46"Mengemudi yang betul, jangan sambil mengobrol! Ingat kau membawa banyak nyawa di mobil ini!" teguran Alexander yang lumayan keras membuat Aira dan Abi bungkam dalam sekejap. Raka yang terus berjingkrak dan menarik baju lelaki di depan mereka, sengaja Aira alihkan ke tangan Nina dibelakang. Agar tak terus mengganggu Abi yang sedang mengemudi. Tidak memiliki figur ayah, membuat Raka kegirangan saat ada seorang pria dewasa yang memberinya perhatian. Ia seperti nyaman dengan Abi yang memang menyukai anak-anak. Itu kesimpulan sementara yang bisa Aira ambil dari interaksi Raka dan sopir Alexander itu. ***"Pilihlah hadiah untuk anakmu! Aku tidak tahu apa yang disukai Raka!" Alexander berkata pelan begitu masuk sebuah toko mainan serba ada. Alexander sengaja berbisik agar di mata orang lain mereka terlihat seperti sepasang suami istri yang tengah berdiskusi. "Sebenarnya, ini tidak perlu, Tuan. Raka masih kecil, bayi satu tahun belum tahu apa yang mereka inginkan. Lagipula ….""Setida
47"Apa kau ingin menu baru untuk makan malam? Atau ingin memakan sesuatu yang lain selain makanan ini?" tanya Alexander dengan lembut, saat mereka tengah menyantap makan malam. Aira mendongak mendengar pertanyaan sang boss. Lalu menatap lelaki yang barusan bicara. Benarkah Alexander bicara selembut itu? Dan … lihatlah! Malam ini lelaki itu tampak beda. Ia tidak lagi memakai kemeja serba hitam yang membosankan. Sesuatu yang baru disadari Aira. Pantas saja tadi saat mereka akan ke mall serasa aneh melihat penampilan Alexander. Ternyata lelaki itu tidak memakai kemeja hitam, melainkan warna biru langit yang sangat manis. "Tidak perlu, Tuan! Ini sudah cukup!" jawab Aira seraya menunduk lagi dan kembali menyuap. "Kalau besok mau menu baru, kau diskusikan saja dengan Hasna agar koki bisa mencari referensi makanan yang lain. Atas persetujuan ahli gizi tentu saja," lanjut Alexander lagi masih dengan suara lembut. Sungguh aneh di telinga Aira. "Ya, Tuan!" Hanya itu jawaban Aira. Agar tak
48Entah sampai berapa lama Alexander menghisap manisnya madu bibir Aira. Bahkan wanita itu hingga merasa hampir kehabisan napas. Apalagi tubuh tinggi besar itu juga menghimpitnya dengan posesif. Hingga saat merasa napasnya benar-benar akan habis, wanita itu mengerahkan seluruh tenaganya untuk mendorong dada sang lelaki agar menjauh darinya. Berhasil! Tautan bibir mereka terlepas. Dengan napas tersengal, Aira menatap nyalang lelaki berbibir basah yang menatapnya sayu. "Apa Anda sudah gila?" teriak Aira dengan napas masih tersengal dan mengusap kasar bibirnya. Ia tak peduli bahkan kalau Alister terbangun karena teriakannya. Alexander sudah benar-benar keterlaluan. "Ya, aku gila! Aku tergila-gila denganmu Aira Andriani! Kau yang membuatku gila! Tapi kau tidak peduli kegilaanku. Kau terus berpura-pura tidak tahu, dan dengan sengaja membuat hatiku terbakar. Maka jangan salahkan kalau aku menjadi gila!" Setelah mengatakan itu penuh penekanan, tanpa disangka Alexander mengulang perbuata
49Pagi hari Aira terbangun dengan tubuh lemas efek hanya tidur beberapa jam saja. Selebihnya, matanya tak dapat terpejam karena memikirkan banyak hal. Sakit hati dengan perlakuan Alexander. Ingin pergi sejauh mungkin, tetapi tak tega meninggalkan Alister yang masih sangat tergantung dengan dirinya. Belum lagi menjelaskan kepada Abi yang pasti melihat apa yang terjadi semalam. Aira takut sikap Abi akan berubah terhadap Raka setelah kejadian ini. Kasihan Raka kalau harus kehilangan sosok yang selama ini mencurahkan segenap perhatian dan kasih sayang padanya. Semua salah Alexander. Lelaki egois yang hanya mengedepankan napsu dan kekuasaannya sendiri. Entah sikap seperti apa yang pantas ia perlihatkan di depan Alexander nanti. Aira keluar kamar karena rasa haus dan lapar yang mendera. Di kamarnya memang tidak disediakan air minum karena ia jarang memakai kamar itu. Kesehariannya lebih banyak dihabiskan di kamar Alister. Matanya memicing begitu pintu kamar terbuka, terlihat sosok yan
