ISTRI PERTAMA SUAMIKU 16Hijau, putih, hitam, ada gelembung yang banyak sekali, lalu ombak bergulung-gulung, entah apa. Rasanya aku ingin berteriak melihat ombak itu seakan ingin menelanku. Tapi kemudian hilang, lalu warna warna itu datang silih berganti. Hijau, putih, hitam, kini ditambah warna kuning, ungu, biru…"Livia… oh, badannya panas sekali. Apakah dia tak apa-apa?""Dia mengalami infeksi di jalan lahirnya karena setelah kuret sepertinya dia tak dirawat dengan baik. Tapi tidak usah cemas, sebentar lagi dia akan membaik."Terdengar suara seseorang mendesah lega. Aku ingin membuka mata, melihat siapa yang bicara tapi kenapa mataku terasa lengket sekali?"Tolong lakukan yang terbaik untuk adik saya dokter."Adik? Suara yang lembut itu memanggilku adik? Siapakah dia?"Benar. Seluruh biaya saya yang menanggung. Saya yang membuatnya celaka dan saya akan bertanggung jawab."Sebuah suara lelaki kemudian terdengar. Suara yang asing. Susah payah, kubuka mata. Silau. Terang yang sangat m
ISTRI PERTAMA SUAMIKU 17"Hey, pelakor. Aku tidak tahu apa yang sudah terjadi selama aku tak ada. Tapi, apa kau tak punya malu sedikit saja sampai berani tinggal di rumah wanita yang kau sakiti?"Aku tak terkejut mendengar kata-kata Cintya. Tapi sungguh aku tak mampu berkata apa-apa. Semua yang dia ucapkan memang benar. Aku perempuan tak tahu malu yang bisa-bisanya menumpang hidup pada wanita yang sudah kusakiti hatinya."Cintya, ayo keluar. Ada yang perlu Mama bicarakan." Mbak Laras menyentuh bahu gadis itu lembut.Cintya bergeming. Tatapan matanya tak beralih dariku. Dia berdiri di ambang pintu dengan kepala tegak dan tangan di kedua pinggangnya."Kalau kau masih punya hati, sebaiknya keluar dari rumahku sekarang juga. Apa belum cukup bagimu merebut Papa sehingga mau menjadi benalu di rumah ini juga?""Cintya, Nak…""Mama…" gadis itu berbalik menatap Mamanya. "Aku tidak tahu apa yang dia lakukan untuk mencuci otak Mama, tapi selamanya aku tak akan pernah ikhlas dia ada di sini. Asal
ISTRI PERTAMA SUAMIKU 18Aku menatap pesan Siska di layar ponselku. Sesungguhnya, aku tak lagi ingin berhubungan dengannya mengingat dialah yang mengajakku terjun ke dunia ini. Tapi disini aku tak punya siapa-siapa. Aku tak mungkin terus menerus merepotkan Mbak Laras. Apalagi jika Cintya sampai tahu Mamanya masih membantuku, hubungan harmonis antara anak dan ibu bisa saja hancur. Aku pernah jadi pelakor, cukup itu saja, aku tak lagi ingin jadi benalu.(Siska, tolong bantu aku.)Pesanku langsung dibacanya.(Bantu apa?)(Carikan aku pekerjaan Sis. Gak apa apa jadi SPG lagi kayak dulu.)Lama tak ada balasan darinya, padahal pesanku sudah biru. Aku mendesah, lalu masuk ke kamar mandi. Kamar mandinya kecil tapi bersih dan rapi. Peralatan mandi yang masih baru berjejer di rak. Meski hanya ada shower kecil disana, tentu saja ini jauh lebih mewah daripada kamar mandiku di kampung ataupun di kostan dulu. Tidak ada air hangat, jadi lekas kuselesaikan mandiku, menyambar handuk putih yang tersedi
ISTRI PERTAMA SUAMIKU 19PoV LARAS"Cintya!"Aku menahan bahunya sekuat mungkin. Cintya menghentikan langkah, berbalik menatapku. Dapat kulihat bagaimana keterkejutan di matanya timbul melihat air mata yang menetes di pipi. Air mata yang tak dapat kutahan lagi."Mama?""Jangan pergi Nak. Ini sudah malam. Kau baru saja tiba dari perjalanan jauh. Tenanglah, Mama sudah mengatasi ini semua.""Aku hanya ingin bertemu Papa dan bertanya mengapa dia tega melakukan ini pada Mama."Suaranya bergetar. Aku tahu dia menahan emosinya sekuat tenaga. Kuraih tubuhnya dalam pelukan. Cintya yang keras kepala, akan luluh dengan mudah oleh pelukanku. Sejak dulu, dia memang begitu.Perlahan, tubuhnya yang tadi menegang terasa mengendur. Kubawa gadisku duduk di sofa."Mama tidak usah khawatir. Aku bisa jaga diri."Aku tersenyum."Mama tahu Nak. Tapi bolehkah Mama menghabiskan malam ini bersamamu? Disini, Mama hanya punya kau dan Denish. Sementara Denish masih kecil dan belum mengerti arti perpisahan."Cinty
