Elitta memaklumi kecurigaan dan kemarahan dari bibi Vito. Siapa yang tidak curiga melihat keponakannya yang kaya raya dan punya bibit, bobot, bebetnya bagus ini— malah menikah dengan wanita yang masih belum dikenal baik?Lebih parahnya, anak dari pria yang kalah taruhan dengannya. Elitta juga masih tidak percaya, awal mula perkenalan Vito dengan sang ayah adalah di meja billyard. Sampai sekarang pun, dia penasaran— kenapa Vito mau menikahinya? Masa iya dia langsung mau saat ditawari menikah? Kenapa seolah-olah Vito sudah lebih lama mengenalnya? Apa mereka pernah bertemu sebelum berkenalan waktu itu?Elitta sama sekali tidak ingat. Kalaupun dahulu pernah bertemu, apa yang membuat Vito ingin menikahinya?Masa remaja Elitta tidaklah spesial, dia hanyalah gadis biasa yang bersekolah di tempat biasa. Semua serba biasa.Tak ada yang tahu kalau dia adalah putri dari Pak Derry yang terkenal konglomerat.Iya, wajar saja— pria itu tidak mau dikenali sebagai ayah dari Elitta."Kenapa kita mal
Elitta tidak betah melihat tampang wanita itu. Begitu pula dengan Vivian, dia muak terhadap Elitta."Kenapa kamu bohong ke Tante Rosa?" Elitta mulai bicara lagi.Vivian memasang wajah tanpa salah. Dia bertanya balik, "bohong apa?""Semuanya, tentang hubunganmu sama Vito, tentang papaku— kenapa kamu tega banget ngomong kayak gitu?""Aku nggak bohong, kok.""Pembohong, kamu juga ngasih tahu Tante Rosa tentang hutang papa, tapi kamu salah. Ini namanya fitnah. Kamu selalu kayak gini.""Apa buktinya kalau fitnah, apapun yang aku katakan itu sesuai fakta. Kamu itu sadar diri, dong! Kamu nikahin Vito karena papa kamu punya hutang, tapi nggak mau bayar, jadi dia ngasih kamu. Aku paham niat Vito, dia cuma mau seneng-seneng doang sama kamu, ntar sebulan lagi juga kamu dicerai.""Jangan ngomong sembarangan! Ucapan kamu waktu itu cuma bohong! Vito beneran sayang sama aku— daripada kamu ngehina aku terus, mending ngaca, suamiku nggak ada perasaan sama kamu, jadi jauhi dia.""Oh ... makin berani ka
Usai makan malam, Elitta menemani Vito dalam memantau kesiapan pembukaan cabang supermarket baru di pinggiran kota.Perjalanan untuk ke sana saja memakan waktu sejam. Vito kelihatan masih segar, belum lelah sama sekali, padahal sudah menyetir selama itu.Saat mereka sampai, Vito keluar dari mobil sembari sedikit meregangkan otot pinggangnya.Elitta memperhatikan tingkah suaminya tersebut. "Kamu capek?"VIto melihat jam tangannya sambil menjawab, "Iya, sedikit, tapi untungnya kita sampai sebelum jam sembilan ... tapi kayaknya kita nggak bisa pulang malam ini, nanti kita nginap di hotel aja, ya?""Iya. Aku nggak mau mati kecelakaan soalnya suamiku workaholic keras kepala."Vito tersenyum menatap sang istri. Setelahnya, dia kembali menatap ke depan— tepat di mana berdiri bangunan besar dengan banyak kaca, lalu papan nama besar bertuliskan:SUNMARTBerhubung tempat ini belum beroperasi, jadi sekitar bangunan ini masih tertutup oleh pagar setinggi dua meter.Pencahayaan di sini sedikit bur
Bagaimana ini?Elitta baru sadar Vito berkata jujur. Gaun tidur dari hotel ini memang bagus, tapi terlalu tipis. Apa jangan-jangan Vito yang meminta bajunya yang begini? "Mending aku pakai bathrobe daripada piyama-nya," katanya masih enggan melepaskan jubah mandi untuk ganti baju tidur. Tetapi, yang benar saja memakai handuk untuk tidur?Tak lama kemudian, suara ketukan pintu kamar mandi ini terdengar. Vito terus saja mengetuk."Elitta, lama banget kamu— aku mau mandi ini, buruan keluar!" teriaknya."Bentar! Jangan cerewet!“ Elitta agak kesal. Dia tahu kalau suaminya cuma ingin melihatnya memakai baju tidur, lalu menggodanya. Tapi, mau tidak mau, dia harus berganti pakaian.Usai beberapa menit, dia selesai berpakaian, lalu keluar dari kamar mandi. Gaun tidur putih yang sedikit transparan itu melekat di tubuhnya.Vito mundur beberapa langkah, membiarkan sang istri keluar dari kamar mandi. Bibirnya menyeringai— mata memandangi wanita itu dari atas sampai bawah."Apa!" Elitta resah kare
