Share

Soal Anak

"Dek, kenapa melamun disitu?" tanya Yakub ketika melihat Yasmine terdiam seperti melamun. 

"Eeh iya, maaf mas. Tiba-tiba kepikiran sesuatu." dusta Yasmine. Dia lantas membuang rambut yang dia pegang tadi ke lantai lalu mendatangi suaminya.

"Kepikiran apa?"

"Oh bukan hal penting kok. Cuma urusan dapur."

"Oh. Ya udah aku mandi dulu ya. Minta tolong siapin baju gantinya ya, Dek."

"Iya, Mas."

Yakub masuk ke dalam kamar mandi sementara Yasmine melangkah menuju lemari. Menjadi baju rumahan untuk suaminya. Yasmine duduk diam di tepi ranjang. Otaknya kembali berpikir tentang sehelai rambut tadi. Karena jelas itu bukan miliknya. Rambut Yasmine warna hitam legam tapi yang ada di jas Yakub kemerahan dan tidak sepanjang milik Yasmine. Yasmine mengingat rambut maid yang kerja di rumah Yasmine. Kemungkinan juga tidak ada karena maid yang kerja di rumahnya rata-rata sudah separuh abad. Saking seriusnya Yasmine berpikir, dia sampai tak menyadari Yakub berdiri di depannya. 

"Dek, kamu mikir apa?" tanya Yakub sembari berjongkok di depan Yasmine. Yasmine sontak gelagapan saat melihat Yakub telah jongkok di depannya.

"Eh enggak kok, Mas. Enggak mikir apa-apa."

"Jangan bohong, Dek. Mas tau kamu lagi mikir. Mikir apa?"

"Enggak mikir apa-apa kok. Cuma kangen aja pengen kerja." 

Yasmine mengulas senyum kecil. Lagi-lagi dia berdusta kepada suaminya. 

"Kamu pengen kerja?"

"Ehm enggak sih. Cuma kangen aja. Mas cepet pake baju."

"Dek."

"Mas mau ngomong apa?" 

Yakub menatap mata milik istrinya dalam-dalam. Sepertinya ada yang Yakub simpan dan ingin dia utarakan tapi terlihat juga bahwa Yakub ragu. 

"Kenapa, Mas? Mas ada masalah?"

"Ehm…mas cuma mau tanya aja. Kamu keberatan enggak kalo kita periksa ke dokter kandungan?"

"Untuk apa, Mas?"

"Ya cek aja sih. Kita sama-sama sehat atau enggak."

Yasmine mengerutkan keningnya. 

"Bukannya kita sebelum nikah udah periksa ya, Mas? Hasilnya sehat semua kan, Mas?"

"Iya sih." jawab Yakub dengan nada mengambang. Jelas sekali dia sedang dilanda keraguan. 

"Terus? Mas gak yakin sama hasilnya? Mas mau kita check up ulang?"

Yakub tertunduk. Dia meraih tangan istrinya. Mengecupnya berkali-kali. 

"Kalau kamu keberatan, jangan periksa, Dek. Aku yakin kok emang belum rejeki kita aja dikasih momongan."

Yasmine terdiam. Yasmine mulai tahu kemana arah pembicaraan ini. Soal anak. Yasmine tahu bahwa tiap minggu sejak satu bulan mereka menikah, orang tua Yakub selalu bertanya apakah dirinya sudah hamil atau belum. Dan pasti, saat ini pun Yakub sedang dilanda keraguan soal anak lagi. 

Yasmine menggigit bibirnya. Dia juga bukannya tak ingin hamil, dia ingin hamil tapi dia juga tak bisa menuntut soal kehamilan karena Yasmine tahu bahwa anak pun rejeki dari Tuhan. Jika Tuhan berkehendak pastilah Yasmine akan hamil tapi jika belum ya maka jawabannya adalah sabar menanti. 

Toh mereka menikah baru empat bulan kan? Masih panjang waktu mereka untuk menikmati masa-masa pengantin baru. Jika nanti setelah satu tahun menikah dan belum dikaruniai momongan barulah periksa kembali. Itu teori yang Yasmine tahu. 

Tapi kalau sudah begini, Yasmine harus apa? Harus bagaimana? Keluarga suaminya terus menerus mendesak dan menekan Yasmine soal anak seolah Yasmine ini mandul. Padahal sebelum menikah, orang tua Yakub meminta Yasmine untuk cek kesehatan dan kesuburan. Semua hasilnya dinyatakan baik. Begitu juga dengan suaminya. Semuanya baik. Itu artinya memang Tuhan belum mau menitipkan momongan kepada mereka saat ini. 