ISTRI PERTAMA SUAMIKU 20"Sepertinya kalian berdua harus dihajar dulu sampai pingsan supaya tahu sedang berurusan dengan siapa."Aku refleks menarik tangan Cintya yang masih membungkuk sambil memegangi perutnya. Gadis itu terbatuk-batuk, tekanan kuat tubuh Renata yang sintal tentu sangat menyakitkan buatnya. Tubuh Cintya bahkan lebih mungil dariku.Cintya terkejut ketika aku maju dan menjadikan diriku tameng baginya. Sementara Renata tertawa melihatku."Wow, keren! Pelakor yang sudah dicampakkan ke tempat sampah rupanya mulai cari muka.""Berhenti menyakiti Cintya Renata. Dia masih anak-anak.",Aku sudah dewasa!" Cintya malah membentakku. Dia berusaha menguak tubuhku. Namun aku bertahan, tak kubiarkan Cintya menjadi sasaran empuk bagi perempuan sakit jiwa ini.Renata tertawa makin keras. Jarak kami tinggal beberapa langkah saja. Aku mundur, mendorong tubuh Cintya sambil berhitung, bisakah aku menghadapi perempuan ini sendirian. Rasanya aku sudah lupa jurus bela diri yang pernah kupela
ISTRI PERTAMA SUAMIKU 21"Livia, apa yang sebenarnya terjadi tadi? Cintya kecelakaan!"Aku terkejut bukan main. Ingatanku melayang pada gadis itu, yang menyetir mobil dengan kecepatan tinggi sambil menangis, membawa luka hati yang parah. Mas Dany, cinta pertama baginya, nyata berselingkuh dan mengkhianati sang Mama, orang yang paling penting dalam hidupnya. Membayangkan hal itu saja, hatiku ikut terasa sakit."Aku… seperti yang aku ceritakan tadi Adam." Ujarku.Tapi rupanya telepon telah ditutup. Aku panik. Kemana harus kutemui mereka? Ada banyak rumah sakit di kota ini. Gegas aku menelepon kembali Adam. Setelah beberapa kali tak diangkat, aku tak putus asa. Pada telepon yang kelima, barulah dia mengangkat teleponku."Halo? Ada apa? Kau ini gak tahu orang sibuk ya?!" Bentaknya. Terdengar suara suara riuh. Sepertinya dia telah tiba di rumah sakit."Cintya dibawa ke rumah sakit mana?""Rumah Sakit Panti Asih. Sudah jangan tanya lagi!"Dan telepon kembali ditutup. Aku menghela nafas, sepe
ISTRI PERTAMA SUAMIKU 22Aku terbangun di suatu pagi yang dingin, dimana titik-titik gerimis tampak di balik kaca jendela. Suara dengung AC membuatku ingin sekali menarik selimut hingga ke kepala, seperti yang dulu sering kulakukan di rumah. Rumahku terletak di kaki gunung yang dingin, tiga jam perjalanan dari pusat kota Bandar Lampung, dimana sayur sayuran menjadi pusat kehidupan dan penghidupan bagi masyarakatnya. Di kampung halaman yang aku cintai itu, aku lahir dan dibesarkan. Lalu, aku merantau ke kota ini, terjerumus di lembah nista karena imanku tak cukup kuat melihat godaan barang mewah dan kehidupan bergelimang harta. Kemudian, keinginan agar adikku tak mengalami nasib sama, menjadi pembenaran semua kesalahan yang kulakukan."Tenanglah Bu, sebentar lagi dia akan bangun. Dia hanya pingsan karena lemas setelah donor.""Bukankah sudah aku bilang, jangan memaksakan diri? Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Livia? Apa yang harus kukatakan pada keluarganya?""Dia akan baik-baik sa
ISTRI PERTAMA SUAMIKU 23"Apa yang kau lakukan disini Livia?"Aku menahan nafas menatap wajah tampan lelaki yang pernah kucintai sepenuh hati. Dulu, awalnya aku memang hanya menginginkan hartanya. Tapi seiring berjalannya waktu, rasa cinta itu tumbuh subur. Sikapnya yang lembut dan penuh perhatian telah meluluhkan hatiku. Tapi sejak kemarin, kala dia mendorongku dan menyebabkan anak dalam kandunganku tiada, setitik rasa benci mulai muncul. Dan ketika dia diam saja menonton Renata menyiksaku, rasa benciku memuncak padanya. Benarlah pepatah yang mengatakan bahwa perbedaan antara cinta dan benci itu setipis kulit ari."Bukan urusanmu." Aku melangkah hendak meninggalkannya. Melihatnya hatiku terasa sakit sekali. Tapi tangan Mas Dany terulur seketika, mencengkaram bahuku kuat-kuat. "Jangan pergi kalau aku mengajakmu bicara."Aku menatapnya."Kau tak punya hak lagi memberi perintah padaku. Kita sudah bercerai."Sebuah senyum tersungging di bibirnya. Senyum mengejek yang membuatku ingin sek