Share

Mayat Siapa?

Bismillah

     "Ibuku Ternyata Hantu"

#part_6

#by:Ratna Dewi Lestari 

       "Wid--Widya!" suara Ayah terdengar nyaring ditelingaku di sertai pukulan lembut di pipiku. Aku terhenyak bangun. Badan terasa pegal semua. Kuedarkan pandangan kesegala penjuru. Dimana aku?

      "Widya!" ayah mengulangi panggilan nya kepadaku. Ayah menatap heran ke arahku.

     "Eh--iya, Yah," jawabku terbata.

    "Kamu kenapa tidur di sini?mana bau pesing lagi!" seru Ayah dengan menutup hidungnya.

   Teringat kejadian mengerikan tadi malam membuatku bergidik ngeri. Ingin kuungkapkan kepada Ayah, tapi takut Ayah ga percaya.

   "Ibu mana Yah?" tanyaku mengalihkan ucapan Ayah.

   "Ibumu sudah pergi sedari subuh. Sepertinya ada perlu," jawab Ayah sekenanya dan berlalu pergi menuju dapur.

   "Ayah!" panggilku.

   "Apa?" ayah menghentikan langkahnya dan menolehku .

   "Apa ada yang aneh terhadap Ibu, Yah?" tanyaku penuh selidik.

   "Ga ada, cuma Ibumu sangat wangi dan menjadi pendiam," seloroh Ayah.

    "Nah, kan. Aku yakin sekali ada yang tidak beres dengan Ibu. Apa Ibu selingkuh?" batinku.

   Prangggggg 

   

   Tiba-tiba terdengar suara piring pecah. Aku dan Ayah saling berpandangan.

    "Bukan Ayah!" ucap Ayah cepat.

    "Lantas siapa, Yah?" tanyaku.

    "Mungkin tikus," jawab Ayah cuek.

    "Ya udah kamu mandi Wid, kamu dan Adik-adikmu mau sekolah, kan?" titah Ayah.

    "Nggak Yah, Widya ga sekolah lagi," aku menggeleng pelan.

   "Nah, kenapa? Kamu ada masalah di sekolah?" selidik Ayah dengan tatapan marah.

    "Nggak Yah, Ibu yang menyuruh Widya berhenti sekolah dan menjaga Adik-adik serta warung di rumah," aku membela diri.

   "Memangnya Ibumu kemana? kan selama ini Ibu yang menjaga Adik-adikmu, Wid!" ucap Ayah dengan kesal.

   "Entahlah, Yah, Ibu kalau siang sampai sore ga kelihatan, malam baru pulang. Widya ga tahu Ibu kemana," aku menjawab dengan menunduk.

   "Baiklah, nanti malam kita bicarakan! sekarang Ayah mau pergi kerja dulu! jaga Adik-adikmu, Wid!" perintah Ayah sambil berlalu.

   Aku hanya mengangguk pelan. Berdiri dengan sakit sekujur tubuh, berjalan menuju kamar mandi. Benar kata Ayah, diriku bau pesing .

*

   Selesai mandi, kulihat Nina asyik bermain di sudut rumah yang masih terbilang kuno ini. Bangunannya seperti bangunan masa penjajahan. Lantainya pun masih memakai keramik kasar yang jika berbaring diatasnya terasa sangat dingin walaupun suasana sedang panas.

   Rumah ini adalah rumah peninggalan orangtua Ibu yang telah tiada. Jadi, bisa dibayangkan betapa tuanya bangunan ini, tetapi bangunan ini masih sangat terawat.

   Biasanya aku tak pernah takut tinggal walaupun sendiri di rumah ini. Namun, berbeda dengan dua hari belakangan ini. Rumah tampak sangat mencekam.

   Kudekati Nina yang masih asik bermain. Nina seperti hari kemarin, berbicara sendiri.

    "Bu, ayok kita bobok Bu, Nina ngantuk ni," seloroh Nina menatap kedepannya seolah ada Ibu di situ.

   "Nina--Nina ngomong sama siapa, Nin? ga ada siapa-siapa disini selain kita, Dek!" ucapku mulai takut.

    "Kak Widya, ini Nina ngomong sama Ibu, Kak," sahutnya tanpa melihat ke arahku. Ia asyik memainkan bonekanya, sesekali ia menguap.

     "Dek, ga ada siapa-siapa disini selain kamu dan kakak," aku bertambah gusar melihat tingkah Nina.

     "Ibu dimana? kenapa setiap hari terang Ibu selalu hilang? apa yang sebenarnya Ibu sembunyikan?" pertanyaan-pertanyaan itu kini terngiang-ngiang dikepala.

    "Kak! Nina mo bobok sama Ibu! Kakak jangan ganggu! Ngerti!" bentakan Nina membuyarkan lamunanku. Ia berjalan sendiri ke kamar Ibu. Tangannya seperti sedang menggandeng sesuatu. 

