Home / Romansa / I Love You, My Boss / Bab 3 Gadis Asing

Share

Bab 3 Gadis Asing

last update Last Updated: 2021-10-28 11:59:41

Hari telah lewat tengah malam, Erlangga baru saja tiba di rumah mewahnya. Usai memarkirkan kendaraan roda empat, laki-laki itu bergegas masuk ke rumah. Tubuhnya sudah sangat lengket, seharian berada di proyek kontruksi mengakibatkan mengalir membasahi.

Melihat rumah dalam keadaan gelap gulita, Erlangga segera menyalakan beberapa lampu. Seketika rumah berhias ukiran itu pun terang benderang. Laki-laki bertubuh tegap itu pun beralih ke kamar utama yang berada di lantai dua. Dengan langkah tegap, dia menaiki satu per satu anak tangga. Tepat di ujung tangga, Erlangga meraih knop pintu jati berhiaskan ukiran.

Laki-laki itu meletakkan tas kerja pada sofa, lalu segera menuju kamar mandi. Di bawah guyuran shower, Erlangga membasuh tubuh lengketnya. Gemercik air yang membasahi badan kekarnya begitu menyegarkan. Dia merasa lega, tubuhnya telah kembali bersih.

Dengan mengenakan handuk yang melingkar di pinggang, Erlangga keluar dari kamar mandi. Dia menghidupkan lampu utama di kamar, lalu berjalan menuju ke arah lemari untuk mengambil pakaian ganti. Namun, pandangan laki-laki itu menangkap sesuatu yang aneh di atas tempat tidur. Erlangga mengurungkan niat, lantas mengendap untuk memastikan dugaannya.

Tepat di samping ranjang, laki-laki itu menyibak selimut. Matanya membulat sempurna mendapati seorang gadis yang tengah terlelap. Wajah terkejutnya berubah menjadi merah padam.

"Hey! Bangun! Siapa kamu?" bentak Erlangga tanpa rasa takut.

Mendengar suara berat yang berteriak, Ilona terperanjat. Dia segera membuka mata dan mengambil posisi duduk.

"Aaaaah! Siapa kamu?" teriak Ilona sembari menutup mata. Dia begitu terkejut melihat seorang laki-laki bertelanjang dada berdiri di hadapannya.

"Hey! Harusnya aku yang tanya, siapa kamu? Kenapa berada di rumahku? Maling, ya?" tanya Erlangga geram.

"Bu--bukan, aku bukan maling." Ilona masih menutup wajahnya.

Melihat tingkah gadis itu, Erlangga beralih ke sisi lain ranjang. Tanpa aba-aba, dia meraih tangan Ilona dan menyeret dengan kasar. Gadis itu terpaksa membuka mata dan memohon pada sang pemilik rumah agar tidak mengusirnya.

"Pergi dari rumahku!" bentak Erlangga sembari menghempaskan genggaman tangan Ilona di ambang pintu.

"Aku mohon, izinkan aku bermalam di rumah ini. Aku berasal dari jauh dan tidak mempunyai tujuan, Om." Ilona mengiba, mengharap belas kasih dari Erlangga.

"Om? Kamu pikir aku setua itu?"

"Lalu, aku harus manggil apa? Bapak, Kakak, Mas?"

"Terserah! Keluar dari rumah ini sekarang juga!" Erlangga berkacak pinggang, tidak suka dengan kehadiran Ilona.

Ilona bersimpuh. Untuk pertama kali dia mengesampingkan harga diri guna mendapat tempat untuk berlindung. Tidak ada tempat tujuan lain, gadis itu tidak tahu harus pergi ke mana.

Laki-laki berahang tegas itu melengos, tidak mendengarkan rengekan Ilona. Dia tidak mengerti mengapa gadis berhidung minimalis tersebut bisa berada di dalam rumahnya.

"Mas, aku mohon. Izinkan aku bermalam di sini. Kalau pacar aku sudah menghubungi, pasti aku akan segera pergi dari sini."

Pacar? Mendengar hal itu Erlangga menatap lekat wajah gadis yang sedang bersimpuh. Padahal, beberapa menit lalu Ilona mengatakan bahwa dia merupakan pendatang dari jauh. Laki-laki itu mengernyitkan kening, menduga yang terjadi pada gadis itu. Hanya dengan menatap wajahnya, Erlangga tahu bahwa dia gadis baik-baik. Lalu, mengapa dia rela pergi dari rumah demi seseorang yang belum jelas hubungannya? Rasa iba mendadak hadir di hatinya melihat Ilona yang terlihat kebingungan.q

"Tunggu di sini! Kita perlu bicara!" tegas Erlangga sembari melangkah masuk ke kamar kembali.

