Share

6. Sedikit Terprovokasi

last update Last Updated: 2024-12-06 18:29:02

“Bik Darsih!”

“Eh? Saya, Nyonya?” Wanita paruh baya itu segera datang menghampiri istri tuannya. 

“Saya mau izin bawa Wati keluar. Boleh, Bik?”

“Lah? Terserah Nyonya saja, atuh. Kenapa harus izin ke Bibik segala?”

“Ya ... takutnya Bibik sama Lili kewalahan ngurus rumah.”

“Ah. Enggak, Nyah. Santai saja.”

“Enggak pa-pa, ya? Soalnya aku sekalian mau nyekar ke makam ibu sama bapak, Bik. Mungkin pulangnya bisa sampai sore.”

“Iya, atuh. Enggak pa-pa.” Bik Darsih tersenyum. 

Lisa mengangguk. Ia mendongak sebentar ke arah lantai dua. 

“Deva sudah bangun, Bik?”

“Sudah, Nyonya.”

“Ya, sudah. Saya mau ke atas ganti baju dulu. Oh, iya. Sekalian minta tolong bilang sama Pak Bahrul, ya, Bik, buat siapin mobil.”

“Baik, Nyonya.”

Lisa tersenyum dan mulai melangkah menaiki undakan anak tangga. Saat melewati pintu kamar putra suaminya, Lisa memelankan langkah. Ada aura aneh yang mulai ia rasakan. Namun, Lisa menggeleng pelan. Di dunia ini banyak pria bernama Deva. 

“Hanya Deva, kan? Bukan Kadeva.” Lisa bermonolog pelan. 

Tangannya terangkat untuk mengetuk pintu ber-cat putih itu, tetapi ia urung melakukannya ketika mendengar suara gemercik air. Mungkin putra tirinya itu sedang mandi. 

Sementara di dalam sana, Deva baru saja mematikan air dari keran wastafel dan membuka pintu, lalu menutupnya kembali. Bersamaan dengan itu Lisa pergi dari depan kamar Deva.

Pria dengan handuk yang hanya melilit bagian bawahnya itu mendekati ponsel yang sedang ia charge. Deva menekan tombol power dan sesaat banyak laporan panggilan tak terjawab. Termasuk dari sang papa. 

Deva pun hanya tersenyum tanpa mau menghubungi papanya balik. Ia akan segera menemui papanya di kantor. Lanjut menemui Dali untuk meminta bantuannya dan akan berbelanja beberapa outfit di sebuah distro. 

Deva bergeser membuka koper. Tiba-tiba ia terpaku ketika tangannya menarik sebuah kaus warna putih tulang. Di tengahnya terdapat tiga huruf yang ditulis kapital. KLS, singkatan dari nama Khalisa. 

“Sayang, beli kaus di sana, yuk. Tuh, lihat! Tulisannya buy one get one free plus gratis sablon nama.”

“KLS yang artinya Khalisa. KDV yang artinya Kadeva. Kamu pakai kaus yang ada inisial namaku, dan aku pakai kaus yang ada nama kamu.”

Lisa malah tergelak renyah. 

“Ih, malah ketawa.”

“Kita kayak anak baru gede tahu enggak? Pakek couple-couple’an segala.”

“Kamu enggak mau?”

Lisa menggeleng. “Aku mau, kok, Sayang. Gitu aja cemberut.”

Deva tersenyum renyah dan langsung membeli sepasang kaus lengan pendek yang hanya dibayar satu, karena beli satu gratis satu. Keduanya menunggu beberapa saat hingga inisial nama yang di-request selesai disablon.

Dengan segera Davi langsung memakai kaus tersebut. 

“Bagus enggak, Yang?”

Lisa mengangguk. “Bagus.”

“Punya kamu enggak mau langsung dipakai?”

“Enggak, ah.”

“Kenapa? Kamu enggak suka?”

“Suka, kok. Tapi ... bukannya pamali, ya, kalau masih pacaran beli couple-couple’an begini?”

