customer  yang sedang dilayani sudah terlihat marah. Pun sama dengan tatap mata mas Agung yang sekarang lurus ke arahnya. Dia hanya bisa berharap, kawannya ini akan mengingat pesannya dengan baik.

     “Sana gantian!” bisik Maya setelah Handy menyelesaikan transaksi customer terakhir tadi. Namun maksud Handy untuk segera menanyai kawan yang tadi dimintai tolong untuk menyampaikan pesannya tertunda. Tangan mas Agung sudah duluan melambai memanggilnya. Dan di sinilah Handy sekarang, menjadi pesakitan di ruang pimpinan. Handy hanya bisa menjawab ‘iya mas’ dan ‘maaf’ saat mas Agung panjang menegur dan menasihatinya. Dia akui kesalahannya, meski sama sekali tidak disesalinya. Tentu, karena momen kebetulan seperti itu hampir mustahil dia dapatkan. Mencaripun belum tentu akan berhasil dalam dua dasa warsa. Berlebihan memang, tapi bukankah itu yang namanya keberuntungan? Handy segera mencari kawan yang dititipi pesan begitu keluar dari ruang kerja mas Agung.

     “Eh! Dapat?” tanya Handy antusias. Dan betapa Handy jengkel sekaligus dongkol saat jawaban kawannya hanya menepuk jidat. Sia-sia sudah pengorbanannya. Eh, Tunggu!

     “Tadi dia mengambil pesanan atas nama siapa?” Sebuah ide mampir ke otak Handy.

     “HMJ apa ya, pokoknya Universitas Setia Budi. Cek aja! Adminnya Yuli kayaknya.” Bener-bener ni anak, sama sekali tidak bisa diandalkan, kesal Handy dalam hati. Tapi lumayanlah, minimal mempersempit ruang pencariannya. Terbersit rasa minder untuk sesaat. Anak kuliahan, batin Handy. Namun terlanjur rasa penasarannya justru semakin besar.

     “Yaudah bro, makasih!” Handy menepuk bahu kawannya. Namun sadar harus menunda keinginannya untuk langsung ke meja Yuli mengingat antrian yang rasanya tidak pernah berkurang meski mereka sudah  begitu lelah melayani. Sabar Handy, bisiknya pada diri sendiri.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status