Laki-laki bertubuh tegap itu bergegas mengganti handuk dengan kaus dan celana pendek. Outfit yang biasa dia kenakan di rumah. Setelah menyisir rambut, Erlangga kembali keluar kamar dan mendapati Ilona masih bersimpuh di depan pintu. Dia mengembuskan napas kasar. Niat hati ingin beristirahat setelah sampai rumah ternyata gagal total.

"Bangun! Ikuti aku!" perintah Erlangga dengan nada tegasnya.

Ilona bangkit, lalu mengikuti laki-laki pemilik rumah. Gadis itu menatap punggung Erlangga yang tertutup kaus biru laut. Pikirannya melayang pada kejadian di dalam kamar, bisa-bisanya mata polosnya ternoda karena melihat tubuh atletis Erlangga. Ilona bergidik ngeri, menepis pikiran kotor.

Di sofa depan televisi, Erlangga duduk. Tangan laki-laki itu terlipat di dada dengan pandangan yang terus memindai gadis yang ikut duduk pada sisi lain sofa.

Ilona menunduk, tidak berani beradu tatap dengan si pemilik rumah. Sorot mata laki-laki itu menegaskan tidak menyukai keberadaannya. Debaran di dadanya semakin tidak menentu, bisa saja pemilik rumah bukan laki-laki baik.

"Kenapa kamu sampai di sini? Jelaskan!" ujar Erlangga.

"A--aku sebenarnya kabur dari rumah, Mas," jawab Ilona terbata-bata.

"Apa? Kabur dari rumah hanya untuk bertemu pacar? Yang benar saja! Kamu itu masih muda, terlihat berpendidikan juga. Namun, sayangnya bodoh!" Erlangga menekankan di akhir kalimat dan langsung mendapat tatapan tidak suka dari Ilona.

"Aku kabur karena menolak dijodohkan, Mas! Mana ada gadis zaman sekarang mau menikah karena perjodohan. Lagi pula aku sudah memiliki seseorang yang aku cintai!"

Erlangga mencebik, lalu mengalihkan pandangan ke tempat lain. Alasan Ilona sangat menggelitik pendengarannya. Bagaimanapun dia tidak bisa membiarkan gadis itu tinggal hanya bersama pacar di kota besar tersebut. Erlangga bisa melihat bahwa Ilona masih begitu polos.

"Mas, izinkan aku tinggal di sini. Aku siap bekerja apa saja untuk membalas kebaikan Mas." Ilona menangkupkan tangan di hadapan Erlangga, memohon agar Erlangga luluh.

Erlangga tampak berpikir sejenak, membiarkan gadis polos itu berkeliaran sendiri pun berbahaya. Jika tinggal di rumah itu, setidaknya Ilona memiliki tempat untuk berlindung dari gangguan laki-laki hidung belang. Terlebih, laki-laki bertubuh kekar tersebut pun membutuhkan asisten rumah tangga untuk membersihkan rumahnya.

"Baik. Apa kamu bisa melakukan pekerjaan rumah tangga? Mencuci, memasak, membereskan rumah, dan lainnya."

"Bisa, Mas. Aku sangat bisa melakukan semua pekerjaan itu." Mata Ilona berbinar, ternyata laki-laki yang duduk di hadapannya tidak begitu menakutkan.

"Siapa nama kamu?"

"Ilona, Mas."

"Bawa tanda pengenal? Coba tunjukkan padaku!"

Ilona tampak celingukan, mencari tas ransel yang dibawanya. Dia teringat bahwa tas tersebut masih tertinggal di kamar besar si pemilik rumah.

"Mas, apa boleh aku ke kamar kamu lagi?"

Erlangga mengernyitkan dahi dan dibalas senyuman oleh Ilona. Gadis itu seakan tahu pemikiran laki-laki bertubuh atletis tersebut.

"Tas aku masih tertinggal di sana, Mas. Aku hanya mau mengambil tas aku saja."

"Ambilah. Cepat!" Erlangga mengembuskan napas pelan. Ternyata, pemikirannya tentang gadis itu salah.

Masih bersedekap, Erlangga menanti gadis berhidung minimalis itu kembali ke ruang televisi. Tidak beberapa, Ilona datang dengan napas terengah-engah. Dia langsung membuka dompet dan menyerahkan kartu pengenal pada Erlangga. Laki-laki tersebut menerima, lalu membaca dengan saksama identitas si pemilik manik mata cokelat.

"Kartu ini aku simpan sebagai jaminan. Aku serahkan jika kamu sudah memutuskan untuk pergi."

"Tapi, ---."

"Enggak ada tapi, aku harus menjamin keamanan rumah ini. Bisa saja kamu hanya menipuku."

Ilona mengangguk pasrah, tidak ada upaya lagi untuk melawan. Dia bersyukur bisa tinggal di rumah mewah itu untuk sementara waktu. Setidaknya sampai Arsenio menjemputnya atau mengetahui tempat tinggal laki-laki tersebut.