“Emang kenapa?”

“Takut enggak jadi.”

Deva terkekeh. Dan tawa kecil di masa flash back itu terbawa pada saat ini. Deva terkekeh sekali lagi. 

“Bukan enggak jadi, Lisa. Hanya belum. Ya, belum jadi. Kita belum jadi berlanjut ke pelaminan karena kamu tiba-tiba mengilang,” ucap Deva.

Ia pun meletakkan kembali kaus itu dan memilih pakaian kasual lainnya. 

*** 

Sepeninggal Vikram dari ruangannya, Atmaja mulai tak tenang. Ia langsung memanggil nomor sang istri. 

‘Ya, Mas? Assalamualaikum.’ 

Suara lembut Lisa langsung menyapa telinga. 

“Waalaikumsalam, Sayang. Kamu lagi di mana?”

‘Aku? Aku di rumah, Mas. Ini lagi di kamar. Ada apa?’

Atmaja mengembuskan napas pelan. Tak seharusnya ia terprovokasi dengan ucapan Vikram, bukan? Lisa wanita lugu. 

“Mas video call, ya?”

‘Iya, Mas.’

Tak berapa lama mode panggilan biasa sudah beralih ke panggilan video. Namun, Atmaja malah mengernyit. 

“Sayang? Kamu mau pergi?”

‘Ah, iya. Harusnya aku yang telepon Mas duluan buat minta izin.’

“Izin? Mau ke mana?”

‘Mau ke makam ibu sama bapak, Mas. Aku ajak Wati. Boleh, kan, Mas?’ 

“Oh. Iya, Sayang. Boleh, kok.”

Lisa tersenyum. Cantik. Sangat cantik. 

“Ya sudah, Sayang. Jangan sungkan hubungi Mas kalau ada apa-apa. Mas akan suruh Bahrul buat kawal kamu ke mana pun kamu pergi.”

‘Iya, Mas. Makasih, ya.’

“My pleasure, Honey.”

Sambungan dimatikan. Baru beberapa detik, Atmaja kembali ingat. 

“Astaga ... kenapa aku lupa mau tanya pada Lisa soal Deva?”

Jarinya hampir menyentuh ikon telepon untuk memanggil istrinya kembali. Namun, Atmaja teringat kalau Lisa sedang bersiap-siap karena akan pergi ke makam orang tuanya. 

“Ah, sudahlah. Kalau benar Deva sudah di rumah, dia pasti akan menemuiku di kantor atau menungguku pulang.”

Sedangkan di mansion megah itu, Deva baru selesai dan ia akan segera pergi. Begitu menutup pintu kamar, pandangan Deva malah tertuju pada pintu kaca arah balkon. Ia berjalan ke sana dan malah bingung mau berbuat apa. 

"Lah? Gue ngapain ke sini coba?" ucapnya bingung. 

Deva menggeleng dan memerhatikan tiap sudut rumah dengan interior yang tampak elegan di beberapa bagian. Langkahnya terus terayun hingga beberapa meter lagi akan melewati kamar milik sang papa dan mama barunya sebelum menuju tangga. 

Langkah Deva mulai memelan. Dan di balik pintu kamarnya, Lisa pun sudah hampir menarik handle pintu. Namun, urung ia lakukan ketika mendengar derap langkah mendekat dan seperti berhenti. Tangan Lisa hanya menggantung di udara.

Kini, Deva berada di luar pintu, sedangkan Lisa di balik pintu kamarnya sendiri. Deva semakin mendekat dan ia kembali memejam. Aroma vanila itu semakin kuat ia rasakan. 

“Khalisa?” ucap Deva pelan. Nyaris berbisik pada diri sendiri. 

Dan di balik pintu, jantung wanita berbalut pakaian syar’i itu mulai bertalu. Entah. Tubuh Lisa seperti peka dan merespons sesuatu yang sebenarnya ia pun tak tahu itu apa. Ia tak mendengar apa pun, tetapi ada rasa yang begitu kuat mulai mengepung dirinya. 