50"Saya mau Tuan dipenjara!" desis Aira kesal. Alexander terhenyak. Matanya berkedip-kedip. Lelaki itu tidak menyangka Aira akan berkata seperti itu. Sebegitu marahkah wanita itu? "Kau ingin aku dipenjara untuk mempertanggung jawabkan perbuatan semalam?" tanya Alexander dengan mata memicing. "Ya!""Dan semua orang yang menggantungkan hidup padaku akan kelaparan?" Kini wajah Alexander yang terlihat sinis. Ditatapnya Aira yang kini terhenyak. Alexander mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru dapur. Ia bukan tidak tahu kalau para pelayan sejak tadi mengintip dan menguping mereka. Lalu kembali menatap Aira yang masih terpaku di tempatnya. Wajah wanita itu terlihat tegang, dan di mata Alexander, itu terlihat lucu. "Apa kau tahu berapa banyak pelayan di sini? Yang kalau aku dipenjara akan kehilangan pekerjaan mereka dalam sekejap?" tanya lelaki itu lagi dengan senyum semakin sinis. "Aku akan memecat mereka semua karena kalau aku dipenjara, tidak akan sanggup lagi membayar mereka. J
51Aira terpana. Begitu juga dua babysitter, dan dua bayi di dalam yang bangun karena terganggu. Sungguh, suara Hasna sangat menggelegar. Wanita itu marah. Wajahnya bahkan memerah dengan matanya yang menatap nyalang. Selama bekerja, baru kali ini Aira melihat pekerja senior itu semarah ini. Kepada dirinya pula. Padahal Aira merasa tidak bersalah. Hanya bertanya. Apa pertanyaannya salah? Atau apa Hasna berada dalam masalah karena pertanyaannya? Apa benar yang dikatakan Hasna, kalau semua orang berada dalam masalah karena pembangkangannya selama ini? Abi, Hasna, mungkin juga dua babysitter. Aira memejamkan matanya. Kenapa begitu berat tugas seorang ibu susu seperti dirinya? Yang bila menolak perintah boss, ternyata bukan hanya dirinya dalam masalah, tetapi juga orang lain. ***Akhirnya, dengan berat hati Aira menuruti perintah Alexander menemaninya pergi ke pesta, padahal, tidak ada poin seperti itu dalam kontrak. Tidak ada pilihan. Daripada semua orang kena masalah. Hanya saja w
52Entah sudah berapa puluh kali Aira menarik napas panjang. Rasanya asupan oksigen selalu kurang. Dadanya selalu terasa penuh dengan sesuatu sejak tadi. Padahal, saat mampir di kamar hotel, ia melepas dulu gaunnya untuk menyusui dua bayi. Ya, kedua bayi dan babysitternya menunggu di salah satu kamar hotel yang sudah dipesan Alexander. Aira meninggalkan mereka setelah keduanya tertidur. Kini, di sini ia berada. Di dalam sebuah lift yang entah akan menuju ke mana. Yang pasti, ia hanya menuruti instruksi sang boss tanpa banyak bicara atau bertanya. Terlanjur basah. Walaupun sangat kaget bahkan hampir shock, karena ternyata ia harus menghadiri acara ulang tahun perusahaan Alexander. Terlebih harus berpura-pura jadi pendampingnya. Namun, Aira tak punya pilihan lain. Ia tak ingin bermasalah dengan lelaki egois, arogan, pemaksa, dan entah apa lagi gelar yang pantas disandang lelaki itu. Berkali-kali Aira meyakinkan dirinya, kalau ini hanya berpura-pura. Seperti perintah lelaki itu, ia c
53"Dia … ibu sambungnya Alister." Alexander terkekeh. Semua mata kini tertuju ke arah Aira seorang. Berbagai macam arti dari tatapan orang-orang itu dapat Aira tangkap. Ada yang menatap takjub, kagum, salut, biasa saja, bahkan tak sedikit yang menatap iri dan nyinyir, terlebih dari kaum Hawa yang mendampingi suami mereka, atau memang pemilik bisnisnya sendiri. Aira tidak peduli. Toh, tidak mengenal mereka semua. Ia tak ingin ambil pusing. Tetap memasang senyum manis seperti perintah awal Alexander. "Jadi, ini yang berhasil membuat Daddy Alister move on dari Mommy Al? Wah, selamat, ya.""Hebat, bisa menggeser posisi model terkenal di hati Daddy Alister, ya.""Tapi mending yang ini, sih. Keibuaan. Pasti pinter ngurus baby, eh, ngurus Daddy-nya juga.""Tapi, kok, jauh ya dibanding yang dulu."Berbagai komentar dilontarkan rekan-rekan atau siapa pun yang berkerumun di sana. Sekali lagi, Aira tidak peduli. Apa pun yang mereka ucapkan tidak akan mempengaruhi apa pun. Yang dilakukan Aira