    "Nina ...." panggilku begitu ia sudah berada tepat didepan kamar Ibu.

     Kriettttttttt 

     Pintu terbuka lebar. Nina tak menyahutiku . Ia melangkah masuk ke kamar Ibu.

     "Nina ...."

 

      Brakkkkk 

      Pintu itu tertutup dengan sendirinya. Untuk beberapa detik aku terpaku, segera sadar begitu Nina masuk ke kamar Ibu.

     "Nina--Nina!"

     Tok! Tok! Tok!

     Ku ketuk pintu kamar Ibu berkali-kali tapi tak ada jawaban sedikitpun. Pintu terkunci dari dalam. 

     "Nina--Nina! jawab Dek! kamu baik-baik saja kan!" raungku. Bulir-bulir bening itu mulai jatuh. Aku takut Nina kenapa-napa.

    "Ibu--Ibu dimana! tolong aku, Bu!" tangisku semakin pecah.

    "Gerrrrrrrrrrrrrrrr," kudengar raungan dari kamar Ibu. Aku beringsut mundur. Berbalik dan berlari menuju kamarku. Kakiku gemetar. Ingin rasanya mendobrak pintu kamar Ibu, tapi aku teringat perkataan Ibu, aku tak boleh masuk kesana. Untuk sementara kutenangkan diri terlebih dahulu. Menguasai rasa takutku . Ibu, nanti malam aku akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Ibu.

*

   Dua jam aku menunggu Nina, akhirnya Nina keluar kamar dalam keadaan baik-baik saja. Ia nampak sangat ceria. Aku sangat bersyukur Nina tidak kenapa-napa. Ia berceloteh riang seperti biasa, bermain bersama kakak-kakaknya.

    Magrib menjelang, seperti biasa Ibu sudah tampak di belakang. Ia memasak begitu Azan sudah selesai berkumandang. Kami makan bersama. Tak ada yang aneh, hanya wajah Ibu tampak sangat pucat.

   Kami bersenda gurau bersama. Ibu sesekali hanya melempar senyum tipis. Tak banyak bicara.

      Gelap malam mulai menyelimuti. Rasa kantuk tak dapat ditahan lagi. Kami pun bersiap-siap ke peraduan masing-masing . 

    Tapi tidak dengan aku. Walaupun mata sangat mengantuk, kupaksa tetap terjaga. Aku berencana akan mengintai Ibu malam ini. 

     Begitu semua sudah terlelap, aku mengendap-endap keluar kamar dan bersembunyi di balik almari kecil di sudut ruang. Lampu temaram hingga membuatku dengan mudah mengintai kegiatan Ibu.

       Krietttttttttt 

      Srek! Srek! Srek!

      Ku dengar pintu kamar Ibu terbuka. Dalam kegelapan kulihat Ibu keluar kamar dengan menyeret kakinya. Ibu memakai pakaian Gaun putih panjang persis seperti malam kemarin saat aku pingsan. Rambut Ibu awut-awutan. Tapi, tak nampak noda darah disana.

     "Kenapa Ibu menyeret kakinya? apa Ibu sakit?" batinku . 

      Ibu menuju dapur. Kudengar Ibu mencuci baju. Tak lama kembali suara piring yang beradu. 

    "Jam segini ngapain Ibu beres-beres?" aku semakin heran karena waktu baru menunjukkan pukul 02.00 dini hari. 

      Kulangkahkan kaki menuju dapur. Semua sudah bersih dan tertata rapi. Tapi, kemana Ibu? Ibu tak nampak sama sekali. Yang tertinggal hanya wangi melati.

***

     Di suatu pagi yang cerah, lima orang bapak-bapak berniat memancing bersama. Mereka memarkir motor di dalam semak di pinggir jalan. Saat itu udara sedikit mendung hingga mereka merapatkan jaket karena dingin ya cukup menyiksa.

      Mereka dengan semangat masuk kedalam semak, karena sungai yang mereka tuju berada cukup jauh dan itu harus melewati semak belukar di sepanjang perjalanan.

      Setelah berjalan kurang lebih sepuluh menit, indra penciuman mereka dikejutkan dengan bau bangkai yang amat sangat. Awalnya mereka mengira itu adalah bau tikus yang kebetulan sudah menjadi buntang.

      Namun semua itu terbantahkan ketika salah satu dari bapak-bapak yang bernama Kosim itu melihat baju wanita yang sudah terkoyak-koyak tak jauh dari mereka. Mereka pun saling berpandangan . 

       Merasa ada yang tidak beres, mereka lalu ...

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Lelo Purwanto
lanjutnya mana
goodnovel comment avatar
Andi Asyfar IA
lanjutin dong
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status