"Lo habis jalan 'kan sama Farel?" tanya Olive penuh rasa curiga.
Sina bergeleng cuek. Kakaknya seharunya berhenti membicarakan cowok itu. "Gue gak jalan sama cowok lo!"
"Halah! Orang gue liat sendiri. Tadi lo dianterin cowok ke rumah. Siapa lagi kalo bukan Farel?"
Sina tersenyum miris. "Gue bukan lo yang ngerebut pacar adiknya sendiri!" Tekan Sina menyindir membuat bola api di ubun-ubun Olive kian menyala.
Oliv menggigit bibirnya dalam-dalam menahan kekesalan. Ia mengeluarkan sesuatu di belakang punggungnya. Kemudian menunjukan benda itu pada Sina.
Sina mengerutkan dahi saat menangkap benda yang ada di tangan Olive.
"Mau lo apain foto gue sama bunda?"
"Mau gue sobek!" Dan seketika Olive menghancurkan benda itu tepat di depan wajah adiknya.
Sina seger
"Woi, ada yang pingsan!" teriak salah satu seorang siswa yang ikut dihukum memberi hormat pada bendera. Orang itu berada tepat di sebelah Sina.Semua orang yang mendengar siswa itu refleks mengarah padanya."Sina?" Kaget Alan. Sejurus kemudian Farel mendahuluinya membawa Sina Ken UKS.Farel menggendong Sina dan berlari cepat membawa gadis itu ke UKS. Wajahnya tampak pucat. Farel bisa merasakan panas dari tubuh cewek yang sedang ia gendong.Alan mengejar Farel ke UKS untuk ikut memeriksa kondisi Sina. Dokter yang bekerja di sana langsung memeriksa keadaan Sina.Farel membawa Alan ke luar dan menyalahkan cowok itu."Kalo mau ngehukum orang pikir-pikir dulu! Lo gak lihat keadaan Sina?""Kalo tahu cewek di depan gue itu Sina, gak bakal gue biarin lo ngehukum dia!" Tajam Farel penuh amarah. Ia tidak tahu dari mana amarah ini datang. Yang pasti, sekarang Farel diselimuti rasa khawatir dan ketakutan mengenai kondisi anak itu.
Alan membeberkan Snack-snack itu dengan rapi. Kemudian mendorong trolinya ke rak lain lagi. Dan melakukan hal yang sama pada rak-rak itu.Pria yang berdiri di samping Alan tak senagaja menjatuhkan Snack kaleng. Saat itu Alan buru-buru mengambilnya. Namun pada saat Alan mengulurkan makanan itu, Alan terhenyak mendapati keberadaan Surya, ayah tirinya.Akan tetapi, untung saja Surya sedang tidak memakai kacamata sehingga wajah Alan tidak tampak jelas. Alan cepat-cepat meletakan beda itu ke tempatnya lagi, setelah itu ia terbirit-birit untuk sembunyi, karena Surya sudah mulai meraba kacamata untuk ia pakai. Jika Alan ketahuan bekerja di sini pastilah kekisruhan terjadi. Dan Alan tidak mau terjadi apa-apa. Apalagi sampai Surya memberitahukan hal ini pada Dila."Kemana karyawan tadi?" Surya berjalan menuju kasir untuk membayar camilan yang baru saja ia beli."Totalnya 300 ribu, Pak."Surya membayarnya dan mengambil plastiknya lalu segera keluar dari minimarke
Sina menolak untuk diantarkan Rangga pulang. Ia memilih naik bus, karena kondisinya sudah lebih baik. Sina mulai terbiasa lagi dengan tatapan orang-orang yang seolah jijik terhadapnya."Wah, itukan si pengecut Sina, gais!" ujar seorang siswi yang baru masuk ke dalam bus.Sina cepat-cepat menyembunyikan wajahnya ke dalam tas. Namun, naas sekali ia sudah lebih dulu ketahuan.Sebut saja Misha, dia adalah temannya Olive yang sangat membenci Sina. Sina tak tahu jelas apa alsan Misha ikut membencinya, yang pasti selama Sina sekolah di sekolah lama, gadis itu pun ikut membullynya."Hallo, apa kabar Sinar Rembulan?" sapa Misha yang langsung duduk di samping Sina. Dan Lia memilih duduk di belakang Sina."Semenjak lo pindah, sekolah kita jadi sepi. Ya, gak?" Misha meminta persetujuan Lia, adik kelasnya."Bener tuh, Kak. Kita jadi kesepian gak ada kakak ini. Hihi!""Saran gue, Sin. Mending Lo balik lagi aja ke SMA Arwana.""Ngga!" balas S
Olive tahu apa yang harus ia lakukan untuk menebus kesalahannya pada Deo, karena sudah membohonginya waktu itu. Ia memutuskan untuk ikut berperang dengan ST, meski sebenarnya ia tak ingin menyakiti Farel.Pink Girls adalah nama geng yang Olive ketuai. Tidak banyak memang anggotanya. Namun, mereka sangat berpengaruh.Olive memang liar, bahkan sudah sejak dari dulu. Hanya saja ia pandai menutup diri, menyembunyikannya dari keluarga.Di sekolah banyak yang tidak tahu bahwa ia adalah kakaknya Sina. Sina sendiri yang melarang Olive mengakui dirinya.Tiap melihat adiknya dibully, tentu Olive akan menolong Sina. Akan tetapi, gadis itu akan menjauh darinya, karena Sina pun tak mau membuat nama Olive jadi jelek saat mereka tahu bahwa Sina adalah adiknya.Pernah suatu hari, ketika Sina terjatuh di pinggir lapangan ulah seorang cowok yang meringkus kaki Sina saat berjalan.Pada saat Sina terjatuh beberapa orang menaburinya dengan sampah. Ke