Vito bercerita tentang masa lalunya yang dijodohkan dengan Vivian. Tetapi, dia tidak pernah memberitahu Vivian kalau dirinya adalah keponakan dari Tante Rosa. "Intinya dahulu aku cuma main-main, aku penasaran dengan reaksi Vivian kalau didekati oleh pria miskin, aku ingin tahu kenapa Tante Rosa suka pada wanita itu— tapi ternyata Vivian itu mirip ular, mulutnya berbisa, licik sekali," katanya.Elitta memahami perasaan Vito. Dia mengangguk. "Iya, aku tahu. Dia teman sekolahku. Sejak dahulu, dia memang seperti itu. Aku saja nggak ngerti kenapa dia sepertinya dendam sama aku, tapi kata Rena ...“"Rena teman kamu waktu kabur kemarin itu?”"Iya. Katanya Vivian itu cemburu soalnya dulu aku pacaran sama orang yang dia sukai, sejak saat itu dia merasa tersaingi. Aku nggak paham— kenapa sampai segitunya cuma gara-gara laki-laki?“"Kan udah aku bilang, jangan bahas dia. Dia itu wanita gila.”"Tapi kamu tetap berpacaran sama Vivian 'kan?“"Iya, tapi aku nggak terlalu peduli sama dia. Dia suka b
Keesokan harinya ...Elitta dan Vito pulang setelah menginap di hotel. Setelah apa yang diobrolkan semalam, hubungan mereka jauh lebih dekat.Hari ini adalah hari libur, tapi hanya Elitta yang diminta untuk di rumah. Sementara itu, Vito melakukan pertemuan dengan sang paman. Elitta sudah memaksa ikut, tapi Vito tetap tak memperbolehkannya.Elitta menghabiskan setengah hari dengan beres-beres kamar. Sejak menikahi Vito, dia melarang semua asisten rumah tangga untuk masuk ke ruang pribadi mereka. Dia sendiri yang membereskannya.Saat semua sudah dibereskan, Elitta teringat akan rekaman suara pembicaraan Tante Rosa bersama Vivian. Itu bisa menjadi bukti kalau Vivian memang tidak pernah tulus menikahi ayahnya.Tetapi, kalau dia menyerahkan rekaman itu, apa mungkin sang ayah juga ikut marah terhadap Tante Rosa? Ada beberapa ucapannya yang terdengar kasar.Apa yang harus dilakukan?Tak berselang lama, ada panggilan telepon dari nomer tak dikenal. Ketika dia mengangkatnya, ternyata suara Viv
"Ngapain kamu ke sini?" Elitta terbiasa mendengar ucapan sinis sang ayah. Belum lagi, tatapan mata pria itu juga selalu dingin. Tetapi, entah mengapa— dia tak bisa tidak peduli padanya.Dia mendekati ranjang tempat pria itu terbaring, lalu menaruh nampan berisi botol obat dan segelas air. "Papa udah jangan tanya begituan terus. Kata dokter hipertensi Papa kambuh, jadi tolong ini diminum, terus tidur. Elitta udah minta koki buat masakin papa makanan khusus nanti malam.""Jawab pertanyaan Papa tadi!“"Elitta diminta istri papa buat ke sini, ngerawat papa.""Nggak usah bohong, ngapain juga Vivi minta kamu ngerawat Papa.""Dia nggak mau ngerawat Papa, dia bilang lagi liburan.""Kamu jangan fitnah dia. Berapa kali papa bilang, dia itu istri papa sekarang, mama tiri kamu—hormati dia.”"Pa, Elitta nggak tahu kenapa, tapi sekarang Papa makin dingin. Apa ini suruhan Vivian?“"Bukan, dari dulu papa emang nggak suka sama kamu.”Jawaban menyakitkan hati itu sudah terlalu sering didengar Elitta.
Setelah sadar mendapatkan pesan dari sang istri yang mengatakan pergi ke rumah Pak Derry, Vito memutuskan untuk pulang lebih cepat.Elitta pulang selang lima menit kemudian. Dia langsung disambut oleh suaminya yang berdiri di ambang pintu rumah. Raut wajah pria itu kelihatan cemas sekaligus tak suka."Kamu kok udah pulang?" tanya Elitta memperhatikan penampilan Vito yang masih menggunakan setelan jas. Dia bertanya, "udah selesai urusannya sama Om Tonny?""Aku yang harusnya tanya— kamu kemana saja? Ini hampir sore.""Aku 'kan udah kirim pesan ke kamu, aku ke rumah Papa, Papa lagi sakit.“"Terus pergi sendirian?”"Iya, barusan naik taksi."Vito agak trauma kalau Elitta pergi sendirian. Mengingat, sebelum ini— wanita itu minggat ke rumah temannya tanpa kabar. Dia merasa tak boleh membiarkannya sendirian. Kalau pergi lagi bagaimana?Dia mengomel, "ada sopir di sini, tapi kamu malah pergi sendirian? Ada tiga pembantu buat kamu, ajak salah satunya. Aku bayar mereka buat bantuin sama nemenin