'Apa di depan pintu ini ada orang? Apa itu Deva putra suamiku? Apa aku harus keluar dan menemuinya?'

(*)

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI PAPAKU (MASIH) KEKASIHKU   60. Melepas Dengan Ikhlas (ENDING)

    Hati Lisa seperti direm4s-r3mas mendengar ucapan Deva. “Bahkan aku masih berharap semua ini adalah mimpi buruk yang akan segera usai ketika aku terbangun dari tidur panjangku, Lisa. Maaf, kalau aku masih memintamu pada Tuhan secara diam-diam. Kamu adalah ketidakmungkinan yang masih aku semogakan. Kamu masih menjadi alasanku untuk bertahan, walau harapan itu sudah enggak bisa lagi aku genggam. Kamu ....” Deva menunduk dan semakin tergugu. Derasnya air mata Deva cukup menjelaskan betapa ia sudah berusaha mati-matian mengikhlaskan. Deva sudah berusaha melebur semua kenangan indah mereka dengan kehadiran cinta baru yang sudah terikat oleh komitmen yang sakral. Namun, takdir memang terkadang cukup kejam. Ia tak mentolerir segenap luka yang masih basah, dan kini kembali berdarah-darah. Hening menjeda beberapa saat. Khalisa bahkan hanya bisa bungkam dengan air mata yang terus berjatuhan. Di sana, di luar kaca, Sekar menangis di dada mertuanya. Atmaja dan menantunya ikut menyaksikan i

  • ISTRI PAPAKU (MASIH) KEKASIHKU   59. Kejamnya Takdir

    “Pak Atmaja, setelah meninjau kondisi Bu Khalisa selama tiga hari ini, saya dan tim dokter khawatir bayi dalam kandungan istri Anda akan lahir lebih cepat dari yang diperkirakan. Ini berarti ... bayi Anda mungkin akan lahir secara prematur.”Dunia Atmaja seperti akan runtuh mendengar penjelasan dokter. “P-prematur, Dok?”Dokter mengangguk lemah.“Seberapa serius kondisinya, Dok? Apa yang harus kami lakukan?”“Tidak perlu terlalu khawatir, Pak. Bayi prematur memang memiliki risiko tertentu, tapi dengan penanganan medis yang tepat, banyak bayi prematur yang tumbuh dengan sangat baik. Seperti yang sudah kami sampaikan di awal soal kemungkinan paling akhir, kami menyarankan agar Bu Khalisa dirujuk ke rumah sakit di Singapura, di mana mereka memiliki fasilitas perawatan intensif yang sangat baik untuk bayi prematur.”Atmaja terdiam beberapa saat dan mencoba tenang serta mencerna kalimat sang dokter dengan baik. 

  • ISTRI PAPAKU (MASIH) KEKASIHKU   58. Jatuh Cinta Sendiri

    “Kami akan terus pantau ketat kondisi Bu Lisa hingga persalinan, Pak. Detak jantung janin sempat lemah karena sebelum kami berikan activated charcoal untuk menyerap racun, janin sudah sedikit terpapar.”Kadeva memejam, pun dengan Atmaja yang terus berusaha untuk tetap kuat. “Lalu gimana kondisi bayi saya, Dok?” Atmaja mengambil alih. “Tenang, Pak Atmaja. Bayi Anda hanya terpapar sedikit, Insya Allah masih bisa kami atasi. Tapi, kami pun harus menyampaikan kemungkinan paling akhir jika tiba-tiba kondisi Bu Lisa di luar prediksi kami.”“Dok, saya mohon ... lakukan yang terbaik untuk istri dan bayi kami. Berapa pun biayanya, kami siap.” Atmaja tampak memohon. “Itu sudah menjadi tugas utama kami, Pak. Dan opsi terakhir jika kondisi Bu Lisa menurun adalah, istri Bapak akan kami rujuk ke Mount Elizabeth Hospitals.”“Singapura?” ucap Atmaja dan Deva bersamaan. “Betul, Pak.”“