"Pah kalo Sina dijemput mama sama bunda Sina boleh ikut gak?"Rian menoleh kala mendengar kalimat itu dari putrinya. Rian dengan lekat memandang wajah Sina yang pucat."Kalo kamu ikut sama mereka, berarti kamu gak sayang sama papa.""Tapi Sina capek hidup dilingkarkan luka terus, Pa. Papa gak pernah tahu rasanya jadi Sina," keluh gadis itu yang terlihat muram."Sebentar lagi mereka datang. Sina mau ikut mereka aja ah.""Siapa?""Mama sama bunda, Pah," sahut Sina dengan semangat yang berapi-api.Ternyata ucapan Sina benar. Ada dua orang wanita cantik yang mendatangi mereka di taman bunga."Tuh mama sama bunda!" Tunjuk Sina pada mereka berdua yang sedang bergandengan tangan menuju ke arah Sina dan Rian.Rian mematung di tempat. Ia benar-benar menyaksikan Lili dan Rindu datang menghampirinya. Dua cinta dalam kisah berbeda. Mereka nyata.Sina beranjak untuk memenuhi uluran tangan Lili dan Rindu."Se
Gadis bermata bening sedang duduk di kursi belajarnya seraya menelisik kalender di depannya. Gadis itu mengambil kalender berukuran sedang. Ia menghela napas. Huft! "Sebentar lagi ujian semester," ucapnya. "Harus belajar mati-matian. Aku sempat ketinggalan materi lagi." Sina mengetok kepalanya. "Kalo aja gak pingsan! Huh!" Sina mulai membuka buku. Jendela di biarkan terbuka, membuat angin malam menemani Sina dengan kesibukannya. Tak terasa malam semakin larut. Kepala Sina perlahan turun, kelopak matanya perlahan menutup. Pulpen di tangannya terjatuh di atas meja belajarnya. Gadis itu tertidur menindih buku-buku berisi tugas yang hampir rampung. Malam berganti pagi, tepatnya subuh. Sina dibangunkan oleh Nessa, karena hari ini hari Minggu. Tugas Sina pada hari ini adalah berbelanja sebelum matahari terlihat, sebab di pasar subuh semua bahan akan menjadi murah dari harga relatif pada siang dan sore hari. Ne
Sina duduk di taman yang tak cukup ramai. Ia mengayunkan kakinya di kursi panjang dekat dengan bunga-bunga taman yang sedang kuncup.Kepalanya mulai mendongak ke atas, melihat langit yang dipenuhi taburan bintang-bintang kemilau.Sina tersenyum kecil kala melihat bulan bersinar terang."Malam ini kamu ngga sendiri lagi, banyak bintang yang menemani malammu," racau Sina kepada sang Dewi Malam."Andai aku jadi bulan--""Maka gue akan jadi langitnya," sela Farel yang tiba-tiba duduk di sebelah Sina. Gadis itu terlonjak kaget dan langsung mendelik."Lo akan selalu melekat pada langit apa pun kondisinya," imbuh Farel sembari menatap Sina lekat-lekat.Sina masih belum beranjak dari tatapan mata Farel. Entah kenapa ia juga terhanyut dalam pandangannya, seolah jiwanya ikut bergetar kala netra Farel berserobok dengan netranya.Sina segera bergeleng untuk menyadarkan dirinya. Ia segera melihat ke depan lagi. Tiba-tiba dadanya berdebar he
"Kenapa si harus pakai berantem segala. Kamu ada masalah apa sama Farel?" Sina menjamah luka di bagian pipi Rngga."Aku juga gak tau, awshh." Desis Rangga seraya menahan sakit di bagian wajahnya. Pukulan Farel sungguh luar biasa, seakan wajahnya di buat beku oleh lebam."Kok gak tau? Farel gak mungkin nyerang kamu kalo ngga ada sebabnya. Kalian itu kenapa si? Ada apa?" Dengan hati-hati Sina mengobati luka-luka itu."Farel cuma salah paham," jawab Rangga akhirnya."Tuh kan, pasti ada yang terjadi. Coba cerita sama aku, Ga." Dengan telaten gadis itu merawat lukanya."Farel lihat aku ciuman sama Shela," kata Rangga membuat tangan Sina berhenti.Deg!Sina menurunkan tangannya dari wajah Rangga.Entah kenapa hatinya tiba-tiba sakit kala mendengar itu dari Rangga."Tapi pada nyatanya aku gak ngelakuin itu. Farel salah lihat," lanjut Rangga membuat Sina menoleh.Rangga menceritakan yang sebenarnya terja