Home / Romansa / ISTRI 48 JAM TUAN CEO / 56. MENCARI PERHATIAN

Share

56. MENCARI PERHATIAN

Author: Purple Rain
last update Last Updated: 2025-09-30 21:07:40

Kenyataan tidak semanis yang Kay bayangkan. Pria itu berbaring di sebuah brankar IGD rumah sakit swasta. Wajahnya babak belur, dengan diagnosa patah tulang di bagian rahang. Sejak dokter menyuntikkan obat pereda nyeri dan mengobati luka-lukanya, Kay tidak dapat memejamkan mata sedikitpun... ia gelisah.

“Syukurlah… kau baik-baik saja?” Alvaro bernapas lega saat menemukan ruangan Kay yang hanya disekat gorden. “Sehari saja bisa nggak sih, kamu... nggak bikin ulah?” kedua tangannya berkacak pinggang, rasa khawatirnya kini berubah menjadi kesal.

Kayvandra tidak menghiraukannya, ia sibuk berpikir tentang hal lain. Sudah satu jam ia berbaring ditemani selang infus, tapi wajah Zivanna tidak kunjung dijumpainya di sini.

“Huft….” rupanya ia masih berharap, Zivanna akan menjenguk dan menemaninya di rumah sakit. Ia memejamkan matanya setelah menatap langit-langit yang didominasi dengan warna putih.

“Kamu dengerin aku ngomong nggak sih, Kay?” tanya Alvaro. “Kenapa lagi sama, Zivanna? Ada ap
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • ISTRI 48 JAM TUAN CEO    77. AKU BAIK-BAIK SAJA

    Moonville, beberapa hari kemudian Hujan turun tipis pagi itu. Dari jendela kamarnya yang baru, Ares menatap butiran air menetes di kaca. Rumah mungil di pinggiran danau itu masih beraroma cat baru dan kayu basah. Tidak ada suara selain gemericik air dan desiran lembut angin yang membawa wangi tanah. "Sarapan dulu, nanti keburu dingin." Aila mengulas senyum, ia berdiri di samping meja makan, appron bermotif bunga masih dikenakannya. Ares menarik napas panjang, lalu tersenyum kecil. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia merasa… tenang. "Aromanya harum, cacing dalam perutku meronta-ronta jadinya." Canda Ares yang berjalan menghampiri. "Hanya wafle less sugar, diganti sama madu dulu, ya." Tangan Aila cekatan menyiapkan. "Setidaknya tidak bubur kali ini," lalu ia menarik kursi dan duduk dengan nyaman. "Tapi jangan berlebihan," sahut Aila cepat. "Siap Nyonya," Ares mengalihkan pandangannya dari piring wafle ke sosok Aila yang berdiri di sampingnya. "Kau ini," Aila menggele

  • ISTRI 48 JAM TUAN CEO    76. YANG KEMBALI DAN YANG DITINGGALKAN

    Moonville, tiga minggu kemudian. Pagi di Moonville selalu datang dengan lembut. Kabut masih menggantung rendah di atas danau, sementara aroma tanah basah dan embun bercampur jadi satu. Dari bangku kayu di taman kecil rumah sakit, Ares memandangi pemandangan itu sambil memeluk secangkir teh hangat. Wajahnya kini tampak jauh berbeda, lebih sehat, lebih hidup. Luka di tubuhnya perlahan sembuh, begitu pula luka yang lebih dalam—di hati. Aila datang membawa jaket wol, menepuk bahu Ares lembut. “Udara mulai dingin lagi. Kamu duduk di luar dari tadi, Ares?” Ares menoleh, tersenyum. “Nggak apa-apa. Sayang banget kalau pagi ini dilewatkan gitu aja. Nggak tiap hari aku bisa begini, Aila...." Ia menatap langit yang mulai cerah. “Dulu tiap kali lihat langit, aku selalu merasa bersalah. Ada sesuatu yang membuatku semakin terlihat bodoh di mata dunia… karena aku - aku sudah melakukan hal yang seharusnya tidak aku lakukan. Huft....” Ares menghela napas panjang. Aila ikut duduk di sampin

