Satu aja ya... Ada tawon lagi yang entah kenapa begitu mencintaiku :)
Tidak perlu meminta dengan seram seperti itu sebenarnya, karena Zoe tidak berencana melawan.Tapi tentu Zoe kembali mengutuk kepatuhannya itu. Pikiran kategori nakal yang seharusnya tidak muncul. Tapi suara rendah Wolf yang menggelitik—belum lagi sentuhan tangannya, yang membawa Zoe ke tengah ruangan, hanya memperparah rasa yang melanda Zoe saat ini.Wolf membawanya ke tengah ruangan, dan Zoe sudah akan mengikuti saat Wolf duduk di sofa, tapi Wolf melepaskan tangannya. Zoe mengernyit karena tentu hal itu tidak biasa.“Kau kecewa? Ayolah… jangan terlalu mudah ditebak…” Wolf mengejek saat melihat kerutan di kening Zoe. Senyum kepuasan itu jelas saja membuat Zoe kesal.Zoe akhirnya mengacungkan jari tengahnya. Sudah sangat jelas kalau sejak tadi Wolf hanya menggodanya. Ia tidak mengajaknya kesini “APA MAUMU?!!” Zoe menambahkan tanda seru sebanyak mungkin untuk menunjukkan kemarahannya. Wolf hanya tersenyum, lalu menuang brandy yang sudah disiapkan sesuai pesanannya juga.“Sing for me
Zoe mengedipkan mata beberapa kali. Ingin melihat apakah sosok yang saat ini tertidur di sampingnya akan menguap dan hilang menjadi asap, menjadi bagian dari mimpinya.Tapi Wolf masih ada. Tertidur nyenyak dengan napas berat. Menangkup pinggang Zoe, membuatnya tidak bisa bergerak menjauh.Ini sangat baru, karena biasanya Wolf tidak pernah tinggal sampai tertidur di sampingnya. Kalau pun tinggal sampai tertidur, Zoe tidak tahu, karena ia selalu lelah dan tertidur cepat. Lalu setiap kali bangun Wolf sudah bangun terlebih dahulu. Entah dia mandi, atau bahkan kadang sudah berangkat kerja. Yang jelas Zoe tidak pernah terbangun di samping Wolf setelah mereka tidur bersama.Wolf sendiri nyaris tidak pernah tidur di rumah. Jadi selain hari di mana mereka ‘melakukannya’, mereka tidak pernah tidur bersama di satu ranjang. Zoe tidak tahu di mana Wolf tidur pada hari yang lain, dan tidak terlalu ingin peduli. Tapi sekarang ia bertanya-tanya. Karena bisa jadi Wolf ada bersama wanita lain saat ti
Setelah perjalanan ke Los Angeles itu, Wolf menghilang hampir selama seminggu. Tidak benar-benar menghilangkan karena kadang Zoe masih melihatnya pulang. Sekadar berganti baju, mengambil sesuatu atau entah melakukan apa. Yang jelas Wolf tidak pernah ada di rumah lebih dari dua jam, dan Zoee tentu saja amat sangat bersyukur untuk itu.Selain karena berarti dirinya bebas tugas tidur, Zoe bisa melanjutkan kegiatannya untuk menguntit.Sebenarnya Zoe juga ingin tahu bagaimana kelanjutan konsultasi dengan psikiater itu, tapi ia tidak akan memaksa Wolf dengan bertanya-tanya, karena itu adalah keinginan Wolf.Dan sejujurnya Zoe hanya tidak ingin kecewa seandainya psikiater yang ditemuinya nanti mengatakan keadaannya sulit ditanggulangi atau lain sebagainya. Zoe saat ini lebih memilih untuk lari dan merasa aman. Pelariannya tentu saja mengerjakan apa yang menjadi tujuannya sejak awal. Balas dendam.Zoe memakai kacamata hitam murahan yang dibelinya kemarin. Meski sudah tertutup, Zoe masih mema
“MATAMU BUTA?!” bentak Iris. Zoe menahan senyum mendengar itu. Tapi tentu ia tidak menampakkannya.Zoe dengan cepat mengetikkan balasan di ponselnya.“Maaf, aku tidak sengaja. Dan maaf lagi, aku tidak bisa bicara karena tenggorokanku sakit.”“Yakin hanya tenggorokanmu yang sakit? Matamu juga sakit! Kau tidak memakainya dengan benar!” Iris mengamuk, dan menepis saat Zoe berusaha mengusap bahunya.“Maaf, aku benar-benar tidak sengaja. Aku akan mengganti biaya laundry pakaianmu.” Zoe meminta maaf sekali lagi, dan menambahkan soal uang karena tahu hal itu akan membuat Iris semakin marah.“Uang? Aku tidak membutuhkan uangmu! Kau membuat tubuhku lengket dan tidak nyaman!” Iris menendang minuman yang Zoe letakkan di lantai, membuat basahnya melebar.Zoe saat ini menyayangkan karena ia tidak bisa mengambil video karena itu tadi kekasaran yang epic. Tapi suara itu sudah sangat mewakili. “Iris, aku mohon jangan marah.” Cleo menghampiri dengan panik. Sambil menatap sekitar untuk melihat apakah