Suara gemuruh dalam perut terdengar begitu nyaring di tengah kesunyian. Secepat kilat Erlangga menoleh. Ilona pun segera menutup perut dan tersenyum kikuk.

"Aku lapar, Mas. Sebuah apel pun tidak mampu mengganjal perut ini," ucap Ilona lirih.

"Apel?"

"Iya, aku memakan apel di kulkas tadi."

Erlangga memutar bola mata malas. Tidak percaya gadis itu telah berbuat lancang dengan menjelajah seisi rumah.

"Jadi, kamu memakan makananku tanpa izin. Iya?"

"Maaf, Mas. Aku sangat lapar."

"Itu kamar kamu, pergilah ke sana. Bersihkan dirimu, lalu ikutlah denganku untuk mencari makanan. Aku tunggu dalam sepuluh menit. Jika kamu tidak keluar, aku akan ---."

Belum selesai Erlangga berucap, Ilona telah bangkit lebih dulu. Dia berlari menuju kamar yang ditunjuk laki-laki itu.

"Aku mengerti, Mas. Tunggu aku!" teriak Ilona bersemangat.

"Dasar! Tingkahnya seperti di rumah sendiri saja!" gerutu Erlangga.

Usai Ilona menghilang di balik pintu, laki-laki itu beralih menatap tanda pengenal di tangan. Sebelah ujung bibir Erlangga tertarik ke atas, lalu bangkit dari duduk untuk menuju ruang pribadi miliknya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • I Love You, My Boss   Bab 18 Rasa Khawatir

    Kenapa belum tidur, Mas?” tanya Ilona ketika melihat Erlangga duduk di beranda belakang. Laki-laki itu menoleh, lalu menyunggingkan senyuman melihat Ilona yang berdiri di ambang pintu dengan mata menyipit. “Aku belum mengantuk, Lon. Kalau kamu masih ngantuk, tidur lagi sana!” perintah Erlangga. Bukannya menuruti ucapan sang bos, Ilona malah mendekat dan duduk di samping Erlangga. Awalnya, dia terbangun sebab haus dan mengambil air minum di dapur. Akan tetapi, ketika hendak kembali ke kamar, Ilona melihat pintu belakang yang terbuka. Oleh sebab itu, dia mendekat dan mendapati Erlangga tengah termenung di sana. “Mas Erlangga lagi ada masalah, ya?” tanya Ilona lagi. “Enggak.” “Lalu, kenapa belum tidur jam segini?” “Ada hal yang sedang aku pikirkan saja.” Satu pukulan mendarat di lengan Erlangga. Sontak saja laki-laki pemilik bisnis kontruksi itu mengaduh kesakitan. Dia menoleh dan memperlihatkan tatapan tajam pada Ilona. “Sakit tahu, Lon! Kamu itu wanita atau laki-laki, sih? Ka

  • I Love You, My Boss   Bab 17 Pernyataan Cinta Mario

    “Apa perasaanmu lebih baik?” tanya Mario di sela-sela menikmati makan malam. “Ya, seperti yang kamu lihat saat ini. Aku baik-baik saja,” balas Bianca. Keduanya pun saling berbalas senyuman, lalu kembali menyuap makanan ke mulut masing-masing. Sepulang bekerja, Mario sengaja menanti Bianca di tempat biasanya. Laki-laki itu tidak ingin hubungan dekatnya dengan sang baawahan diketahui karyawan lainnya. Bukan tanpa sebab, jika kedekatan mereka tercium, maka akan menimbulkan gosip dikalangan karyawan. Hal itu tidak baik untuk karir keduanya. Terlebih, Mario merupakan anak dari pemilik perusahaan yang akan meneruskan bisnis sang papa. Hubungan tersembunyi keduanya sudah berlangsung sekitar tiga tahun. Tepatnya, setelah Mario mulai bekerja di perusahaan sang papa usai mengurus cabang di luar kota. Dia yang tertarik pada Bianca, langsung mencoba mendekatinya. Sayangnya, pengakuan Bianca bahwa dirinya telah memiliki tunangan membuat Mario kecewa. Laki-laki itu pun memutuskan untuk berteman