  • ISTRI 48 JAM TUAN CEO    75. AWAL BARU SETELAH PERGI

    Hujan turun tipis malam itu. Di balik kaca rumah sakit, Ares menatap langit yang temaram, seolah mencari jawaban dari setiap bintik air yang jatuh. Ruangan itu sepi—hanya terdengar dengung pendingin ruangan dan bunyi lembut monitor infus yang menetes teratur. Satu koper kecil tergeletak di sudut ruangan. Jaketnya sudah dilipat rapi di atas kursi, dan di meja, sebuah amplop putih bertuliskan nama: “Untuk Zivanna.” Ares duduk perlahan, memegangi sisi meja. Tubuhnya terlihat lebih kurus dari sebelumnya, tapi sorot matanya berbeda: tidak lagi ketakutan, tidak lagi kosong. Ada ketenangan yang sulit dijelaskan—seolah ia akhirnya berdamai dengan dirinya sendiri. Ia menghela napas panjang, lalu menatap surat itu lama. “Kalau nanti kamu baca ini, aku mungkin sudah di perjalanan,” gumamnya lirih, seolah berbicara pada bayangan Zivanna di kepalanya. Tangannya gemetar sedikit, tapi ia tetap menulis beberapa baris terakhir: Zee, Aku bukan orang yang kuat. Dulu aku pikir dengan pergi aku bis

  • ISTRI 48 JAM TUAN CEO    74. HARAPAN KECIL

    Ares terdiam. Sejenak, waktu di ruangan itu seperti berhenti. Hanya terdengar detik jam dinding dan desiran halus infus yang menetes perlahan. Zivanna menegakkan tubuhnya dengan susah payah, matanya bergantian memandang dua pria di hadapannya— masa lalunya, dan luka yang belum sempat sembuh. “Kay… tolong tenang dulu,” kata Ares pelan, suaranya nyaris serak. Namun Kayandra tidak bergeming. Langkahnya maju satu, dua langkah, mendekat ke arah tempat tidur Zivanna. Matanya tajam menatap Ares, penuh kebingungan yang bercampur marah, sedih, dan sesuatu yang tak bisa ia sebutkan. “Jadi ini alasan kamu menghilang, Ares?” tanya Kay dengan nada rendah tapi tegas. “Selama ini aku cari kamu ke mana-mana. Semua orang bilang kamu pergi ke luar negeri. Dan sekarang aku temukan kamu di sini— di ruang rawat Zivanna, dalam keadaan seperti ini. Bagaimana bisa, Ares? Apa kamu tidak bisa memberikan penjelasan padaku sedikit saja?” Ares menarik napas dalam, menunduk. Tangannya yang pucat memegangi kur

  • ISTRI 48 JAM TUAN CEO    73. HARUS MEMILIH

    Kay terdiam. Suara di kafe yang biasanya riuh mendadak terdengar jauh. Denting sendok pada gelas, desis mesin espresso, semua seolah melebur dalam satu frekuensi yang tak sanggup ia tangkap.Tatapan matanya tertuju pada Maureen, tapi pikirannya berkelana entah ke mana. “Apa maksud kamu?” suaranya serak, hampir berbisik.Maureen menegakkan duduknya. “Aku nggak minta kamu percaya begitu aja. Tapi aku yang menemani Zivanna sejak awal. Aku tahu kapan dia mulai sakit, kapan dia mulai panik, dan kapan dia berhenti berharap. Anak itu… yang sekarang ada di dalam kandungannya— bukan anak David. Itu anak kamu, Kay.”Kay memejamkan mata. Napasnya memburu. “Anak aku? Mana mungkin? Tapi dia bilang kalau itu—”“Dia nggak pernah bilang itu anak David,” potong Maureen lembut. “Kamu yang menuduh. Dan dia memilih diam… karena semua rasa sakit yang pernah ia rasakan membuatnya menutup mulut rapat-rapat.”Hening jatuh lagi, kali ini lebih berat.Kay bersandar, kedua tangannya menutupi wajah. Dunia sepert

  • ISTRI 48 JAM TUAN CEO    72. LET IT FLOW....

    Malam menurunkan sunyinya begitu dalam, bahkan suara jarum jam di kamar rawat Zivanna terdengar seperti gema yang menembus dinding hati. Di luar jendela, lampu-lampu kota berpendar redup di bawah kabut tipis. Rumah sakit itu begitu tenang—terlalu tenang untuk seseorang yang baru saja kehilangan segalanya.Zivanna duduk bersandar di tepi ranjang. Tangannya masih memegangi perut yang kini terasa hampa. Tatapannya kosong, tapi di dalam dadanya, badai sedang bergemuruh tanpa suara.Maureen tertidur di kursi samping, masih mengenakan jaket tipis yang sama sejak tadi siang. Wajahnya kelelahan, namun ekspresinya tetap menunjukkan kepedulian yang mendalam.Zivanna menoleh sekilas, lalu menatap jendela lagi. “Bukankah aku sudah terbiasa kehilangan?” gumamnya nyaris tanpa suara. “Tapi kenapa rasanya kali ini… berbeda?”Kilasan ingatan menari di benaknya — wajah Kayvandra yang marah, suara David yang memaksa, jeruji besi dingin, dan tatapan dokter sore tadi. Semuanya berbaur, menciptakan kekacau

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status