Share

ISTRI RAHASIA KONGLOMERAT
ISTRI RAHASIA KONGLOMERAT
Author: Hanin Humayro

TERPESONA

ROGER

Proyek sialan itu selesai juga. Tiga tahun mencurahkan waktu untuk menyelesaikan kota mandiri Serpong tak memberi paru-paru kesempatan menikmati udara tanpa polusi.

Tuntutan pemegang saham utama yang belum puas menumpuk harta itu amatlah kejam. Tak berhenti sebelum melihat putranya terkapar mungkin.

Wajarlah hari ini aku ingin melepas segala kepenatan. Bukan di rumah, tetapi nun jauh di sana. Tak mungkin juga ada ketenangan di bangunan megah itu karena ratunya sedang sibuk menghamburkan limpahan harta.

Ya, wanitaku entah ada di mana sekarang? Dengan siapa dan sedang apa?

Lupakan!

Hamparan kebun teh di puncak, Kabupaten Bogor memancing mata yang telah menyipit ini untuk membulat kembali. Lereng-lereng yang mengular dilewati oleh mobil sport merah ini. Jalur buka tutup membuat perjalanan dua kali lipat dari seharusnya.

Turun dari mobil disambut sejuknya udara puncak. Kulilitkan syal untuk menahan laju udara yang cukup menggigilkan tubuh. Menapaki lantai kayu yang suhunya terbawa kondisi sekitar, dingin.

Lelaki paruh baya menyambut dengan logat khas sunda. Tangannya diarahkan ke dalam ruangan yang tak banyak memuat barang-barang.

Villa yang baru kujejak lagi ini tak banyak berubah. Sofa yang sama dengan lampu hias besar di atasnya. Tak ada hiasan dinding apapun di sana.

Merebahkan raga di atas pembaringan king size ini entah mengapa begitu nikmat. Sekejap, mataku tak sanggup lagi untuk terbuka.

***

Sudah berapa lama aku tidur? Tak penting juga mencari jawabannya. Yang pasti tubuh ini tak seperti saat datang.

Niat kembali memejamkan mata, urung kala suara-suara perut mulai berisik. Dengan tenaga yang belum pulih seutuhnya, aku bangun. Tak memedulikan penampilan kacau saat ini, melangkah menuju ruang makan untuk mencari sesuatu yang bisa menghentikan nyanyian lambung.

Kilau keemasan yang menerobos kaca-kaca ruangan baru menyadarkanku bahwa hari telah beranjak tua ternyata. Suasana yang jauh dari kata ramai membuat nyaman tubuh ini bermain di alam mimpi.

Hampir saja air liur menetes melihat sajian di atas meja kayu mahoni berbentuk bulat. Satu dua suap mampu menciptakan sensasi luar biasa di lidah. Hanya saja, pada suapan ketujuh, sayup terdengar suara perbincangan di teras depan Villa.

Suara mendayu-dayu itu memancing keingintahuan lebih jauh akan pemiliknya. Piring yang belum kosong itu harus rela diabaikan demi mencari sumber suara.

Dari balik jendela terlihat penjaga villa tadi berbincang dengan seorang gadis belia, anaknya mungkin. Tubuhnya tertutup rapat dengan pakaian longgar. Kepala hingga dada dibalut kain merah muda yang pas sekali melekat di wajah oval itu.

‘Cantik.’

Pipi itu makin menawan kala kilau jingga menerpa. Bibir sensualnya sesekali melengkung membuat deru napasku mulai tak tentu.

Entah, terpesona atau terobsesi pada sesuatu yang tak tersalurkan dengan sempurna. Sejak Arsela memutuskan pisah ranjang denganku.

"Maaf, Juragan saya pamit. Kalau ada yang diperlukan jangan sungkan. Rumah saya tak jauh dari sini."

Ucapan Pak Anang mengembalikan angan liarku seketika. Satu anggukan cukup membuatnya memahami bahwa diperbolehkan undur diri.

Tak bisa kukedipkan mata sampai gadis belia itu menghilang bersama bapak penjaga villa.

Kini, hanya aku di sini. Namun, tak sepi sebab bayang indah itu mulai mengiringi hingga esok pagi, mungkin.

‘Ah, sial! Otakku mulai gila.’

Selera makan lenyap entah ke mana, berganti sesuatu yang meminta pelampiasan.

‘Shit!’

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status