"Mas mau aku periksa lagi?" ulang Yasmine kedua kalinya. Mata Yasmine sudah terlihat sendu saat ini tapi Yasmine masih berusaha untuk tersenyum. 

"Enggak, enggak, dek. Gak apa-apa. Kita jalani pelan-pelan ya." ujar Yakub menenangkan Yasmine. Yakub tak ingin Yasmine terlalu memikirkan soal ini. Yakub tak ingin istrinya tertekan hanya soal anak. 

"Kalau Mas emang mau ya ayo besok kita periksa. Kalau perlu sama Mami aja biar Mami tahu proses dan hasilnya, Mas." usul Yasmine dengan wajah yang selalu tersenyum. 

"Enggak, dek. Lain kali aja ya. Mas ganti baju dulu ya. Udah laper mau makan."

Yasmine mengangguk kecil. Yakub berdiri, dia menundukkan kepalanya mengecup ubun-ubun Yasmine. 

"Maafin, Mas. Mas pasti bikin kamu tertekan ya? Jangan dipikirin ya." pinta Yakub tulus. Yasmine hanya bisa mengangguk. Cengkramannya pada kain sprei begitu kuat saat Yakub meminta maaf padanya. 

Yakub mengambil baju di pangkuan Yasmine, dia hendak melepas handuknya. Yasmine berdiri dari posisi duduknya. 

"Aku siapin makanannya dulu, Mas."

Yasmine buru-buru keluar kamar tanpa menoleh ke arah suaminya. Saat pintu ditutup, Yasmine mengusap air matanya yang menetes. Yasmine mengusapnya dengan cepat. Yasmine berjalan menuruni tangga sambil memukul-mukul dadanya. 

"Jangan nangis. Jangan nangis. Kamu kuat. Kamu bisa, Yas." hibur Yasmine pada dirinya sendiri. Tiba di ujung tangga, Yasmine menarik nafasnya dalam-dalam. Yasmine tak ingin terlihat bersedih karena itu dia kembali memasang wajah ceria penuh senyum. 

Sementara di dalam kamar, Yakub hanya bisa berdiri sambil memegang baju rumahan yang tadi diambil Yasmine. Yakub tahu bahwa istrinya tengah menangis. Rasa bersalah yang begitu besar menghantam hati Yakub. Harusnya Yakub tak menyinggung soal anak di depan Yasmine. Tapi tadi kenapa Yakub harus bersikap demikian? 

Yakub menjambak rambutnya. 

"Bodoh! Bodoh! Kamu menyakiti istrimu sendiri dengan pisau paling tajam di dunia. Harusnya kamu bisa melindungi istrimu, memberikan rasa nyaman pada istrimu, bukan menambah bebannya semacam itu." maki Yakub pada dirinya sendiri. Yakub benar-benar menyesal. Dia buru-buru memakai baju lalu segera turun menuju ruang makan. Rupanya istrinya sudah menanti di meja makan. 

"Mas, mau teh? Atau air putih aja?"

"Air putih aja, Dek." jawab Yakub sambil menarik kursi makan lalu duduk di atasnya. Yakub menyentuh tangan Yasmine yang sedang berdiri hendak menuangkan air putih ke gelas Yakub. 

"Maafin mas ya, dek?"

"Maaf untuk apa?"

"Untuk pertanyaan konyol mas tadi. Harusnya mas gak perlu tanya kayak gitu."

"Aku gak apa-apa kok."

"Yasmine."

"It's okay. Don't worry, Mas. Makan yuk. Keburu dingin."

Yasmine menuangkan air ke gelas Yakub kemudian mengambilkan nasi. 

"Eh dek, kebanyakan."

"Loh biasanya juga segini kan?"

"Aku lupa aku tadi udah makan."

Raut wajah Yasmine kembali berubah. 

"Makan sama klien?"

"I-iya. Iya tadi makan sama klien." sahut Yakub terbata-bata. 

Yasmine melirik sekilas suaminya. Ada rasa tidak enak yang tiba-tiba menyelimuti hati Yasmine. Yasmine menggigit bibirnya, meluapkan perasaan negatif yang tiba-tiba muncul memenuhi otak dan hatinya. 

"Dek, kamu kenapa sih? Kok kayaknya banyak ngelamun. Ada masalah apa?"

Yasmine menggeleng. 

"Cuma perasaan Mas aja. Aku nggak apa-apa kok." 

Yasmine segera duduk dan mulai makan makanannya. Dia tak ingin melihat Yakub saat ini. Entah kenapa tiba-tiba Yasmine merasa marah dengan Yakub. 

"Dek."

"Makan aja dulu, Mas. Nanti lagi ngobrolnya." ketus Yasmine pada Yakub. 

"Dek, kamu marah karena Mas makan di luar?"

Klontang 

Pyaar

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status