  • I Love You, My Boss   Bab 16 Kejutan Kecil

    “Yakin cuma belanja ini saja, Mbak?” tanya Pak Paiman, tukang sayur keliling langganan Ilona. “Iya, Pak. Mas Erlangga sedang tidak ada di rumah. Jadi, aku hanya masak sedikit saja,” jawab Ilona. “Lagi ada tugas luar kota?" Ilona mendekat, lalu berkata dengan sedikit berbisik, “Mas Erlangga sedang ke Jakarta menemui kekasihnya, Pak.” Pak Paiman manggut-manggut. Tangan legamnya dengan terampil memasukkan belajaan Ilona ke kantong plastik sembari menghitung. Setelah itu, laki-laki paruh baya tersebut menyerahkan plastik berisikan sayur bayam beserta tahu dan tempe kepada Ilona. Gadis itu pun menerima dan mengeluarkan sejumlah uang sesuai harga belanjaan. “Mbak Ilona enggak cemburu gitu Mas Erlangga ke Jakarta?” lanjut Pak Paiman. “Cemburu? Kenapa aku harus cemburu? Pak Paiman ini ada-ada aja.” Ilona terkekeh, lucu mendengar pertanyaan laki-laki paruh baya tersebut. “Lah iya, dilihat-lihat itu Mas Erlangga ganteng, banyak gadis-gadis di sini yang naksir, loh. Bisa saja Mbak Ilona ju

  • I Love You, My Boss   Bab 15 Penolakan Bianca

    [Aku sudah sampai. Kamu baik-baik saja di rumah, 'kan?]Ilona membaca sekilas pesan dari Erlangga yang masuk ke ponsel miliknya. Setelah itu, dia meletakkan benda pipih itu tanpa berniat membalas. Ilona bersyukur majikan tampannya telah sampai di Jakarta. Selama berada di sana, gadis itu berjanji tidak akan mengganggu Erlangga.Ilona keluar dari aplikasi hijau, lalu beralih ke aplikasi berlogo F. Dia kembali memeriksa pesan masuk, barangkali Arsenio mengirim pesan. Akan tetapi, angannya tidak sesuai kenyataan. Akun milik Arsenio tidak aktif.Untuk menenangkan hati, Ilona beralih ke dapur dan menyeduh secangkir cokelat hangat. Gadis itu tersenyum bahagia ketika menghidu aroma cokelat yang begitu lezat. Dia pun membawa secangkir cokelat itu beserta setoples camilan ke ruang televisi.Setelah meletakkan minuman serta makanan ke meja, Ilona mencari remote televisi. Akan tetapi, dia tidak menemukan benda tersebut. Ilona membuka laci meja satu per satu, barangk

  • I Love You, My Boss   Bab 14 Bertemu Bianca

    Cukup lama Ilona menunggu, tetapi pesannya tidak kunjung mendapat balasan. Gadis itu berdecak kesal, Arsenio sungguh telah menguji kesabaran."Ish, kenapa enggak aktif lagi? Apa dia melupakanku? Apa dia sudah memiliki wanita lain? Enggak ... enggak ... enggak." Ilona menggeleng cepat, menepis pikiran buruk.Untuk mendinginkan hati, Ilona pun berniat mencari minuman dingin. Dia mengayunkan kaki melewati ruang keluarga untuk menuju dapur. Ilona meraih gelas, lalu menuang minuman dingin yang diambil dari dalam kulkas. Perlahan, dia meneguk hingga habis. Setelah puas, tangannya mengusap mulut yang basah."Aku pasti akan menemukanmu, Arsen!" gumam Ilona.Gadis berambut sebahu itu memilih kembali ke kamar. Tidak ada Erlangga di rumah membuatnya sedikit santai. Dia tidak harus menyiapkan makanan. Ilona sendiri bisa makan sesuka hati, apa yang diinginkan.Ketika melewati ruang keluarga, tiba-tiba Ilona terbayang wajah Erlangga. Biasanya, laki-laki itu dudu

  • I Love You, My Boss   Bab 13 Rindu yang Salah

    "Baik-baik di rumah. Kalau butuh belanja sayur, cukup di tukang sayur depan rumah. Jangan keluyuran enggak jelas. Tunggu aku pulang, baru kita cari Arsenio!" pesan Erlangga.Ilona menyunggingkan senyuman. Sudah puluhan kali dia mendengar pesan yang sama dari bibir Erlangga. Gadis itu hanya bisa mengatakan 'iya' sebagai jawaban.Sebuah koper telah digenggam Erlangga. Laki-laki itu berhenti di ruang televisi, lantas berbalik menatap Ilona yang berada di belakangnya. Sementara itu, Ilona mengernyitkan kening. Dia heran dengan polah laki-laki berkemeja kotak tersebut. Padahal, Erlangga ingin ke Jakarta untuk menemui kekasih hatinya. Namun, mengapa dia malah mengkhawatirkan dirinya yang berada di rumah?"Ada apa lagi, Mas?" tanya Ilona."Ingat pesanku!" tegas Erlangga."Iya. Iya. Iya. Aku tahu My Boss paling ganteng. Jangan khawatirkan aku. Tenang saja."Mendapat jawaban yang begitu manis, Erlangga merasakan sesuatu yang berbeda. Dadanya me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status