  • ISTRI PAPAKU (MASIH) KEKASIHKU   57. Dua Pria, Satu Luka

    Deva tak henti menangis walau Khalisa sudah mendapat tindakan di ruang IGD. Ia kembali membodoh-bodohi dirinya sendiri yang malah mengangkat telepon lebih dulu daripada mendekati Khalisa dan menjauhkan minuman beracun itu dari sisi sang mama sambung. Harusnya Deva segera membawa Lisa pergi ke rumah sakit sebelum wanita hamil itu pingsan daripada berdebat lebih dulu dengan Rukmi. Melihat Khalisa menjadi istri papanya memang sakit, tetapi melihat wanita yang tengah hamil itu sempat membiru dan pingsan membuat Deva merasa semakin sulit untuk bangkit. Ia tak mau kehilangan Khalisa walau hati dan raga sang mantan kekasih bukan lagi miliknya. Ya, Khalisa sudah menjadi mama sambungnya, istri dari pria yang Deva panggil Papa. “Harusnya aku duluin kamu, kan, Lis? Kenapa aku malah mengulur durasi sampai kamu akhirnya begini?” bisik Deva dengan pandangan menunduk. Atmaja baru datang bersama Bahrul. Deva mengangkat kepalanya dan kembali menunduk, men

  • ISTRI PAPAKU (MASIH) KEKASIHKU   56. Tumbuh Kembali

    “Mas, aku lapar ...,” rengek Khalisa setelah keluar dari gerai toko perlengkapan bayi. Atmaja tersenyum. Istrinya memang mengalami perubahan pola makan. Ia jadi sering lapar di jam-jam yang belum waktunya. Namun, Atmaja tak mempermasalahkan itu. Karena baginya, ibu dan calon anak yang dikandung Khalisa harus sehat dan tercukupi segala nutrisinya. “Hayuk! Anak Papa mau makan apa, hm?” Tangan kanan Atmaja mengelus perut istrinya dengan sayang. “Mau seafood, Mas. Pengen kepiting jumbo asam manis.”“ACC, Sayang ....”Khalisa tersenyum cantik dan mulai bergelayut manja di salah satu lengan Atmaja. Bahrul yang juga ikut mengawal sang majikan dan istrinya sibuk membawa belanjaan untuk ditaruh lebih dulu ke dalam mobil. Keduanya melangkah layaknya anak muda yang sedang kasmaran. Hanya berpindah satu lantai ke atas, restoran yang menawarkan aneka makanan laut sudah ditemukan. Khalisa semringah sambil meng

  • ISTRI PAPAKU (MASIH) KEKASIHKU   55. Bahaya Mengintai

    Khalisa memandangi etalase toko perlengkapan bayi dengan senyum di wajahnya. Tangannya mengelus lembut perut buncitnya yang berusia tujuh bulan lebih. Di sebelahnya, Atmaja sibuk memilih pakaian bayi berwarna netral, walau jenis kelamin bayi mereka sudah diketahui. Segala kemungkinan bisa saja terjadi nanti. "Sayang, kamu suka yang ini, enggak?" tanya Atmaja, mengangkat sepasang sepatu bayi mungil dengan corak bintang-bintang. Khalisa tersenyum dan mengangguk. "Suka, Mas. Imut banget," jawabnya. Tatapan matanya berbinar, penuh harapan dan kebahagiaan yang sederhana.Tak hanya Khalisa yang begitu excited berbelanja kebutuhan bayinya, Atmaja pun sama. Jika Khalisa terlihat begitu semangat dan antusias karena ini hal baru dan pertama baginya, berbeda dengan Atmaja yang begitu semangat karena ia mulai merasa jatuh cinta pada bayinya nanti. Bayi perempuan. Ah, Atmaja jadi tak sabar ingin segera bertemu dengan gadis kecilnya itu. 

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status