“Aku ingin melihat wajah seperti apa yang kau anggap buruk itu,” kata Max, sambil tersenyum menatap wajah Zoe.Zoe rasanya ingin mati saat Max terus menatapnya. Mata Max bergulir memandang bintik di atas hidung Zoe, tapi hanya itu.Jantung Zoe yang tadinya mekar karena panik, perlahan bergetal melambat dan menyusut saat tidak melihat tanda Max mengenalinyaSelain wajahnya sangat memerah saat ini, make up yang dipakai Zoe memang bisa dikatakan sangat tebal—jauh dari dirinya yang dulu lusuh. Tapi bintik di pipi dan atas hidungnya itu, sangat tidak mencerminkan Zoe, karena wajahnya dulu bersih mulus.“Aku tidak melihat keburukan di sini. Kau tidak perlu malu berfoto denganku.” Max melepaskan dagu Zoe, dan tentu saja Zoe otomatis menjauh.“Maaf, tapi aku benar-benar malu.” Zoe menuliskan itu dengan tangan yang sangat gemetar untungnya masih bisa tertulis dengan benar.Max kembali tertawa. “Kau lucu sekali,” katanya.“Begini saja. Aku akan memberimu nomor ponselku. Kalau kau ingin sesi f
“Apa kau sudah bangun? Aku ingin bertanya sesuatu.”Zoe baru saja menggeliat—dan ingin kembali tidur, tapi terpaksa membuka mata saat mendengar itu. Zoe berpaling dan terkejut melihat Wolf masih duduk di sampingnya. Ia masih tidak memakai baju, melihat dari pinggangnya yang terbuka, tapi masih sopan dengan mencoba menutupi separuh tubuhnya dengan selimut. Zoe melihat ada tato ular yang ternyata melingkari pinggangnya itu.Dan ini adalah kali kedua Zoe melihat Wolf di tempat tidur saat bangun.Zoe merapatkan selimut sambil mengerutkan kening dan mengangkat tangan. Ingin tahu apa yang diinginkan Wolf sampai membangunkannya.“Aku ingin kau mendengar sesuatu, dan katakan apa pendapatmu.”Wolf melepaskan salah satu airpod dari telinganya, menyerahkannya pada Zoe yang juga langsung memasangnya. Tapi ia meminta waktu pada Wolf untuk bertanya—mengambil ponselnya terlebih dulu.“Kenapa aku harus mendengar ini?” Zoe ingin tahu.“Kau terlalu banyak bertanya. Dengarkan dulu.” Wolf menyingkirkan
“Sara bekerja untuk perusahaanku. Hampir semua artis yang ada di bawah Wolf selalu berkonsultasi dengannya. Rutin kalau memang diperlukan.”Wolf menjelaskan saat mereka berjalan memasuki gedung tempat psikiater itu berada. Tidak jauh dari gedung Wolf—perusahaan milik Wolf. Nama perusahaan itu memang sama dengan namanya sendiri. Dan itu membingungkan Zoe sejenak.“Siapa namamu yang asli?” Zoe menunjukkan pertanyaannya saat mereka naik ke lantai sepuluh. Zoe hanya ingin mengisi pikirannya yang panik dengan pembicaraan ringan.“Kau tahu Wolf bukan namaku yang sebenarnya?” Wolf mengernyit.“Aku tidak yakin ada ibu di dunia ini yang tega menamai anaknya sebagai binatang buas.” Wolf tertawa membacanya tulisan Zoe. “Aku pikir nama Wolf keren. Aku memilihnya dengan hati-hati.”“Tidak. Kau hanya memilihnya untuk terlihat seram.”“Tapi aku memang seram bukan? Aku memilih nama itu karena nama asliku tidak seram sama sekali. Nama itu terlalu pintar.”Zoe ingin tahu apa maksudnya dengan nama pint
“Venti caramel ribbon crunch frappuccino, ekstra pisang, ekstra sprinkle, ekstra karamel, ekstra krim kocok, ekstra es, ekstra taburan cinnamon, dan tujuh pompa saus karamel hitam.”Zoe memandang Sara yang sedang memesan minuman dengan mulut ternganga. Ia hanya memerlukan dua kata untuk memesan minuman tadi. Americano hangat dan sudah.Tapi barista yang ada di belakang kasir tidak tampak gugup, karena sudah terbiasa. Ia bahkan masih bisa tersenyum saat menyerahkan pesanan Sara yang penuh warna itu—dan pesanan Zoe yang berwarna hitam polos.“Kita duduk di sana.”Sara menunjuk salah satu sudut di halaman kedai kopi itu, dan mereka duduk di sana. Cuaca dingin, tapi masih bisa tertahan. Yang tidak tertahan bagi Zoe adalah bagaimana Sara bisa meminum—memakan?—pesanannya itu dengan santai, memakai sendok.Karena terlalu banyak extra, Sara tidak bisa menyedot minumannya begitu saja, ia harus memakai sendok.“Apa sesi kita sudah selesai?” tanya Zoe. Ia menulisnya di atas sticky note berwarna-